Kisah Haru Prajurit Kostrad TNI di Balik Batu Nisan Mbah Sumiyati
- Dispen TNI AD
VIVA – Rasa-rasanya baru kemarin nama nenek Sumiyati ramai menjadi perbicangan publik. Iya, Mbah Sumiyati adalah seorang nenek tua asal Kediri, Jawa Timur.
Mbah Sumi yang hidup sebatang kara di perbatasan RI-Papua Nugini, setelah ditinggal wafat sang suami tercinta, Sudono pada tahun 2011.
Mbah Sumiyati merantau dari kampung halamannya, Kediri ke tanah Papua pada tahun 2009. Dia bersama sang suami Sudono memiliki cita-cita mengubah nasibnya di tanah rantau tanpa sanak dan famili. Namun, sayangnya kakek Sudono lebih dulu meninggal dunia di Papua seiring dengan perjalanan usia lanjutnya.
Sejak kepergian sang suami dipanggil Sang Khalik, Mbah Sumiyati pun terpaksa harus berjuang melanjutkan hidup sendirian tanpa sanak dan famili di perbatasan RI-Papua Nugini.
Mbah Sumiyati tak kuasa menahan renta tubuhnya yang semakin lama termakan usia. Laju jalannya pun tak lagi gagah seperti kala muda. Dia hanya bisa mengharapkan bantuan dari para tetangga di sekitar rumah gubuknya, seraya berharap penuh dapat kembali pulang ke kampung halaman di akhir usianya.
Tak disangka-sangka, keinginan Mbah Sumiyati pun terwujud. Pada bulan Juni 2020, mimpi Mbah Sumiyati untuk bertemu dan berkumpul kembali bersama keluarga di tanah kelahirannya, Kediri terwujud.
Hal itu terjadi setelah Mbah Sumiyati bertemu dengan seorang prajurit TNI AD dari kesatuan Satgas Pamtas Yonif Raider 411/Pandawa Kostrad yang bernama Prada Achmad Rifai.
Achmad Rifai mengisahkan, pertama kali dirinya bertemu dengan Mbah Sumiyati ketika dia dan sejumlah prajurit TNI Satgas Pamtas RI-PNG lainnya tengah membantu mendirikan tenda untuk warga yang salah satu keluarganya meninggal dunia di Distrik Sota, Merauke.
Prada Achmad Rifai mendengar suara rintihan yang tidak pernah berhenti dari balik gubuk yang reot. Setelah ditelusuri Achmad Rifai, ternyata di balik gubuk itu terdapat seorang nenek tua yang sudah tidak bisa berdiri dan hanya bisa menangis ingat mendiang sang suami tercinta, Sudono yang telah meninggal dunia.
"Dari situ saya melihat memang kondisinya sudah sakit (lumpuh) dan tidak bisa apa-apa. Mbah Sumiyati tinggal sebatang kara di Distrik Sota setelah sepeninggal suaminya, dia hanya mengandalkan bantuan dari para tetangga saja," kata Prada Achmad Rifai mengenang pertemuan pertama kalinya dengan Nenek Sumiyati dilansir VIVA Militer siaran resmi TNI Angkatan Darat, Kamis 10 September 2020.
Lebih jauh ia kisahkan, Dirinya sempat merawat Mbah Sumiyati layaknya seperti ibu kandungnya. Dia memandikan dan menyuapi makanan untuk Mbah Sumiyati, dan mengupayakan nenek yang hidup sebatang kara itu dapat pulang ke kampung halaman.
"Alasan saya mengapa saya merawat beliau,saya merasa beliau itu seperti ibu saya sendiri. Awalnya memang saya merasa canggung karena beliau kan perempuan kan, saya hanya terbayang ibu saya sendiri saja," ujarnya.
Keberadaan Mbah Sumiyati yang tinggal sebatang kara di Merauke, Papua itu akhirnya didengar Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa.
Jenderal Andika pun langsung meminta kepada Komandan Komando Pelaksana Operasi Satgas Pamtas RI-Papua Nugini sektor selatan, Brigjen TNI Banguna Woko dan Komandan Lantamal XI Brigjen TNI (Mar) Lukman untuk dapat membantu mengabulkan keinginan Mbah Sumiyati pulang ke Kediri agar dapat berkumpul kembali bersama sanak saudaranya di kampung halaman.
Sekitar akhir Juni lalu, Mbah Sumiyati pun akhirnya tiba di kampung halamannya, Kediri setelah berangkat dari Papua bersama ratusan prajurit TNI Raider 411/Pandawa Kostrad yang selesai masa tugas di perbatasan RI-PNG dengan menggunakan KRI Banda Aceh-593.
Tangis bahagia pun langsung pecah di hening kesunyian malam ketika Mbah Sumiyati tiba di rumah diantar Prada Achmad Rifai bersama sejumlah prajurit TNI AD lainnya, serta bertemu dengan anaknya.
Bak mimpi bagi Mbah Sumiyati yang tak lagi kuasa menggerakkan sepasang kakinya untuk berjalan, sampai pada akhirnya dia dapat memeluk erat keluarganya di tanah kelahirannya.
"Aku mule nduk (aku pulang nak)," kata Mbah Sumiyati dengan memeluk erat putri tercinta yang tak kuasa menahan kucuran air mata.
Suasana haru mewarnai pertemuan antara Mbah Sumiyati dengan sanak familinya. Prada Achmad Rifai pun tak kuasa menahan air mata. Kedua bola matanya berkaca-kaca ketika mengisahkan kembali pertemuan terakhirnya dengan Mbah Sumiyati ketika itu.
Kini, Prada Achmad Rifai pun kembali dirundung dalam kesedihan mendengar Mbah Sumiyati meninggal dunia di tempat kelahirannya itu.
Prada Achmad Rifai sangat merasakan kehilangan atas kepergian Mbah Sumiyati. Karena dirinya sempat melewati hari-hari bersama Mbah Sumiyati sampai masa tugasnya di Pamtas RI-PNG berakhir, hingga Achmad Rifai mewujudkan keinginan terakhir Mbah Sumiyati, yaitu menghabisi usia tuanya di kampung halamannya. Kini semua telah berlalu, Mbah Sumiyati telah membawa kisah itu ke bawah batu nisan peraduan terakhirnya.
"Kami dari keluarga besar Yonif Raider 411 Pandawa khususnya Poskout Sota mengucapkan selamat jalan nenek semoga semua amal ibadah nenek di terima Allah SWT, semua keceriaan, canda tawa nenek akan kami kenang selalu, akan tetap sampai kapan pun, selamat jalan Mbah Sumiyati," kata dia.
Baca : 56 Tersangka Penyerangan Polsek Ciracas, Terbanyak Prajurit Kostrad