Siapkan Lulusan Kompetitif Lewat Kurikukulum Berbasis Kompetensi
VIVA – Indonesia memiliki potensi sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang maju. Hal ini didukung dengan jumlah populasi Indonesia terbesar ke-4 di dunia. Kendati demikian, pembangunan sumber daya manusia masih menjadi tantangan bagi pemerintah untuk dapat mendukung perekonomian nasional. Demikian disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir pada Sidang Pleno Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Indonesia (AFEBI) XIV di Hotel LePolonia , Medan (3/8).
Dalam kesempatan tersebut Nasir mengatakan untuk menjadi negara maju maka perkenomonian Indonesia harus berubah dari resources-based economy menjadi knowledge-based economy. Untuk itu Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) mempunyai peran penting untuk menyiapkan dan menguatkan kompetensi lulusan untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kita tidak bisa menyiapkan lulusan dengan sistem atau metode lama untuk merespon era revolusi industri 4.0. FEB penting untuk mengkaji lebih dalam agar para lulusan dapat merespons peluang dan tantangan revolusi industri 4.0,” pungkas Menteri yang juga pernah menjabat sebagai Ketua AFEBI tersebut.
Nasir menyebutkan beberapa hal yang perlu dilakukan FEB untuk menyiapkan tenaga kerja yang unggul dan relevan dengan kebutuhan industri sekarang yang telah berbasis pada teknologi. FEB Indonesia dapat mengadaptasi tren pengembangan kurikulum seperti critical thinking abilities, big data analytics, digital distruption and digital media, innovation, creativity and entrepeneurship, artifical intellegence and machine learning, science, technology, engineering and mathematics yang berfokus pada industri secara umum, serta pengembangan e-commerce dan fintech.
“Kecakapan soft skill menjadi sangat penting sekali untuk dikuasai lulusan pada perekonomian saat ini yang tidak bisa digantikan oleh robot. Soft skill seperti kerjasama, komunikasi, etika dalam bekerja, penampilan, empati, dan kecerdasan emosional itu penting untuk kesuksesan karir atau bisnis dibandingkan hasil akademik,” tutur Nasir.
Dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, menurut Nasir perguruan tinggi juga harus melibatkan industri sebagai end user. Pasalnya banyak dosen yang mengeluhkan mahasiswanya yang ditolak magang di industri atau tidak dapat mengimplementasikan kompetensinya di perusahaan saat magang.
“Industri sebenarnya banyak membutuhkan tenaga kerja. Namun skill yang mereka butuhkan tidak sesuai dengan yang selama ini diberikan oleh sistem pendidikan tinggi kita. Maka kita lakukan pembenahan kurikulum pembelajaran baik untuk akademik maupun politeknik,” ujar Nasir.
Selain itu untuk menghadapi era revolusi industri 4.0, mahasiswa dan dosen juga perlu mempelajari literasi baru seperti literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia. Meski akan ada kendala yang dihadapi nantinya, Nasir meyakinkan bahwa literasi baru ini akan membuat seseorang kompetitif di era ekonomi baru yang berbasis teknologi.
Hadir pula dalam Sidang Pleno AFEBI XIV Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti Intan Ahmad, Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Runtung Sitepu, Ketua Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah I Sumatera Utara Dian Armanto, pengurus AFEBI, dekan dan dosen FEB di seluruh Indonesia. (ristekdikti.go.id/)