Erdogan Ngotot Perang, Turki Dituduh Mau Rampas Pulau-pulau Yunani

VIVA Militer: Turkey President.
Sumber :
  • Erdogan

VIVA – Ternyata ketegangan yang terjadi di Laut Mediterania timur sangat menarik minat para pengamat keamanan dunia, untuk mengungkap penyebab sebenarnya.

Antisipasi Bencana Nasional, Pangkogabwilhan II Cek Kesiapan Pasukan PRCPB Yonzipur 10 Kostrad

Salah satu pengamat keamanan dunia yang tertarik atas konflik yang melibatkan Turki dan Yunani itu ialah, Leila Hamedani.

Menurut Hamedani dilansir VIVA Militer dari BM Military, Minggu 20 September 2020, tak mudah mengetahui penyebab dari konflik ini. Apalagi bagi mereka yang cepat menarik kesimpulan tanpa menelusuri berbagai faktor di balik konflik itu.

4 Kapal Perang Terlibat Dalam Latma Helang Laut Antara TNI AL dan Royal Brunei Navy di Laut Jawa

Baginya, dari kajiannya, konflik yang terjadi di Laut Mediterania timur bukan semata karena hak atas wilayah maritim serta kandungan energi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.

"Ketegangan akan terus meningkat antara Turki dan Yunani. Ini adalah kelanjutan dari kontroversi yang sedang berlangsung, tuduhan kekejaman sejarah dan argumen, tetapi bukan tentang hak atas energi," kata dia.

Anggota Kongres Sebut AS Sudah Bantu Israel Senilai Rp286 Triliun dalam Bentuk Senjata

Hal senada juga diutarakan pakar keamanan Timur Tengah, Emile Hokayem. Menurutnya, ada tujuan lain yang sedang diincar Turki, khusus Presiden Recep Tayyip Erdogan selain tentang sumber minyak dan gas di laut itu.

Dari kacamata Hokayem, seperti Erdogan ingin menguasai pulau-pulau kecil yang saat ini berada di bawah kedaulatan teritorial Yunani.

"Petualangan Erdogan di Mediterania Timur mungkin memiliki tujuan yang berbeda dari apa yang tampaknya dilihat semua orang, dan ini menyangkut pulau-pulau Yunani," kata Hokayem.

Untuk diketahui, Yunani dengan dukungan hukum internasional selama ini secara resmi dinyatakan sebagai pemilik ratusan pulau di wilayah Aegean di Mediterania timur. Bahkan melalui Perjanjian Paris 1947, Yunani memperluas wilayah maritimnya hingga ke dekat pantai Asia Kecil.

Sementara Turki menilai ada yang salah dalam menterjemahkan hukum internasional dan Turki yakin Yunani telah melanggar hak-hak negara bulan sabit merah yang tertuang dalam Perjanjian Paris 1947 tersebut.

Hokayem berpendapat, atas dasar itulah kini Turki berusaha mewujudkan rencana besar mereka di masa depan dengan mengerahkan kekuatan militer ke Laut Mediterania timur.

Ketegangan di Mediterania timur mulai terjadi pada Juli 2020, berawal dari keputusan Turki untuk melakukan eksplorasi survei seismik yang digagas Stasiun Antalya Navtex di selatan dan timur Pulau Kastellorizo Yunani.

Kegiatan Turki itu membuat Yunani meradang, dan mereka memprotes tindakan itu. Ketika itu Turki sepakat menunda survei. Namun, pada Agustus 2020, Yunani dan Mesir secara sepihak menyepakati perjanjian batas wilayah di Laut Mediterania timur.

Turki marah besar dengan kesepakatan itu, dan Erdogan memutuskan untuk melanjutkan kegiatan survei. Tak hanya itu saja, Turki menarik semua armada perang yang sedang memperkuat NATO di Laut Hitam. Armada perang itu dikerahkan ke Laut Mediterania timur untuk mengawal kegiatan survei seismik yang dilakukan menggunakan Kapal Oruc Reis.

Tak hanya itu saja, Turki juga menggelar operasi militer bersandi NAVTEX di perairan Laut Mediterania. Dan operasi ini beberapa kali diperpanjang.

Bahkan tak hanya sampai di situ. Erdogan ngotot menyatakan siap perang jika Yunani memang menginginkannya. Apalagi ketika beberapa negara, seperti Uni Emirat Arab, Prancis hingga Jerman menyatakan mendukung Yunani berperang lawan Turki.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya