Kisah Putra Raja Besar Mataram Pegang Tongkat Komando Tertinggi TNI AD

VIVA Militer: Jenderal TNI Goesti Pangeran Harjo Djatikoesoemo (tengah)
Sumber :

VIVA – Pada tahun 1942, saat Goesti Pangeran Harjo Djatikoesoemo masih berusia 25 tahun, ia memulai karier militernya dengan mengikuti pendidikan militer Belanda, Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO).

Jadi Pasukan Perdamaian PBB, Ternyata Prajurit TNI Ini Kuasai Bahasa Kuno Benua Hitam Abad 18

Tapi saat baru bergabung, ia justru ditugaskan untuk bertempur melawan tentara Jepang di Ciater, Subang, Jawa Barat. Pertempuran itu diikuti GPH Djatikoesoemo hingga 8 Maret 1942.

Karena pada tanggal 8 Maret 1942, pemerintah Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Pangkalan Udara Kalijati.  

Mengejutkan, Begini Nasib 2 Jenderal Eks Panglima Kostrad TNI Usai Nyoblos Pilkada

Berdasarkan catatan sejarah yang dihimpun VIVA Militer dari berbagai sumber Jumat 25 September 2020, setelah Belanda menyerah, GPH Djatikoesoemo pun kembali mengikuti pendidikan militer Jepang yang bernama Jawa Boei Kanbu Giyugun Resentai.

Pelatihan militer yang diikutinya itu diadakan di Bogor. Tujuan Jepang membuat pendidikan militer itu adalah untuk melatih calon perwira Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Tugas PETA adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari invasi sekutu.

Aksi Spektakuler Pilot Hercules C-130 TNI AU Isi Bahan Bakar Pesawat Tempur Hawk 200 di Atas Langit Nusantara

Setelah lulus pendidikan militer Jepang, Djatikoesoemo menyandang pangkat Chudancho atau Komandan Kompi. Djatikoesoemo ditugaskan di Daidan (Batalyon) I Tentara PETA Surakarta.

Pasca proklamasi kemerdekaan, GPH Djatikoesoemo bergabung ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) dengan pangkat Mayor. Kemudian saat menjabat sebagai Ketua BKR di Surakarta, pria asal Surakarta itu berpangkat Letnan Kolonel.

Kariernya dalam jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI), terbilang mulus. Karena ia berpangkat Mayor Jenderal saat berusia 29 tahun. Dan dipercaya Presiden Soekarno untuk memegang tongkat komando TNI AD, dia dipercaya menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pertama di tahun 1948.

Pada tahun 1965 hingga 1966, GPH Djatikoesoemo pernah menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia Luar Biasa dan Berkuasa penuh pada Kerajaan Maroko. Selanjutnya pada tahun 1966, ia juga menjadi Dubes RI di Perancis dan Kerajaan Spanyol. Di tahun yang sama, Djatikoesoemo juga menjabat sebagai Kepala Perwakilan Tetap pada UNESCO hingga tahun 1969.

Untuk mengenang jasa dan peran sertanya dalam meraih Kemerdekaan Indonesia, pada tahun 2002 Presiden Megawati Soekarno Putri menganugerahkan GPH Djatikoesoemo Gelar Pahlawan Nasional. Pangkatnyapun dinaikan satu tingkat lebih tinggi menjadi Jenderal TNI.

Ternyata Jenderal TNI Goesti Pangeran Harjo Djatikoesoemo, masih keturunan darah biru. Karena ia merupakan putra ke-23 atau pangeran bungsu dari Raja Besar Mataram, Susuhunan Pakubuwono X. Sehingga saat meninggal dunia pada tahun 1992, jenazahnya dimakamkan di kompleks Makam Imogiri, Bantul, Yogyakarta.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya