Kisah Jenderal Kopassus TNI Direndam di Tong Gara-gara Makan Getuk
VIVA – Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan selalu mengenang jasa-jasa mendiang Jenderal TNI (Purn.) Pramono Edhie Wibowo. Meski sudah berpulang ke pangkuan Yang Maha Kuasa, kerendahan hati dan sikap sederhana perwira tinggi TNI Angkatan Darat ini akan selalu terbayang oleh setiap orang yang mengenalnya.
Menurut data yang dikutip VIVA Militer dari Demokrat.or.id, Pramono lahir di Magelang, Jawa Tengah, 5 Mei 1955. Pramono adalah anak ke-5 perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang juga pernah menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, Letjen TNI (Purn.) Sarwo Edhie Wibowo.
Selain itu, Pramono juga merupakan adik dari Kristiani Herrawati Yudhoyono, istri Presiden ke-6 Republik Indonesia, Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Susilo Bambang Yudhoyono.
Ada kisah menarik yang pernah disampaikan Pramono, jauh sebelum ia menduduki sejumlah posisi penting di kesatuan TNI Angkatan Darat. Ya, Pramono menceritakan bagaimana kerasnya kehidupan saat menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI), atau yang kini dikenal dengan istilah Akademi Militer (Akmil).
Pramono yang merupakan lulusan AKABRI 1980, ternyata sangat menyukai kudapan tradisonal getuk. Makanan sederhana, namun memiliki arti yang sangat penting bagi mantan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) III/Siliwangi.
"Kalau getuk itu makanan favorit untuk semua perwira muda lulusan AKABRI sampai sekarang. Rata-rata para perwira itu punya makanan kenangan pada saat yaitu getuk," kata Pramono.
"Karena kan pada saat itu saat pendidikan kan kadang-kadang kan lapar pada malam hari. Ada yang jualan getuk secara sembunyi-sembunyi, getuk lah untuk mengganjal lapar kita pada malam hari. Kalau tertangkap ya dapat risiko," ucapnya.
Kemudian, Pramono menceritakan bagaimana ia dan rekan-rekannya terheran-heran dengan cara para penjual getuk yang bisa masuk ke lingkungan Akmil tanpa ketahuan penjaga. Dikatakan Pramono, ia dan teman-teman seangkatannya sering membeli getuk secara sembunyi-sembunyi untuk dimakan pada malam hari.
Bahkan suatu saat, Pramoni dan rekan-rekannya pernah ketahuan tengah makan getuk bersama di tempat tidur asrama. Akibatnya, Pramono pun digiring senior Taruna tingkat IV untuk direndam di dalam drum (tong) sampai menggigil kedinginan.
"Begitu kita selesai latihan terus kita istirahat, tahu-tahunya ada yang menawarkan getuk. Enggak tahu bagaimana caranya mereka datang tidak diketahui penjaga. Jadi kita bawa, masukan dalam ransel, nanti dimakannya malam hari pada saat lapar," ujar Pramono melanjutkan
"Pernah ketahuan. Jadi, ada senior Taruna tingkat IV mengintip, kan waktu itu ada petugas piket. Mungkin dia berpikir Taruna-taruna muda ini kok enggak pada tidur. Ternyata sedang makan getuk ramai-ramai sambil tiduran. Akhirnya dibangunkan. Begitu perwira piket datang, kita berlaga tidur langsung dibangunkan, 'Bangun, bangun, ikut saya!' Langsung direndam sampai kita menggigil," katanya.
Kisah Pramono ini menggambarkan bagaimana ia ditempa baik dari segi fisik, mental dan akademis, di Akademi Militer. Selain pernah menjabat sebagai Pangdam III/Siliwangi, Pramono juga mengikuti jejak sang ayah sebagai Danjen Kopassus pada 2008 hingga 2009.
Setelah itu, Pramono sempat dipercaya untuk menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) mulai 2010 hingga 2011. Puncak kariernya di dunia militer adalah saat ditunjuk menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada 2011 hingga 2013.
Sosok perwira tinggi nan rendah hati itu kini telah pergi untuk selamanya. Pramono meninggal dunia di Desa Cimacan, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 13 Juni 2020.