Sepak Terjang Jenderal Terganas Amerika Lawan Panglima Pahlawan China

VIVA Militer: Jenderal Li Zuocheng (kiri) dan Jenderal Mark Milley
Sumber :
  • Business Insider

VIVA – Tak perlu disangsikan lagi bagaimana kekuatan armada militer Amerika Serikat (AS), yang hingga saat ini dianggap yang terkuat di dunia. Sementara itu, China secara mendadak muncul sebagai kekuatan baru yang tak bisa dianggap remeh. Seiring dengan ketegangan kedua negara, panglima militer AS dan China dipaksa berpikir keras menghadapi situasi ini.

Presiden China Xi Jinping: Solusi Dua-Negara Fundamental untuk Perdamaian Palestina

Soal peta kekuatan, dalam data yang dikutip VIVA Militer Global Firepower saat ini Angkatan Bersenjata AS (US Armed Forces) masih menduduki posisi teratas dengan Indeks Kekuatan (Power Index) 0,06006.

Punya pasukan sebanyak 2,26 juta personel, bukan tugas mengelola kekuatan militer Amerika. Apalagi, armada militer AS adalah salah satu yang memiliki alat utama sistem persenjataan tercanggih di dunia. Adalah Jenderal Mark Alexander Milley yang saat ini menduduki posisi Panglima Angkatan Bersenjata Negeri Paman Sam.

China: Kegagalan Gencatan Senjata di Gaza Akar Penyebab Kekacauan di Timur Tengah

Melihat pengalamannya sebagai prajurit, Milley yang saat ini berusia 62 tahun punya banyak pengalaman. Baik dalam fungsi manajerial maupun perannya dalam pertempuran.

VIVA Militer: Panglima militer Amerika Serikat (AS), Jenderal Mark Milley

Rudal Misterius Hantam Pangkalan Tempur Amerika

Menurut data yang dikutip VIVA Militer dari situs resmi Angkatan Bersenjata AS, Milley tercatat pernah ikut dalam sejumlah operasi dan pertempuran. Invasi Ameria ke Panama pada 1989, atau yang lebih dikenal dengan nama Operation Just Cause adalah misi pertama yang dihadapi Milley. 

Setelah itu, Milley masuk dalam tim yang dikirim AS dalam Operasi Uphold Democracy di Haiti antara 1994 hingga 1995. Misi di Haiti rampung, Milley kemudian terbang ke Eropa saat konflik di Bosnia-Herzegovina pecah, periode 1995-1996. 

Dari seluruh misi yang dijalankan Milley, Perang Irak dan Perang Afghanistan jadi yang terpenting. Sepanjang pertempuran yang diikutinya, Milley punya pandangan tersendiri terhadap perang. Meski dididik untuk melakoni pertempuran, Milley beranggapan bahwa para pemimpin militer di seluruh negara punya logika yang baik dalam setiap pengambilan keputusan.

"Perang mengambil nyawanya sendiri. Perang lebih sering berliku daripada tidak. Perang jauh lebih lama, jauh lebih mahal, jauh lebih berdarah, dan jauh lebih mengerikan daripada yang diperkirakan siapa pun pada awalnya," ujar Milley dikutip VIVA Militer dari Business Insider.

VIVA Militer: Panglima militer China, Jenderal Li Zuocheng

"Sangat penting agar para pembuat keputusan menilai penggunaan kekuatan dan penerapan logika yang telah kami pelajari selama bertahun-tahun. Perang harus selalu menjadi pilihan terakhir," katanya.

Di kubu lain, pengalaman perang juga dimiliki oleh Jenderal Li Zuocheng, Panglima Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Dengan kekuatan personel mencapai 2,69 juta personel, Li juga punya pengalaman dalam peperangan. Lebih senior dari Milley, Li lebih dulu menghadapi pertempuran yakni Perang Sino-Vietnam yang meletus pada 1979.

Tak banyak data yang mengisahkan Li saat turun ke perbatasan China-Vietnam lebih dari 41 tahun lalu. Hanya saja, dalam laporan Global Times yang dikutip VIVA Militer, Li pernah terluka parah akibat perang. Akan tetapi, Li berhasil selamat dan bahkan dianugerahi gelar sebagai "Pahlawan Perang".

Sama-sama berasal dari matra darat, Milley dan Li sama-sama pernah menjadi orang nomor satu di kesatuannya. Li menduduki posisi Komandan Angkatan Darat Tentara Pembebasan Rakyat China (PLAGF), sementara Milley sempat juga jadi Kepala Staf Angkatan Darat AS (US Army).

VIVA Militer: Jenderal Mark Milley (kiri) dan Jenderal Li Zuocheng (kanan)

Akan tetapi, hanya di Perang Sino-Vietam saja Li ikut merasakan pertempuran. Sebab jika melihat pengalaman tempur, jelas Milley punya lebih banyak dibanding Li. Dengan segudang pengalamannya, Milley dan Li saat ini harus saling berhadapan seiring memanasnya hubungan Amerika dan China. 

BACA: Perang Saudara China-Taiwan Tinggal Hitungan Hari?

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya