Pasukan Militer Mesir Masuk Perbatasan Libya, Siap Perang Lawan Turki
VIVA – Kekesalan Mesir terhadap Turki terkait dengan ditolaknya usulan gencatan senjata antara pasukan Tentara Nasional Libya pimpinan Marsekal Khalifa Haftar dan tentara Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) di Libya berbuntut panjang. Mesir sepertinya berencana akan membuat perhitungan dengan Turki di Libya dalam waktu dekat ini.
Sejak pekan lalu, Angkatan Bersenjata Mesir sudah mulai meringsek masuk ke wilayah perbatasan Libya. Mereka melakukan latihan militer di dekat perbatasan Libya untuk menunjukkan kekuatan militer 'Singa Gurun Pasir' kepada pemerintahan Turki.
Juru bicara militer Mesir mengatakan, latihan militer di dekat perbatasan Libya dengan mengerahkan kekuatan Angkatan Udara dan Angkatan Bersenjata Mesir. Latihan militer yang menggunakan sandi 'Resolve 2020' itu menargetkan tempat persembunyian atau markas para tentara bayaran yang dianggap sebagai musuh-musuh mereka.
"Angkatan bersenjata sedang melakukan latihan di wilayah strategis barat," kata juru bicara Mesir yang tidak menyebutkan namanya dikutip VIVA Militer dari Sputnik News, Kamis, 16 Juli 2020.
Jauh sebelum latihan militer, Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah Tripoli, Libya yang dipimpin oleh Perdana Menteri Fayez Al-Sarraj. El-Sisi mengatakan, pihaknya tidak akan membiarkan pengerahan pasukan militer GNA yang didukung Turki untuk merebut kota Sirte. El-Sisi pun menegaskan penyerangan yang dilakukan pasukan militer GNA yang didukung Turki ke Sirte adalah "garis merah" buat GNA dan Turki, dan Mesir pun tidak akan segan-segan untuk mengerahkan pasukan militernya ke Libya untuk memerangi GNA dan Turki.
Penyebab Kemarahan Mesir kepada Turki
Rencana Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi mengerahkan pasukan militernya untuk berhadapan dengan pasukan militer Recep Tayyip Erdogan di Libya bukan tanpa alasan. Sekitar awal bulan Juni lalu, pemerintah Mesir menawarkan usulan gencatan senjata di Libya kepada pemerintah Turki dan Perdana Menteri Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya, Fazzej al-Sarraj.
Usulan itu dilakukan setelah pemimpin nomer satu Singa LNA, Khalifa Haftar terbang ke Mesir untuk membahas perkembangan terkini di Libya setelah pasukan LNA menerima serangkaian serangan dari militer kesepakatan nasional (GNA) yang didukung oleh militer Turki. Khalifa Haftar meminta Mesir menjadi juru runding untuk menyelesaikan perang saudara yang terjadi sejak tewasnya pemimpin Libya, Muammar Khadafi tahun 2011 silam. Namun, tawaran Mesir itu tolak mentah-mentah oleh Turki.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyebut, ajakan gencatan senjata yang ditawarkan oleh Mesir itu hanya bertujuan untuk menyelamatkan komandan militer pembangkang, Khalifa Haftar yang sebentar lagi akan menerima kekalahan dari pasukan GNA dan Turki.
"Upaya gencatan senjata di Kairo masih mati. Jika gencatan senjata ditandatangani, itu harus dilakukan di sebuah platform yang menyatukan semua orang. Panggilan gencatan senjata untuk menyelamatkan Haftar tampaknya tidak tulus atau dapat dipercaya bagi kita," kata Cavusoglu.
Kemarahan Mesir kembali makin menjadi-jadi ketika mengetahui, penolakan usulan gencatan senjata dari Turki itu terjadi setelah Perdana Menteri Libya Fayez Al-Serraj bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Ankara. Mereka membahas tentang kerja sama eksplorasi minyak di laut Mediterania timur yang rencananya akan dimulai akhir tahun ini.
Dalam pertemua tersebut, Erdogan menegaskan akan mendukung pemerintahan Libya yang diakui oleh PBB, yaitu GNA untuk menghadapi pemberontak LNA pimpinan Khalifa Haftar yang didukung oleh Rusia, UEA, dan Mesir.
Baca : Perang Besar Bakal Pecah di Libya, Militer Mesir Bentrok Lawan Turki