Kisah Jenderal TNI Bertangan Satu Kena Granat Lalu Dilantik Jadi KSAD

VIVA Militer : KSAD ke-4, Jenderal Mayor (Purn) TNI Bambang Utoyo
Sumber :
  • Disjarah TNI AD

VIVA – Siapa yang tidak kenal dengan nama besar Jenderal TNI (purn) Bambang Utoyo? Iya, seorang prajurit TNI Angkatan Darat  kelahiran Kota Tuban, Jawa Timur pada tanggal 20 Agustus 1920 itu merupakan sosok yang sangat bersejarah dalam perjalanan organisasi  TNI AD.

Aksi Spektakuler Pilot Hercules C-130 TNI AU Isi Bahan Bakar Pesawat Tempur Hawk 200 di Atas Langit Nusantara

Bambang Utoyo merupakan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ke-4 yang diangkat langsung oleh Presiden RI Soekarno, pada tanggal 27 Juni 1955 dengan pangkat Mayor Jenderal.

Dikutip VIVA Militer dari sebuah buku biografi yang berjudul "Bambang Utoyo Jiwa Ragaku untuk Negeri tercinta", perjalanan karier militer Jenderal Kehormatan (Purn) Bambang Utoyo memiliki kisah yang sangat menarik dan dapat diambil pembelajaran bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya prajurit TNI.

Saat Pencoblosan Pilkada di Medan, Komandan Yonmarhanlan I Pimpin Prajurit Marinir Bantu Korban Terjebak Banjir

Kegigihannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, serta semangat hidupnya yang tinggi telah mengantarkan Bambang Utoyo sampai puncak karirr militernya di kesatuan TNI AD ketika  itu. Karena sempat ada pro-kontra ketika Presiden RI Ir.Soekarno mengangkat Bambang Utoyo menjadi KSAD.

Bagaimana tidak, Bambang Utoyo pertama kali memasuki dunia militer sebagai Gyugun. Dia tercatat sebagai prajurit yang dilatih  pejuang Jepang ketika negeri matahari terbitmasih berkuasa di Indonesia. 

TNI AU dan Angkatan Udara Brunei Darussalam Gelar Latma Elang Brunesia di Langit Kalimantan

Pengetahuan dan pengalamannya yang diperoleh dari Gyugun adalah modal berharga bagi Bambang Utoyo dalam pengabdian dan perjuangannya kepada TNI setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Bambang Utoyo merupakan gerilyawan yang berjuang di Sumatera Selatan dan bertekad untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari para penjajah. 

Dalam satu peristiwa, ketika Bambang utoyo menjabat sebagai Panglima Divisi Garuda II dengan pangkat Letnan Kolonel, Bambang Utoyo dipercaya untuk memimpin perang Lima Hari Lima Malam di Sumatera Selatan melawan kolonial Belanda, tepatnya di Palembang. 

Perang yang cukup panjang melawan kolonial Belanda di Kota Palembang dan sekitarnya itu telah membawa dia keluar dari Kota Palembang, dan memaksanya untuk bergerilya bersama sejumlah front-front pejuang rakyat lainnya.

Dia terpaksa meninggalkan Palembang karena ketika itu Belanda meminta para pejuang Indonesia agar mengosongkan kota itu dan mundur hingga 20 kilometer.

Letkol Bambang Utoyo bersama Gubernur Sumatera Selatan Dr.M.Isa harus keliling menemui para pemimpin pejuang front-front rakyat yang sudah mengepung Belanda dari berbagai penjuru di perbatasan Palembang. 

Sebagai Panglima Divisi Garuda II, Letkol Bambang Utoyo benar-benar menunjukkan jiwa kepemimpinannya di hadapan para anak buahnya. Sampai-sampai, setelah perang Lima Hari Lima Malam selesai, Letkol Bambang Utoyo harus mengalami kecelakaan fatal yang menyebabkan tangan kanannya hilang akibat serpihan granat.

Insiden kecelakaan yang menyebabkan tangan kanan Letkol Bambang Utoyo itu terjadi di Mangunjaya, Prabumulih, Sumatera Selatan. Insiden itu terjadi ketika Letkol Bambang tengah melakukan uji coba granat tangan hasil karya para pejuang rakyat yang dibuat di Jambi. 

Ketika itu, sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia dan para pejuang masih sangat terbatas. Sementara, para penjajah sudah memiliki alat persenjataan modern dalam menghadapi para pejuang Indonesia.

Namun nahas, ketika melakukan uji coba granat tangan hasil buatan para pejuang rakyat, granat itu meledak sebelum dilempar. Insiden itu sontak membuat panik para pasukan tentara pejuang di bawah komando Letkol Bambang Utoyo.

Asap hitam pun melambung tinggi ke udara, suara teriakan Letkol Bambang menggema di tengah kesunyian hutan belantara Sumatera Selatan, darah pun bercucuran dari tangan kanan, dada, hingga kepala Letkol Bambang. 

Insiden itu terjadi di hadapan anak buahnya, dengan panik para anak buahnya langsung memberikan pertolongan seadanya. Kemudian Letkol Bambang dibawa menuju Muara Beliti menggunakan perahu untuk menghindari patroli pasukan militer Belanda. 

Sepanjang perjalanan, Letkol Bambang Utoyo harus menahan rasa sakit akibat serpihan granat yang maha dahsyat itu. Bahkan, dalam perjalanan Letkol Bambang Utoyo memotong (diamputasi) sebanyak tiga kali tangan kanannya, karena sudah membusuk.

Sesampainya di Muara Beliti, Letkol Bambang langsung dirawat dr.Ibnu Sutowo. Dokter itu pun terpaksa kembali memotong tangan kanan Letkol.Bambang Utoyo secara manual, tanpa bius dan hanya menggunakan tuak untuk menetralisir luka potong sebelumnya.

Hebatnya, insiden itu tidak menyurutkan semangat juang Bambang Utoyo. Insiden itu justru semakin membakar semangat para prajurit TNI yang mendampingi Letkol Bambang Utoyo di kesatuannya.

Perjuangan Letkol Bambang Utoyo pun berlanjut, sampai pada akhirnya pada tanggal 5 September 1952, dia mengajukan pensiun dini dengan pangkat Kolonel dengan jabatan Panglima Tentara Territorium II (TT II) Sumatera Selatan.

Ternyata, perjalanan karier militer Bambang Utoyo tidak berhenti sampai di situ. Pemerintah kembali memanggil Bambang Utoyo dan mengaktifkannya kembali dalam kedinasan militer dengan menjabat sebagai Panglima TT II Sumatera Selatan karena usulan Gubernur Sumatera Selatan, Dr.M.Isa. 

Sampai pada akhirnya, Presiden Soekarno melantik Kolonel Bambang Utoyo sebagai KSAD di Istana Negara menggantikan Jenderal Mayor Bambang Sugeng, yang mengundurkan diri atas kekecewaannya terhadap keputusan Menteri Pertahanan saat itu, Iwa Kusumasumantri yang telah mengangkat Kolonel Zulkifli Lubis sebagai Wakil KSAD tanpa sepengetahuan Bambang Sugeng.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya