Karier Jenderal TNI Loyalis Soeharto Berakhir di Meja Biliar
- sejarah-tni.mil.id
VIVA – Tepatnya pada 1983, karier militer Jenderal TNI Leonardus Benyamin Moerdani, atau yang akrab disapa L.B. Moerdani, mencapai puncaknya. Saat itu, pria kelahiran Cepu, Jawa Tengah, ditunjuk Presiden Republik Indonesia (RI), Jenderal Besar TNI (Purn.) Soeharto, sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Sosok seorang Moerdani pernah sangat ditakuti saat masih aktif berdinas bersama ABRI, yang kini berubah nama menjadi TNI. Dalam data yang dikutip VIVA Militer dari buku "Benny: Tragedi Seorang Loyalis" karya Julius Pour, Moerdani yang juga merupakan Anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, pernah terlibat dalam sejumlah operasi militer.
Jebolan Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat (P3AD) dan Sekolah Pelatihan Infanteri (SPI) 1952, tercatat ikut ambil bagian dalam Revolusi Nasional Indonesia, Pembebasan Irian Barat, Konfrontasi Indonesia-Malaysia, hingga Operasi Seroja di Timor-Timur.
Tak hanya itu, Moerdani juga dikenal sebagai seorang perwira dengan kemampuan intelijen yang sangat mumpuni. Tak ayal pula, ia dijuluki "Raja Intel" saat menduduki sejumlah posisi yang diberikan oleh Soeharto.
Moerdani pernah juga menduduki jabatan sebagai Asisten Intelijen Menteri Pertahanan dan Keamanan, Asisten Intelijen Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), Kepala Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat), dan Wakil Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin).
Berkat prestasi itu lah, Moerdani kemudian jadi perwira tinggi ABRI yang sangat dekat dengan Soeharto. Akan tetapi, kedekatan Moerdani dengan Soeharto tak berlangsung abadi. Pasalnya, Moerdani pada akhirnya dilupakan Soeharto gara-gara masalah yang sepele.
Adalah Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengisahkan bagaimana karier Moerdani seketika berakhir di meja biliar. Dalam akun Facebook pribadinya, Luhut yang dikenal sebagai anak kesayangan Moerdani, menceritakan bagaimana sang senior kena marah Soeharto.
"Saya datangi kantor beliau, dan menanyakan kepada Pak Benny, rumor yang beredar di luar bahwa beliau sudah "jauh" dari Pak Harto. "Benar itu Luhut..!" katanya terus terang. Ia menjelaskan bahwa Presiden Soeharto marah kepadanya, ketika dengan cara halus mencoba mengingatkan bisnis yang dijalankan oleh putera-puterinya yang sudah kelewat batas di meja bilyar," tulis Luhut.
"Pak Harto lalu tiba-tiba meletakkan stik bilyar dan masuk kamar. Sejak itu, Benny Moerdani tidak pernah dekat dengan Presidennya," lanjut tulisan Luhut.
Meski demikian, Moerdani sama sekali tak sakit hati meskipun pada akhirnya dilupakan oleh Soeharto. Bagi Moerdani, kesetiaannya kepada Soeharto adalah sesuatu hal yang mutlak dan tidak bisa ditawar.
"Tetapi asal kamu tahu ya Luhut. Apapun sikap beliau, saya tidak pernah kehilangan kesetiaan saya kepadanya…!" bunyi pernyataan Luhut.
Moerdani meninggal dunia pada 29 Agustus 2004 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, akibat penyakit stroke dan infeksi paru-paru.