Junta Militer Myanmar Gembol Banyak Duit dari Bandar Heroin?
- bangkokpost.com
VIVA – Sebuah kabar mengejutkan datang dari junta militer Myanmar, yang menjadi sorotan usai melonjaknya produksi heroin. Tak cuma kultivasi, luas ladang hingga nilai jualnya pun mencapai jutaan dolar.
Dalam laporan yang dikutip VIVA Militer dari TRT World, pengedaran heroin di wilayah Asia Timur, Asia Tenggara bahkan hingga Australia, jadi yang terbesar kedua setelah Afghanistan.
Direbutnya kekuatan oleh Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw) di bawah komando Jenderal Min Aung Hlaing pada Februari 2021, dianggap sebagai awal mula menumpuknya opium.
Di bawah pemerintahan junta, para petani opium dan bandar heroin mendapat keuntungan besar. Hal ini bertolak belakang dengan kebijakan saat Aung San Kyi dan Partai Liga Demokrasi Myanmar berkuasa.
Penanaman opium di Myanmar yang dikuasai junta dilaporkan telah meroket hingga 33 persen pada tahun 2022. Dengan proporsi itu, nilai opium sebagai bahan dasar heroin mencalai U$2 miliar, atau setara dengan Rp29,9 triliun.
"Pertumbuhan itu terhubung langsung dengan gejolak politik dan ekonomi di Myanmar sejak militer mengambil alih kekuasaan dalam kudeta hampir dua tahun lalu," ujar Jeremy Douglas, pejabat Kantor Persatuan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan.
Douglas yakin faktor utama meningkatnya peredaran heroin dari Myanmar disebabkan oleh faktor ekonomi dan keamanan. Para petani opium mengalami kesulitan finansial yang parah, sehingga kembali menanam tanaman terlarang itu terlarang ituÂ
"Gangguan ekonomi, keamanan, dan tata kelola yang mengikuti pengambilalihan militer pada Februari 2021 telah menyatu. Para petani di daerah terpencil yang seringkali rawan konflik hanya memiliki sedikit pilihan selain kembali ke opium," kata Douglas.
Sementara itu Manajer UNOCD Myanmar, Benedikt Hofmann, yakin jika negara mengambil langkah konkret dalam penyelesaian krisis ekonomi, maka peredaran heroin akan terus meningkat.
"Tanpa alternatif dan stabilitas ekonomi, sembunyi dan produksi opium kemungkinan akan terus berkembang," ucap Hofmann dilansir VIVA Militer dari Deutsche Welle.