Yunani Ancam Perang, Turki Gelar Operasi Militer Badai Mediterania

VIVA Militer: Kapal perang Turki menuju Laut Mediterania.
Sumber :

VIVA Turki benar-benar mau membuktikan bahwa mereka sudah siap berperang mempertahankan kedaulatan wilayah maritim di Laut Mediterania timur.

Erdogan: Hampir 50.000 Saudara Kita di Palestina Mati Sudah Menjadi Syahid

Terbukti, dalam situasi yang mencekam karena terancam pecah perang melawan Yunani dan negara-negara sekutunya. Turki dengan keberaniannya menggelar operasi latihan perang besar-besaran di Laut Mediterania timur.

Tak tanggung-tanggung, dalam operasi yang diberi sandi Operasi Badai Mediterania Kapten Martir Cengiz Topel 2020, Turki akan mengerahkan armada perang dari seluruh matra yang ada di dalam tubuh angkatan bersenjata negeri bulan sabit merah.

Innalillahi, Prajurit TNI Crew Helikopter Caracal Gugur di Hutan Papua

Kementerian Pertahanan Turki, dalam siaran resminya yang dilansir VIVA Militer, Sabtu 5 September 2020, telah mengumumkan bahwa Operasi Badai Mediterania akan digelar mulai besok, Minggu 6 September 2020 dan berakhir pada 10 September 2020.

Operasi Badai Mediterania akan dilakukan oleh Komando Pasukan Perdamaian Turki Siprus dan Komando Pasukan Keamanan Republik Turki Siprus Utara di wilayah Republik Turki Siprus Utara.

Gempa dan Gunung Meletus Mengancam, Pasukan Reaksi Cepat Brigjen TNI Nunes Siaga Penuh

Dalam operasi itu, Turki akan mengerahkan jet-jet tempur dengan melibatkan elemen penerbangan hitam. Tak cuma latihan perang, tapi dalam operasi itu juga akan dilangsungkan latihan operasi pencarian dan penyelamatan gabungan.

Untuk diketahui Republik Turki Siprus Utara (TRNC) merupakan sebuah negara kecil pecahan dari Siprus. Negara ini secara resmi belum diakui dunia. Cuma Turki saja yang mengakui kemerdekaannya. Dan diakui Turki sebagai salah satu negara yang memiliki hak kedaulatan di Laut Mediterania.

Sementara saat ini situasi di wilayah konflik maritim antara Turki dan Yunani terus mencekam. Apalagi Yunani saat ini dengan nekat juga menggelar latihan perang bersama negara sekutunya. Yang terbaru Uni Emirat Arab mengerahkan pesawat tempur F-16 untuk menopang kekuatan udara negeri para dewa.

Selain UEA, ada Prancis yang telah mengeluarkan ancaman perang kepada Turki dan akan mengerahkan armada perang laut besar-besaran ke perairan tersebut untuk mendukung militer Yunani.

Tak tanggung-tanggung, Prancis berencana mengirimkan kapal induk nuklir andalannya, Charles de Gaulle dan serombongan kapal perang lainnya lengkap dengan jet-jet tempur dan helikopter serbu.

Kapal induk bertenaga nuklir terbesar di Eropa Barat itu disebutkan akan diberangkatkan dari Pelabuhan Toulon. Digambarkan rombongan pasukan militer Prancis itu bergerak dalam posisi siap tempur.

Pengerahan pasukan Angkatan Laut Prancis ke Mediterania timur dipicu ancaman perang yang dilontarkan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan kepada Prancis dan Yunani.

Erdogan telah menyatakan siap menumpahkan darah dan berkorban nyawa untuk mempertahankan hak kedaulatan wilayah maritim di Laut Mediterania timur.

Erdogan bahkan dengan tegas menyatakan tak takut berperang melawan negara manapun di Mediterania timur termasuk Yunani dan Prancis yang bersekutu.

Sementara itu, saat ini di Laut Mediterania timur, Turki juga masih menggelar latihan perang besar-besaran yang digelar Angkatan Laut Turki, latihan perang bersandi dalam sebuah operasi bernama Navtex. Operasi ini baru saja diperpanjang hingga 11 September 2020.

Prancis sebenarnya bukan pihak langsung yang terlibat dalam sengketa maritim di Laut Mediterania timur. Yang bersengketa sebenarnya Turki dan Yunani. Hanya saja Prancis menilai Turki bersalah dengan melakukan kegiatan seismik di perairan itu. Malah Prancis mengirimkan jet tempur ke Yunani untuk membantu memerangi Turki.

Situasi di Laut Mediterania timur memanas setelah Turki memindahkan pasukannya dari Laut Hitam ke perairan itu. Pemicunya, Turki marah besar atas perjanjian batas maritim yang secara sepihak disepakati Yunani dan Mesir.

Turki tak terima dengan hasil kesepakatan dalam perjanjian yang dibuat Yunani dan Mesir. Sebab, sebelum ada perjanjian itu, Turki sempat meredakan ketegangan di Mediterania dengan menunda eksplorasi survei seismik yang digagas Stasiun Antalya Navtex di selatan dan timur Pulau Kastellorizo Yunani.

Turki menunda semua aktivitas seismik untuk menghargai penolakan yang dilayangkan Yunani terkati Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Namun setelah Yunani dan Mesir menandatangani perjanjian ZEE, Turki juga nekat melanjutkan survei dengan kembali melayarkan Kapal Oruc Reis dengan dikawal kapal-kapal perang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya