Arab Civil War! Ini 4 Alasan Kenapa Yaman Masih Terus Berkonflik
- AP Photo/Hani Mohammed
VIVA Dunia – Yaman selama ini telah mengalami perang saudara dalam beberapa dekade dan konflik semakin meningkat pada 2015 ketika koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan intervensi atas nama pemerintah yang diakui secara internasional untuk melawan pemberontak Houthi yang bersekutu dengan mantan presiden Ali Abdullah Saleh.
Perang tersebut dianggap telah mengubah negara miskin menjadi bencana kemanusiaan. Riyadh mengharapkan kekuatan udaranya, yang didukung oleh koalisi regional termasuk Uni Emirat Arab untuk dapat mengalahkan pemberontak Houthi.
Melansir dari The Guardian, beberapa melaporkan bahwa hampir 100.000 orang tewas dan beberapa yang lainnya menyebutkan jumlah korban tewas jauh lebih sedikit. Akan tetapi pertempuran terakhir saja telah membuat 250.000 orang kehilangan tempat tinggal. Lantas, apa alasan Yaman konflik hingga terjadi perang saudara?
Penyebab perang
Alasan Yaman konflik bermula dari para pengunjuk rasa pro-demokrasi yang turun ke jalan dalam upaya memaksa Presiden Ali Abdullah Saleh untuk mengakhiri kekuasaan 33 tahunnya. Sang presiden menanggapi unjuk rasa tersebut dengan konsesi ekonomi tetapi menolak untuk mengundurkan diri.
Pada Maret 2011, ketegangan di jalan-jalan ibu kota, Sana'a mengakibatkan pengunjuk rasa tewas di tangan militer.
Setelah kesepakatan yang ditengahi secara internasional, terjadilah transfer kekuasaan pada November kepada Wakil Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi. Namun upaya Hadi dalam reformasi konstitusi dan anggaran ditolak oleh pemberontak Houthi dari utara.
Houthi termasuk dalam cabang kecil Muslim Syiah yang dikenal sebagai Zaydis. Mereka merebut ibu kota dan memaksa Hadi akhirnya melarikan diri ke Riyadh. Selain itu, ada juga gerakan pemisahan diri yang kuat di selatan. Bisa dibilang terlalu banyak pihak yang diuntungkan secara finansial dari status quo.
Peran negara InggrisÂ
Dalam hal ini Inggris berperan ganda sebagai pemegang pena diplomatik Yaman di dewan keamanan PBB dan penasihat militer untuk koalisi Saudi di Riyadh. Bahkan Inggris dianggap berperan sebagai broker perang yang kejam.
Diplomat Inggris, termasuk beberapa skeptis Saudi mengklaim memiliki pengaruh, tidak hanya atas strategi militer Saudi tetapi juga pemikiran diplomatiknya. Misalnya menahan Saudi meluncurkan serangan di kota pelabuhan Hodeidah. Mereka mengklaim penjualan senjata ke Saudi sebagian dibenarkan karena membeli pengaruh dengan mitra keamanannya di Teluk.
Proses perdamaian
Kesepakatan telah ditengahi oleh PBB di Stockholm untuk demiliterisasi kota Laut Merah Hodeidah. Houthi telah menjanjikan pemindahan dua fase ke luar kota dan setuju bahwa kekuatan alternatif yang didefinisikan buruk dalam perjanjian Stockholm akan mengambil alih keamanan di daerah yang mereka kosongkan. Tetapi kesepakatan antara Houthi dan pasukan pemerintah yang didukung UEA terhenti karena rinciannya.
Karena dihadapkan dengan jalan buntu, PBB akhirnya menyetujui penarikan sepihak Houthi dari tiga pelabuhan utama di pantai Laut Merah Yaman – Hodeidah, Ras Issa dan Saleef. Pemerintah Yaman menggambarkan itu sebagai tipuan dengan mengatakan bahwa Houthi hanya mengubah nama pejuang mereka sebagai penjaga pantai. Mereka mendesak pengunduran diri Martin Griffiths, utusan khusus PBB untuk Yaman. Tidak semua orang di pemerintah Yaman setuju dengan analisis ini dan menteri luar negeri pun mundur.
Hingga fase kedua pemindahan, tidak ada kemajuan yang dicapai atau pertukaran tahanan politik. Griffiths kemudian mencoba untuk mengamankan kemajuan yang cukup di Hodeidah untuk keluar dari jerat ini dan mengatakan waktunya sudah matang untuk diskusi politik yang lebih luas tentang pemerintahan transisi yang akan diadakan di Bonn.
Hubungan Yaman dengan Ketegangan Teluk
Houthi dengan tingkat bantuan yang disengketakan dari Iran telah meningkatkan penggunaan drone dan serangan rudal ke perbatasan Arab Saudi. Pada gilirannya UEA dan Saudi mengklaim serangan ini sedang diatur oleh Tehran untuk menekan Saudi, sekutu utama Amerika dalam upaya untuk membuat Iran merundingkan kembali kesepakatan nuklir dan mengakhiri campur tangan regionalnya.
Houthi mengklaim serangan pesawat tak berawak itu adalah pembalasan yang dibenarkan atas serangan udara berulang dari Saudi.