Erdogan Sebut Rusia Sebagai 'Pemberontak' Libya
- Murat Cetinmuhurdar/Presidential Palace/Handout
VIVA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali menegaskan dukungan politiknya terhadap Pemerintahan Kesepakatan Nasional Libya (GNA) dalam menghadapi pemberontak Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin oleh Khalifa Haftar dan negara-negara pendukungnya, Rusia.Â
Dukungan itu dilontarkan langsung oleh Erdogan setelah orang nomer satu di Turki itu bertemu dengan Perdana Menteri GNA, Fayez al-Sarraj pada hari Kamis kemarin, 4Â Juni 2020 di Ankara.Â
Dalam kesempatan itu, Erdogan mengatakan akan meningkatkan dukungan militer kepada pemerintahan GNA Libya yang diakui secara internasional dalam memerangi pasukan Khalifa Haftar dan negara-negara pendukungnya. Bahkan, Erdogan menyebut Khalifa Haftar sebagai komandan militer yang membangkang dan sekutunya sebagai penghalang besar bagi perdamaian di negara yang dilanda perang.
"Sejarah akan menilai mereka yang menyebabkan pertumpahan darah dan air mata di Libya dengan mendukung Haftar sebagai pemberontak "putschist", kata Erdogan dikutip Viva Militer dari Al-Jazeera News, Jum'at, 5Â Juni 2020.
Menurut Erdogan, solusi untuk menyelesaikan krisis di Libya saat ini hanya dapat diselesaikan secara politis di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pernyataan keras Erdogan itu sebagai ultimatum terhadap pasukan Khalifa Haftar atau yang dikenal dengan sebutan Singa LNA dan Rusia untuk tunduk dan patuh terhadap Pemerintahan Kesepakatan Nasional (GNA).
Sementara itu, Perdana Menteri GNA, Fayyez al-Sarraj mengucapkan terima kasih kepada Turki atas "sikap bersejarah dan berani" di Libya. Al-Sarraj pun menegaskan, GNA akan terus melanjutkan perjuangannya sampai pasukan Haftar tersingkir.
Untuk diketahui, satu bulan terakhir ini perang antar pasukan GNA yang didukung Turki dan pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar yang didukung tentara bayaran Rusia hampir setiap hari terjadi. Terakhir, serangan besar-besaran oleh pasukan militer GNA yang didukung Turki dilakukan dua hari lalu. Serangan besar-besaran itu diarahkan ke sekitar Bandara Internasional Tripoli untuk merebut kembali bandara dari tangan pasukan Khalifa Haftar.  Â
Sebagaimana diketahui, perang saudara di Libya pecah pasca wafatnya Pemimpin Libya Muammar Gaddafi tahun 2011 silam. Masing-masing kelompok baik kelompok Tentara Nasional Libya (LNA) maupun GNA mengklaim bahwa mereka adalah pemerintahan yang sah dan diakui rakyat Libya saat ini. Konflik bersenjata antar kedua kelompok itu pun tak dapat dihindarkan. Pertempuran sengit mulai terjadi sejak tahun 2014 lalu antara LNA dan GNA.Â
Dan yang menarik, masing-masing kelompok bersenjata itu memiliki backup atau pendukung dari negara-negara lain. LNA didukung oleh Rusia, UAE, dan Mesir. Sementara, GNA didukung oleh Turki dan Itali. Hingga saat ini kedua kelompok itu masih terus melakukan invasi untuk memperebutkan pengaruh atas pemerintahan Ibukota Libya, Tripoli.