China Siap Korbankan 1.000 Nyawa Tentara Demi Seinci Tanah Taiwan

VIVA Militer: Pasukan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA)
Sumber :
  • newsweek.com

VIVA – Sebuah pernyataan mengejutkan muncul dari seorang pejabat tinggi Republik Rakyat China (RRC), soal kemungkinan invasi militer ke Taiwan. Pejabat ini juga menyinggung Amerika Serikat (AS) untuk tidak ikut campur dalam masalah China (Tiongkok).

Kabar Duka TNI, Kolonel Leonardo Meninggal Dunia

Dilansir VIVA Militer dari Newsweek, pejabat itu adalah Hua Chunying, Asisten Menteri Luar Negeri sekaligus Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China. Hua memberikan pernyataan tersebut di akun Twitter pribadinya.

Hua menyatakan, pemerintah Negeri Tirai Bambu tak segan mengorbankan 1.000 nyawa prajurit Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), demi seinci tanah Taiwan. 

Rudal Storm Shadow Hantam Kursk, Jenderal Rusia Mati di Ruang Bawah Tanah

Tak cuma itu, Hua juga mendesak Amerika patuh pada prinsip "Satu China" dan tidak coba mendukung kemerdekaan Taiwan.

VIVA Militer: Asisten Menteri Luar Negeri China, Hua Chunying

Photo :
  • voanews.com
Eks Panglima Tempur Ukraina: Perang Dunia III Telah Dimulai!

"Untuk mempertahankan bahkan satu inci tanah, sebuah negara tidak akan ragu untuk mengorbankan seribu tentara. Ucapan itu mencerminkan kemauan dan tekad yang kuat dari orang-orang Tiongkok," tulis Hua di Twitter.

"Untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, AS harus kembali ke makna asli dari prinsip satu-China dan dengan tegas menentang dan mengekang kegiatan 'kemerdekaan Taiwan'," katanya.

Pernyataan itu dilontarkan Hua hanya sehari berselang pasca Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, memastikan sikap dan dukungannya terhadap kemerdekaan Taiwan. 

Biden bahkan menjamin, militer Amerika akan melancarkan serangan balik jika militer China berani menginvasi Taiwan.

VIVA Militer: Pasukan amfibi Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA)

Photo :
  • newswaali.com

"Ya, jika memang ada serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya," ucap Biden saat mendapat pertanyaan dalam wawancara di program 60 Minutes di stasiun televisi Amerika, CBS News.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya