Tentara Rusia Mau Masuk Mediterania, NATO Ketar-Ketir

VIVA Militer: Kapal selam Angkatan Laut Rusia
Sumber :
  • The National Interest

VIVA – Pemerintah Turki kemarin secara resmi telah mengumumkan rencana latihan militer gabungan Angkatan Laut Rusia dan Turki di Laut Mediterania Timur. Latihan militer koalisi Turki dan Rusia di Mediterania timur itu rencananya akan dilakukan pada tanggal  17 - 25 September 2020 di dekat lokasi kapal penelitian Turki, Oruc Reis beroperasi. 

Bule Rusia Dideportasi, Overstay hingga Tak Bayar Tagihan RS Rp 33 Juta di Bali

Kabar itu tentu saja telah membuat kaget negara-negara Uni Eropa dan NATO. Pasalnya, masuknya Angkatan Laut Rusia di Mediterania timur bersamaan dengan meningkatnya ketegangan antara Turki dan Yunani yang didukung Prancis dan beberapa negara Uni Eropa lainnya. 

Itu berarti rencana latihan militer yang akan dilakukan oleh koalisi Turki-Rusia di Mediterania timur itu sangat berpotensi menyebabkan resiko bentrok dengan Yunani yang didukung oleh Angkatan Laut Prancis.

Indonesia di Atas AS dan Rusia dalam Hal Ini

VIVA Militer: Kapal perang Angkatan Laut Yunani.

Informasi yang dihimpun VIVA Militer dari Ekathimerini, Jum'at, 4 September 2020, NATO sangat khawatir mendengar rencana pergerakan militer Rusia ke arah Mediterania Timur itu. Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg pun mendorong Turki untuk lebih mengedepankan upaya diplomasi untuk menurunkan ketegangan dengan Yunani di perairan Mediterania. 

Antisipasi Bencana Nasional, Pangkogabwilhan II Cek Kesiapan Pasukan PRCPB Yonzipur 10 Kostrad

Menurutnya, ketegangan antar dua negara bertikai itu hanya dapat diselesaikan dengan serangkaian pertemuan teknis militer antara kedua negara.

Dalam kesempatan berbeda, Mantan Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu juga mengatakan, pergerakan besar-besaran kekuatan militer Turki di Mediterania saat ini sangat beresiko bagi negara tetangganya, Yunani dan negara-negara Uni Eropa lainnya.

VIVA Militer: Armada tempur Angkatan Laut Turki di Laut Mediterania

Dia juga mengkritik langkah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan yang saat ini lebih memilih jalur pengerahan kekuatan militer daripada diplomasi. Menurut Davutoglu, pengerahan militer yang dilakukan secara simultan ini dapat menyebabkan peperangan besar di perairan Mediterania.

"Setiap saat krisis dapat meletus dan meningkat. Mari kita bicarakan masalah ini dan berbagi semua pandangan. Semua harus duduk bersama untuk membahas semua masalah dan menurunkan ketegangan," kata Davutoglu.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Turki menyambut baik usulan NATO tersebut. Dia menegaskan, Turki akan siap berdialog dengan Yunani asalkan tanpa prasyarat apapun demi menemukan solusi yang didasari dengan prinsip keadilan.

"Pertemuan-pertemuan yang fokus pada de-konflik ini memang terkait dengan pengaturan yang telah dibahas sebelumnya pada level bilateral antara otoritas militer kedua negara. Mereka tidak terkait dengan masalah bilateral yang belum menjawab antara Turki dan Yunani," kata Kementerian Luar Negeri Turki. 

Baca juga : Tentara Rusia Mau Masuk Mediterania, Yunani dan Prancis Terancam

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya