Konflik Turki-Yunani, Mimpi Buruk NATO dan Pematik Perang Dunia III

VIVA Militer: Ilustrasi konflik Turki-Yunani
Sumber :
  • SouthFront

VIVA – Situasi Laut Mediterania semakin memanas, menyusul konflik sengketa wilayah yang melibatkan Turki dan Yunani. Perseteruan kedua negara semakin rumit, lantaran Turki dan Yunani sama-sama negara anggota Pakta Atlatik Utara (NATO). Kemungkinan konflik horizontal bisa jadi mimpi buruk bagi NATO.

Erdogan Benarkan Turki Tutup Wilayah Udaranya untuk Pesawat Presiden Israel

VIVA Militer dalam sejumlah berita melaporkan perkembangan seputar konflik wilayah antara Turki dan Yunani. Mulai dari latihan tempur bertajuk NAVTEX 2020 hingga Operasi Badai Mediterania yang digelar Angkatan Bersenjata Turki (TSK), hingga pengerahan kapal induk bertenaga nuklir Charles de Gaulle yang dikirim Prancis untuk mendukung Yunani.

Turki di bawah komando Presiden Recep Tayyip Erdogan, sama sekali tak menunjukkan kekhawatiran. Meskipun, Yunani mendapat dukungan tak hanya dari Prancis. Tetapi, dari Italia dan sejumlah negara-negara Uni Eropa (UE). 

Aset Tanah Murah di AS Milik Andika Perkasa Jadi Perbincangan di Medsos

Erdogan yang didukung penuh oleh para perwira tinggi militer Turki, dengan tegas menyatakan bakal melakukan langkah apapun untuk mempertahankan kedaulatannya. Tak terkecuali untuk menghadapi perang melawan Yunani, Prancis, dan Italia, sebagai skenario terburuk.

VIVA Militer: Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan

Dubes AS soal Kunjungan Prabowo ke Washington: Perkuat Komitmen Kemitraan Strategis

"Turki akan mengambil haknya di Mediterania, Laut Aegea dan Laut Hitam juga. Dan sama seperti Kami tidak mengingini tanah, kedaulatan dan kepentingan orang lain, kami tidak akan mentolerir mereka yang menargetkan tanah kami. Dan kedaulatan kami," ujar Erdogan dikutip VIVA Militer dari Ahval News.

"Kami bertekad untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk ini di tingkat politik, ekonomi, dan militer. Kami ingin semua orang menyadari bahwa Turki bukan lagi negara yang menguji ketegasan, kemampuan, dan keberaniannya," katanya.

Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Menteri Pertahanan Turki, Jenderal Hulusi Akar. Akar juga memberikan respons keras terhadap sejumlah langkah yang diambil Yunani dan Prancis. Akar menyebut sikap anti-Turki yang diserukan Yunani dan Prancis adalah tindakan provokasi, dan hanya akan membuat ketegangan terus meningkat.

"Untuk meredakan ketegangan, beberapa orang hanya perlu diam. Mereka tidak pelu melakukan apa-apa," ucap Akar dikutip VIVA Militer dari Orthodox Times.

VIVA Militer: Kyriakos Mitsotakis (kiri) dan Emmanuel Macron (kanan)

"Presiden Prancis, Emmanuel Macron, telah berulang kali berbicara mendukung Yunani dan menentang tindakan ilegal Ankara di (Laut) Mediterania Timur. Mereka juga menyerukan UE untuk melakukan hal yang sama dengan suara bulat," katanya.

Bukan cuma Prancis, Italia, dan sejumlah negara Uni Eropa yang khawatir dengan situasi di Laut Mediterania. Amerika Serikat (AS) juga punya pandangan yang sama. 

Menurut laporan yang diperoleh VIVA Militer dari The National Interest, Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Barat ternyata sudah lama menyimpan kekhawatiran jika konflik bersenjata antara Turki dan Yunani benar-benar terjadi.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, telah membuat pernyataan bahwa pihaknya sangat prihatin dengan situasi di Laut Mediterania.

VIVA Militer: Kapal perang Turki mengawal ketat kapal seismik Oruc Reis.

Amerika yang merupakan salah satu anggota NATO, memandang jika asumsi serangan kolektif terhadap Turki sebagai hukuman akibat menyerang Yunani takkan bisa dilakukan. Hal ini tercantum dalam Pasal 5 NATO, yang menyatakan serangan terhadap kepada anggota aliansi dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota.

Akan tetapi, negara-negara anggota NATO dipastikan takkan bisa melancarkan serangan terhadap Turki. Pasalnya, Turki juga adalah salah satu anggota NATO yang sudah bergabung sejak 1952 silam.

Menurut laporan media Yunani, Ekathimerini, yang dikutip VIVA Militer, sikap NATO dalam penyelesaian konflik antara Yunani dengan Turki baru sebatas himbauan jalur diplomasi. Hal itu dinyatkan langsung oleh Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, 4 September 2020 lalu.

Konflik sengketa wilayah antara Turki dan Yunani, diprediksi bisa menjadi salah satu pematik terjadinya Perang Dunia III. Sebab, masalah ini menyeret sejumlah negara untuk melakukan intervensi. Konflik Turki-Yunani juga berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan China di Laut China Selatan. Dalam konflik itu, terdapat juga negara-negara yang sama yang juga terlibat dalam konflik Turki-Yunani.

Baca juga: Jenderal Malik Sadarkan Tentara India, Diplomasi Cuma Tipu Daya China

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya