Benchmark Menpar & Tim Danau Toba ke Xi Hu, Hangzhou (2)
- Istimewa
VIVA.co.id – Jangankan Presiden Joko Widodo, 20 kepala negara anggota G-20 lainnya juga terpesona oleh atraksi yang dikemas di danau Xi Hu, Hangzhou, Provinsi Zhejiang, Tiongkok, 4-5 September 2016 lalu. Termasuk Presiden Obama. Karena itu, kalau tiga Bupati dan satu Gubernur Sumut sampai kehilangan kata-kata.
Mereka betul-betul jatuh cinta dengan kemasan pertunjukan dan total suasana di danau itu.
Menteri Pariwisata Arief Yahya selalu menggunakan rumus 3A, Atraksi, Akses, Amenitas, untuk mengukur kesiapan destinasi pariwisata. Termasuk Danau Toba, Sumatera Utara, satu diantara 10 “Bali Baru” yang sedang getol dilakukan percepatan itu.
Saat mengajak tim Danau Supervolcano itu benchmark ke Xi Hu, Hangzhou, Provinsi Zhejiang, Tiongkok, mereka pun ‘memotret’ 3A. Seeing is believing! Tidak mudah membuat orang percaya, mereka butuh melihat dengan mata kepala sendiri.
Wajah empat pejabat di Sumatera Utara itu tampak optimis. Canda tawa mengisi sepanjang pedestrian Danau Barat atau West Lake itu. Mereka bisa membayangkan secara konkret, seperti apa yang dimaksud dengan destinasi yang World Class itu. Mereka merasakan sendiri, menginjak dengan kaki dan merasakan pedestrian yang dibangun bersih, rapi, terjaga, sampai-sampai hendak membuang putung rokok saja harus menemukan tong sampah dulu. Tidak asal lempar ke mana saja yang dianggap 'tidak dilihat orang.'
Mereka itu adalah Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, Bupati Toba Samosir Darwin Siagian, Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor, Bupati Samosir Rapidin Simbolon serta beberapa staf yang sedang berguru di Negeri Panda itu. Mereka makin menyadari penuh, 3A (Atraksi, Akses, Amenitas) adalah hal yang paling mendasar dalam pengembangan destinasi.
“Kalau soal potensi, Danau Toba jauh lebih hebat, lebih besar, lebih luas, lebih dalam, lebih jernih,” kata Gubernur Tengku Erry Nuradi di Hangzhou, Tiongkok.
Danau West Lake atau Xi Hu ini kedalaman hanya sekitar 5 meteran saja, luasanya juga terlalu kecil jika dibandingkan dengan Danau Toba. Tidak ada ombak besar seperti yang biasa dirasakan di Danau Toba. Keindahan alam Danau Toba jauh lebih unggul, ujar Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor.
“Apalagi kalau bisa dikemas optimal, menggabungkan keindahan alam dan kekayaan budaya, sekaligus dukungan infrastruktur, saya yakin Danau Toba akan melesat lebih dahsyat,” kata Bupati Samosir Rapidin Simbolon.
Apa Atraksi yang membuat Xi Hu menjadi danau kelas dunia? Pertama, sepanjang bibir danau keliling dibuat pedestrian atau tempat jalan kaki yang nyaman. Orang tua dan anak-anak yang harus menggunakan kursi roda atau stroller juga bisa menikmati dengan santai. Konstruksi bawahnya tatanan batu yang kuat dan mampu bertahan ratusan tahun. Jalan dibuat cukup lebar, bisa untuk berjalan berjajar lima orang sekaligus.
Kedua, pohon-pohon besar, rindang, ditata rapi, dan disorot beberapa lampu 1000 watt dari batang menuju ke arah daun. Sehingga kalau malam refleksi pantulan cahayanya menerangi jalan. Lighting tidak langsung menyorot ke bawah, ke arah jalan atau pedestrian. Tapi dibalik, memanfaatkan lebar daun (oak tree) memantulkan cahaya.
Ketiga, lampu-lampu penerangan jalan di sepanjang pedestrian didesain sama, ukuran sama, dan khas oriental. Juga taman-taman dibuat sangat indah sepanjang tepian danau. Mereka betul-betul menonjolkan keindahan landscape, bukan hanya danaunya sendiri, tetapi suasana di seputar danau yang nyaman dipandang mata.
Keempat, ada tour keliling danau dengan kapal pesiar besar yang didesain oriental, atap, pilar, langit-langit dibuat kayu bermotif ukir gaya Tiongkok. Ada yang ukuran besar, sedang dan kecil hanya berkapasitas 4 orang saja saja.
Mereka hanya berkeliling danau, mesin kapalnya menggunakan tenaga listrik sehingga tidak berisik dan tidak mengeluarkan polutan sama sekali.
