Amerika Terbitkan Data Mengerikan Kekuatan Rudal Nuklir China

VIVA Militer: Rudal balistik China.
Sumber :
  • Chinese Military

VIVA – Sebuah kabar mengerikan data dari Pentagon. Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD) merilis data tentang adanya peningkatan jumlah rudal berhulu ledak nuklir yang dimiliki militer China.

Data tentang jumlah rudal berhulu ledak nuklir itu tertuang dalam laporan tahunan Dod kepada kongres.

Dalam siaran resmi DoD yang didapatkan VIVA Militer, Kamis 3 September 2020, disebutkan bahwa China telah meningkatkan jumlah hulu ledak nuklirnya dua kali lipat dari jumlah sebelumnya.

"Rudal balistik dan jelajah konvensional berbasis darat: RRT memiliki lebih dari 1.250 rudal balistik yang diluncurkan dari darat (GLBM) dan rudal jelajah yang diluncurkan dari darat (GLCM) ) dengan jarak antara 500 dan 5.500 kilometer. Amerika Serikat saat ini mengirimkan satu jenis GLBM konvensional dengan jangkauan 70 hingga 300 kilometer dan tanpa GLCM," tulis DoD dalam laporan tahunan itu.

DoD menyebutkan, China memang sedang berusaha menjadi raja kekuatan militer terbesar dunia. China disebutkan menargetkan menguasai militer dunia pada pertengahan abad ini atau pada tahun 2049.

DoD mengklaim, laporan data militer China rutin dilaporkan pada kongres setiap tahun dan kegiatan sudah berlangsung selama 20 tahun.

Namun, China menuduh Amerika Serikat telah membohongi dunia terkait laporan DoD itu. Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, DoD telah menyiarkan data jumlah hulu ledak nuklir China yang sangat bias dan tak sesuai kenyataan.

Namun, Hua Chunying tidak menjelaskan secara detail, data jumlah hulu ledak nuklir yang sebenarnya.

Risiko Gabung BRICS: RI Perlu Waspadai Respons Trump dan Potensi Perang Dagang

Laporan kali ini diterbitkan di tengah situasi Laut China Selatan yang sedang genting. China kini berada dalam ancaman perang beberapa negara sekaligus. Seperti Jepang, Taiwan, India dan Amerika Serikat.

Dan yang lebih anehnya, laporan ini diterbitkan saat Amerika berusaha memaksa China untuk ikut dalam pembahasan tentang Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START). Perjanjian ini sebenarnya hanya dilakukan oleh Amerika dan Rusia saja dan kesepakatan bilateral terakhir yang membatasi persenjataan nuklir kedua negara yang akan berakhir pada Februari 2021.

Pastikan Program Prabowo Berjalan Lancar, Menkopolkam Tinjau Langsung Makan Bergizi Gratis

China sudah dengan tegas menyatakan tak mau terlibat dalam perjanjian itu, karena jumlah persenjataan nuklir Amerika 20 kali banyaknya dari yang dimiliki China.

VIVA Militer: Prajurit Satgas Yonif 512/QY jadi guru di daerah perbatasan Papua

Pasukan Semut Hitam TNI AD 'Serbu' SD di Daerah Perbatasan Papua

Selain tugas operasi di perbatasan, prajurit Satgas 512/QY itu juga mengajar untuk siswa SD di daerah terpencil Papua

img_title
VIVA.co.id
8 Januari 2025