Sistem Militer Bobrok, Taiwan Bisa dengan Mudah Dihabisi China
- Voice of America
VIVA – Di saat Republik Rakyat China (RRC) meningkatkan aktivitas militernya di seberang Selat Taiwan, armada militer Republik China (Taiwan), justru terbukti berada dalam krisis. Angkatan Bersenjata Republik China (ROC Armed Forces) diduga mengalami kekurangan pasokan dari pemerintah Taiwan.
Dalam berita VIVA Militer sebelumnya, seorang perwira muda, Letnan Huang Zhi-je, ditemukan tewas gantung diri di markas Brigade Infanteri Mekanis ke-269 militer Taiwan, 16 April 2020 lalu. Ada dugaan Huang memilih mengkahiri hidupnya karena tekanan dari atasan, untuk membeli sejumlah peralatan dan suku cadang kendaraan tempur dengan uang sendiri.
Laporan itu diperoleh VIVA Militer dari Foreign Policy, yang juga menyebut bahwa Huang pernah mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri untuk membeli sejumlah peralatan, dan menutupi kekurangan pasokan ke markasnya.
Brigade Infanteri Mekanis ke-269 hanyalah satu contoh sekaligus bukti bobroknya sistem militer Taiwan. Brigade ini adalah sebuah formasi tempur utama, yang ditempatkan secara strategis di sekitar kota Taoyuan, Taiwan bagian utara.
Secara teknis, jika pasukan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) melancarkan serangan dan sudah mencapai ibukota Taipei, maka brigade ini lah yang akan bertempur menghentikannya. Akan tetapi, dengan kondisi material yang buruk, Brigade Infanteri Mekanis ke-269 militer Taiwan dipastikan bakal dengan mudah dihancurkan oleh pasukan China.
Dugaan bobroknya sistem militer Taiwan diperkuat oleh pernyataan perwira purnawirawan Angkatan Laut Taiwan, Kapten Chang Han-ching. Diungkap Chang, sejumlah politisi yang duduk di pemerintahan menginginkan pemotongan ukuran militer, bahkan menghilangkan wajib militer.
Tak tanggung, dari yang tadinya memiliki kekuatan 500 ribu personel, dipangkas menjadi kurang dari 200 personel. Pemangkasan kekuatan personel ini bahkan dilakukan oleh Kantor Staf Umum Operasi dan Perencanaan Kementerian Pertahanan Taiwan.
"Menurut para jenderal militer, politisi ingin memperkecil ukuran militer, mempersingkat, dan pada akhirnya menghapus wajib militer," ucap Chang.
"Mengingat meningkatnya ancaman dari China, pemotongan unit tempur tidak mungkin dilakukan. Lalu coba tebak, di mana mereka melakukan pemotongan" Ya, logistik, dalam semua hal. Seolah meninggalkan unit tempur tanpa dukungan akan ada gunanya," katanya.
Pernyataan Chang membuktikan bahwa militer Taiwan menghadapi kekurangan jumlah pasukan yang serius, di tengah ancaman serangan pasukan China. Selain itu, sistem cadangan dan sejumlah peralatan dan kendaraan tempur juga sudah tidak berfungsi.
Kematian Huang dan apa yang diucapkan Chang, justru berbanding terbalik dengan pembelian rudal anti-kapal dan pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dari Amerika Serikat (AS). Dalam berita sebelumnya, Taiwan secara resmi mengonfirmasi pembelian rudal anti-kapal, dan 156 unit jet tempur F-16.
Khusus untuk pemesanan 66 unit jet tempur F-16 pada 2019, pemerintah Taiwan mampu menggelontorkan dana sebesar US$62 miliar, atau setara dengan Rp51,9 triliun.