CRANK, Aliansi Negara yang Bikin Nyali Amerika Ciut

VIVA Militer: Presiden Amerika Serikat, Joe Biden
Sumber :
  • politico.eu

VIVA  – Sebagai negara adikuasa, Amerika Serikat (AS) terlibat dalam sejumlah ketegangan dan konflik yang terjadi di dunia. Intervensi Negeri Paman Sam jelas tak disukai oleh banyak pihak, terutama bagi empat negat yang terkenal sangat anti-Amerika.

Keempat negara tersebut tak lain adalah Rusia, China, Iran dan Korea Utara. Di masa kepemimpinan Presiden Joe Biden, banyak pihak yang menyebut keempat negara tersebut sebagai poros kejahatan.

Julukan itu muncul menggantikan istilah Sumbu Iblis (Axis of Evil) yang diberikan oleh Presiden Amerika Serikat ke-43, George W. Bush, untuk Iran, Irak dan Korea Utara (Korut).

Ternyata, pihak yang tak senang dengan kebijakan dan intervensi Amerika justru malah bertambah kuat. Seteru lama, Rusia, justru semakin intim dengan Iran dan Irak. Ditambah lagi, rezim Vladimir Putin juga menjadi sekutu utama Republik Rakyat China (RRC).

VIVA Militer: Vladimir Putin, Xi Jinping dan Ebrahim Raisi

Photo :
  • alarabiya.net

Poros Moskow, Beijing, Teheran dan Pyongyang yang disebut sebagai CRANK, yang kemudian dianggap sebagai aliansi yang mengancam Amerika. Tak terkecuali, bagi ideologi demokrasinya.

Menurut laporan yang dikutip VIVA Militer dari The National Interest, keempat negara tersebut berupaya keras untuk menciptakan perpecahan antara Amerika dengan sekutu-sekutunya.

Meskipun, menurut pandangan AS negara-negara musuhnya itu memiliki kelemahan yang sangat kentara. Ya, hal tersebut adalah tindakan yang tidak memenuhi standar demokrasi dan hak asasi manusia.

China: Veto AS atas Rancangan Resolusi DK PBB untuk Gaza Tunjukkan Standar Ganda

Dengan optimisme kemenangan Perang Dunia II dan Perang Dingin, Amerika merasa mampu untuk bersaing dengan keempat negara seterunya. 

VIVA Militer: Kim Jong-un di depan rudal balistik nuklir militer Korea Utara

Photo :
  • globalnews.ca
Prabowo Tunjukan 'Taring' Bela Palestina di Mata Dunia

Sebab dalam data yang dikutip VIVA Militer dari Economist Intelligence Unit, ideologi demokrasi Amerika masih dipegang oleh 47 persen negara dunia. Meskipun, sekitar 30 persen dianggap Amerika sebagai negara demokrasi cacat.

Oleh karena itu, Amerika terus memperluas pengaruhnya ke seluruh dunia dengan ikut campur dalam sejumlah konflik untuk mengatrol dukungan internasional. Sebab, AS tidak akan bisa melawan hegemoni Rusia, China, Iran atau Korut jika hanya mendapat dukungan dari 14 persen negara.

Putusan ICC Akhiri Impunitas Puluhan Tahun yang Dinikmati Pejabat Israel, Menurut OKI

Keterlibatan Amerika sangat jelas dalam konflik besar yang terjadi saat ini. Dimulai dari Perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun.

Menurut laporan yang dinukil VIVA Militer dari Council on Foreign Relations (CFR), Amerika telah menggelontorkan dana mencapai US$175 miliar, atau setara dengan Rp2.829 trilun, untuk menyuplai senjata untuk militer Ukraina.

VIVA Militer: Presiden Rusia, Vladimir Putin

Photo :
  • foreignaffairs.com

Tak hanya itu, Amerika juga menjadi backing bagi Taiwan yang hingga saat ini diteror oleh militer China. Pada Juli 2023 lalu, pemerintah AS disebut telah meningkatkan bantuan senjata ke Taiwan sebesar US$345 juta, atau senilai Rp5,6 triliun.

Militer Amerika juga mengirimkan armada perang ke Laut China Selatan, untuk melawan kampanye Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) yang dituding mencaplok sejumlah wilayah negara di daerah tersebut.

Sementara itu, Amerika juga ikut serta dalam pembantaian warga sipil di Jalur Gaza, Palestina, dengan memberikan sokongan persenjataan untuk militer Israel senilai US$1 miliar, atau setara dengan Rp16,2 triliun.

Bantuan Amerika terhadap genosida yang sampai saat ini sudak memakan 36.000 korban jiwa, tak ayal membuat Iran murka. Iran yang merupakan seteru Amerika di Timur Tengah, sempat membombardir Israel yang merupakan sekutu Paman Sam, pada pertengahan Mei 2024.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya