Kisah Jenderal TNI Taat Berhati Lembut DIbunuh di Sumur Tua
VIVA – Saat itu siang hari pada tanggal 30 September 1965, Jenderal Soeprapto baru saja mencabut giginya yang sakit. Lalu di malam harinya, ia merasa tidak enak badan dan tidak dapat tidur.
Untuk itu ia meluangkan waktunya dengan membuat sebuah lukisan, yang nantinya akan disumbangkan ke Museum Perjuangan di Yogyakarta. Karena pria kelahiran 1920 itu, tidak suka membuang waktunya dengan percuma.
Berdasarkan pantauan VIVA Militer dari catatan sejarah di Museum TNI Selasa 1 September 2020, penyempurnaan Museum Perjuangan telah menyita banyak perhatian dan pemikirannya.
Begitu pula dengan keinginannya yang ingin memperbaiki rumah sakit tentara, setara dengan rumah sakit di negara maju. Bahkan perbaikan gedung Angkatan Darat dan Museum Angkatan Darat, tidak luput dari perhatiannya.
Kala itu Jenderal Soeprapto tengah asyik melanjutkan pekerjaannya membuat lukisan. Kemudian di waktu yang bersamaan, gerombolan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ingin menculiknya sedang mengintai rumahnya.
Kemudian anggota gerombolan G30S/PKI membuka pintu pagar rumah Prapto. Saat itu waktu menunjukkan pukul 04.30 pagi, tanggal 1 Oktober 1965. Ketika ada yang membuka pagar rumahnya, anjing yang tengah tertidur terbangun dan menggonggong.
Sehingga sang jenderal pun melihat keluar dan menanyakan siapa yang berada di luar. Ia mendengar jawaban Cakrabirawa. Ya, Soeprapto bersama istri tidak menaruh curiga sama sekali.
Karena Cakrabirawa merupakan pasukan terpecaya sebagai pengawal Istana dan Presiden. Salah seorang dari mereka melaporkan bahwa Jenderal Soeprapto dipanggil ke Istana, dan harus menghadap pagi itu juga.
Ketika ia meminta waktu untuk bertukar pakaian, justru mereka tidak mengizinkannya. Prapto masih tidak menyadari bahwa ia akan diculik, hingga dirinya ditodong dengan senjata. Pria yang saat itu berusia 45 tahun itu, menyadari ketika ia secara paksa di bawa keluar dan di naikan ke sebuah truk yang sudah menunggu.
Hanya dengan mengenakan piyama dan sarung, Jenderal Soeprapto dibawa ke Lubang Buaya bersama dengan gerombolan G30S/PKI yang telah menunggunya di sana. Sebelum sang Jenderal terbunuh, ia dianiaya terlebih dahulu.
Setelah tak bernyawa lagi, jasadnya dilemparkan begitu saja ke dalam sumur tua yang sempit. Jenderal Soeprapto dimasukkan ke dalam sumur, bersama dengan jasad perwira lain yang berhasil diculik pula.
Pengkhianatan G30S/PKI dengan cepat dapat diatasi dan akhirnya sumur tua itu berhasil ditemukan pada tanggal 3 Oktober 1965. Tepat pada hari ulang tahun ABRI yang ke 20, jenazah Jenderal Soeprapto bersama dengan yang lainnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Upacara pemakaman dilakukan secara khidmat dan khusyuk.
Jenderal yang dikenal memiliki hati yang lembut dan taat beribadah itu tercatat memiliki sepuluh tanda jasa sebagai lambang pengabdiannya kepada Bangsa dan Negara. Atas pengabdiannya pula, pemerintah menganugerahkannya gelar Pahlawan Revolusi pada 5 Oktober 1965.
Kemudian secara anumerta, pangkatnya dinaikkan setingkat lebih tinggi menjadi Letnan Jenderal TNI. Meski gugur di tangan bangsanya sendiri, pengabdian serta pengorbanannya akan selalu dikenang bangsa Indonesia.