Kelima, membuat story telling yang menarik dan melegenda, seperti halnya di Xi Hu berkisah soal Sam Pek Eng Tay, dan cerita Ular Putih. Kisah kasih tak sampai, yang menjadi cerita rakyat dan popular dari mulut ke mulut. Story line inilah salah satu yang menjadi daya dongkrak destinasi dan menjadi atraksi menarik.
Keenam, mereka punya si jaket orange, pasukan pemungut sampah yang terus mobile mengambil sampah sekecil apapun.
Tidak perlu menunggu sampah menumpuk di pojokan yang menciptakan pemandangan tak elok dan bau tak sedap. Pasukan itu dipersenjatai perlengkapan kebersihan, sapu, serokan, dan rajin menyusuri jalan berkeliling danau.
Ketujuh, atraksi Impression West Lake yang sudah diinisiasi sejak 2007 dan menjadi karya besar seniman Zhan Yimou. Inilah yang paling membuat tiga bupati dan satu gubernur itu shock dan ‘jatuh cinta’. Namanya: Impression West Lake. Pertunjukan yang menggabungkan unsur tradisional China, Klasik Eropa, panggung alan, outdoor, teknologi, berlatar danau dan bukit-bukit bercahaya dan seolah berjalan, menari dan berakai di atas air.
Anda wajib lihat! Inilah show yang sempar meruntuhkan hati Presiden Joko Widodo saat KTT G-20 pada 4-5 September lalu. Nyaris sempurna, sehingga waktu 60 menit terlalu cepat. Perasaan baru saja mulai, tiba-tiba sudah berada di ujung akhir pertunjukan. Sang sutradara dan koreografer benar-benar memaksimalkan detik demi detik dengan detail aksi yang menarik panca indra.
Begitu masuk di tribun penonton, yang dibuat nyaman dan posisi kaki rileks, bisa setengah selonjor, sandaran kursi tidak terlampau tegak seperti hendak take off dan landing di pesawat. Sudutnya dibuat nyaman untuk melihat dan menyaksikan sesuatu.
Penasaran berawal dari sini. Di depan kita adalah hamparan air tenang, di tepian danau Xi Hu yang luas. Seperti kolam raksasa, kira-kira seluas dua-tiga lapangan sepak bola.
Samping kiri kanan, pepohonan besar yang serba gelap. Di depan jauh ada jembatan di atasnya ada bangunan seperti joglo, bangunan tradisional China yang ujungnya selalu melengkung. Layer yang lebih jauh di balik jembatan itu adalah Danau Xi Hu dan paling jauh di ujung sana background gunung, yang topi atasnya berhias lampu-lampu keemasan. Mirip bukit emas yang ujung atasnya memantulkan kerlip cahaya.
Detik pertama, pemain musik tradisional Tiongkok memetik dawai. Begitu dawai dibunyikan, sekali petik lampu di hijau-kuning menyerupai daun dan bunga menghiasi banyak spot di atas permukaan air. Petikan kedua, pohon di kiri kanan menyala biru. Petikan ketiga, jembatan dan joglo Tiongkok di depan menyala merah dan kuning, warna khas Oriental.
Apa reaksi saat petikan demi petikan itu mengubah suasana pertunjukan? "Woooww," berkali-kali penonton spontan mengucapkan tiga huruf itu. Dan itu baru sentuhan pendahuluan, sepanjang pertunjukan selalu ada kombonasi antara art dalam lighting, gerak tari, musik dan suara, teknologi hologram, sampai permainan stage yang tersembunyi di bawah air.
Bukan hanya musik tradisi China, tapi juga dikombinasi dengan piano, karya-karyanya Bethoven, seriosa, tarian balet, khas Eropa dicampur aduk dengan gerak dan tari yang serasi. Ada audience yang kecantol di gerak tari, ada yang terbawa oleh musik klasik, ada yang terkesan dengan teknologi lighting, soundsystem, stage, sampai cara mengatur flow agar grafik emosi penonton bisa terbawa sampai di akhir pertunjukan.
Teknologi hologram juga membuat audience terkesima. Kok bisa? Seorang Ballerina berdansa sendiri, tiba-tiba di sampingnya ada foto copy-nya, persis. Sama bentuk, sama ukuran, dan sama gerakannya. Lalu tiba-tiba membelah diri lagi, jadi empat, jadi enam, jadi delapan, lalu hilang. Teknologinya sempurna mengelabuhi mata telanjang di jarak 20-an meter dari tribun.
Apa yang terjadi ketika pertunjukan usai? Para bupati, gubernur dan pejabat itu masih tertegun, termangu. Mereka sama-sama bingung, darimana Danau Toba dibangun menjadi seperti Xi Hu.
“Kami yakin, kami bisa!” kata Gubernur Tengku Erry semangat. (webtorial)