Cuma Pakai Salib Tanpa Senjata Tentara Ukraina Ini Hajar Militer Rusia

VIVA Militer: Alexander.
Sumber :

VIVA – Ternyata  dari ratusan ribu tentara yang dikerahkan militer Ukraina untuk melawan pasukan tempur Rusia dalam operasi militer khusus yang dilancarkan Vladimir Putin, ada prajurit yang berjuang tanpa senjata.

Pria Rusia yang Bakar Al-Quran Dihukum Tambahan 14 Tahun Penjara atas Tuduhan Pengkhianatan

Prajurit militer Ukraina itu bernama Alexander, sosoknya cukup dikenal di pasukan infanteri. Karena memang bertugas di salah satu brigade Angkatan Darat.

Untuk mengenali prajurit yang satu ini cukup mudah, karena dia selalu memakai kalung salib berukuran besar.

Pasukan Rusia Timbun Lusinan Rudal Buat Bombardir Ukraina

Selama pertempuran dengan militer Rusia berlangsung, Alexander sama sekali tidak membawa senjata api. Hanya mengenakan seragam tentara dan rompi anti peluru.

Dilansir VIVA Militer dari saluran eksklusif militer Ukraina, Kamis 24 Maret 2022, walau berperang dengan tangan kosong. Tapi, Alexander selalu berada di garis depan pertempuran.

Menlu Inggris Blak-blakan Sebut Israel sebagai Kekuatan Penjajah

Memang cukup aneh rasanya jika ada seorang tentara ikut perang tapi tidak membawa senjata api. Namun itulah yang terjadi pad diri pri berperawakan tinggi besar itu.

Menurut Alexander, dalam sebuah pertempuran memang dirinya tidak bertugas untuk menembak musuh. Tapi memberikan dorongan moril keagamaan. Jadi saat berada di garis depan perang, dia memanjatkan doa kepada rekan-rekannya yang sedang bertempur

"Jadi di suatu tempat di markas saya tidak duduk, tetapi terus-menerus pergi ke posisi pertempuran. Di garis depan, saya hanya berkomunikasi dengan para pembela Ukraina, mencoba mendukung mereka dengan segala cara yang mungkin, dan seterusnya," kata Alexander.

Tak cuma berdoa dan memberikan dorongan motivasi, tapi di kala senggang, Alexander yang disebut sebagai pastor militer itu, kerap menghibur dengan lelucon dan candaannya.

Yang menarik dari sosok Alexander, dia selalu mengingatkan tentara Ukraina untuk tidak berlaku keji terhadap lawan, walaupun berbeda agama. Toleransi antar pemeluk agama dalam perang harus tetap dijunjung tinggi.

"Hal utama adalah bahwa seseorang percaya pada sesuatu dengan segenap jiwanya. Ada kesamaan dalam setiap agama yang membuat banyak orang berharap akan sesuatu. Itulah sebabnya saya selalu membangun komunikasi saya dengan orang-orang yang tidak percaya di atas dasar iman. Juga, dalam kutbah saya, saya selalu mendorong orang Kristen untuk toleran terhadap pemeluk agama lain. Lagi pula, terutama dalam perang, perlu untuk bertindak sebagai satu tim dan tidak mencari perbedaan di antara para pejuang," kata Alexander.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya