100.000 Homestay Jadi ‘Trending Topic’ di PBB
- VIVA.co.id/Suparman
VIVA.co.id – Tema yang paling heboh dalam pertemuan di markas UNWTO, Lembaga PBB bidang Pariwisata Madrid, Spanyol itu rupanya soal homestay. Dari tiga inisiatif Menpar Arief Yahya yang dikupas tuntas dari sisi strategi, Go Digital, Homestay, dan Sustainable Tourism Certification (STC) itu justru soal homestay yang mendapat respons serius. Terutama setelah mendengar paparan akan dibangun 100.000 homestay hingga 2019 dan akan dimulai 2017 di Indonesia.
"Apakah pemerintah ikut mengatur regulasi mereka? Bagaimana dengan pajak? Siapa yang menginspeksi? Bagaimana menjaga persaingan tetap sehat? Hati-hati dengan pelaku industri existing, yang sudah ada? Di banyak negara, menambah jumlah atau kapasitas kamar atau hunian di satu destinasi justru menaikkan tensi bisnisnya?" kata Taleb Rifai, Sekjen UNWTO mengingatkan.
Mr. Carlos Vogeler, Executive Director for Member Relations yang warga kenegaraan Spanyol juga memberi catatan. "Ini bertolak belakang dengan Go Digital yang dipresentasikan sebelumnya. Go digital itu sangay modern, maju, progresif dan menjemput pasar masa depan. Sedangkan Homestay itu lebih ke traditional market? Pasar masa lalu?" kata Carlos.
Lain lagi sorotan dari Mr Márcio Favilla, Executive Director for Operational Programmes and Institutional Relations yang berasal dari Brazil itu. "Homestay mungkin hanya cocok untuk domestic market, bukan untuk international market?" ujar Márcio yang pernah menjadi Walikota Brazil itu.
Cukup sengit serangan soal homestay yang dibawa Menpar Arief Yahya di forum PBB itu. Tetapi justru dari situ, mendapat semacam ‘early warning’ atau yang biasa disebut critical success factors yang bermanfaat. Yang sudah diantisipasi Arief Yahya adalah faktor budgeting, bagaimana menciptakan 100.000 homestay di 10 top destinasi wisata yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo. Dia menyebut ini sebagai sharing economy, membangun community based di sektor pariwisata. Melibatkan masyarakat untuk bekerjasama, mendapatkan benefit, menjaga ekosistem dan hospitality. Masyarakat juga bisa menghidupkan tradisi dan budaya yang akan menjadi atraksi baru.
Menpar menyebut, peran pemerintah adalah membantu permodalan. Yang biasanya bunga 12 persen, tapi di homestay cuma 5 persen, dengan masa tenor 20 tahun, dan uang muka 1 persen saja. Perbedaan dengan harga pasar itulah yang ditanggung pemerintah.
Pemerintah juga mewajibkan bentuk bangunan homestay menggunakan arsitektur nusantara. Setiap daerah akan berbeda, karena Indonesia itu luas, panjang, lebar, pulau-pulau, bersuku-suku, ini akan menjadi kekuatan atraksi tersendiri. 25 Oktober 2016 nanti akan diumumkan pemenang lomba desain arsitektur nusantara dengan rekor jumlah peserta 728 design.
"Kami ingin mengembalikan arsitektural tradisional yang khas dan saat ini sudah banyak yang hilang," kata Menpar Arief Yahya.
Jadi atmosfer kalau ke Borobudur, sudah terasa sejak belokan menuju ke Kota Mungkit, Magelang. Gapura batu-batu, pagar, pintu, bentuk atap, model rumah, dan sebagainya. "Bulan ini sudah akan ada pemenang-pemenang lomba desain homestay-nya," jelasnya.
10 destinasi prioritas akan didahulukan, tetapi daerah lain yang punya potensi dan membutuhkan homestay juga akan diakses. Ke-10 Bali Baru itu antara lain: Danau Toba Sumut, Tanjung Kelayang-Belitung, Tanjung Lesung-Banten, Kep Seribu Dan Kota Tua-Jakarta, Borobudur-Jawa Tengah, Bromo Tengger Semeru-Jawa Timur, Mandalika-Lombok NTB, Labuan Bajo NTB, Wakatobi-Sultra dan Morotai-Maltara.
Bagaimana dengan regulasi? Hospitality? Standart layanan dan quality control? "Kami mempersiapkan tim yang bekerja untuk itu di bawah Pokja Percepatan 10 Bali Baru. Tentu pemilik homestay akan dibekali pengetahuan, sampai ke pencatatan, laba rugi, keuangan yang sederhana. Soal SDM ada deputi Kelembagaan dan SDM, sampai 2019 akan mencetak 500 ribu tenaga kerja pariwisata baru untuk mempersiapkan target 20 juta wisman di 2019," ujarnya.
Â
Akhirnya Sekjen Taleb Rifai pun memahami dan percaya akan keseriusan Menpar Arief Yahya.
"Homestay juga bisa dikemas menjadi atraksi destinasi yang menarik. Saya percaya kedekatan dengan budaya lokal, tradisi masyarakat, kehangatan people to people relations, itu semua bisa menjadi atraksi pariwisata," kata Taleb.
Di ujung presentasi, Menpar Arief Yahya meminta kembali kr UNWTO untuk mengawal dan memfasilitasi pengembangan STO itu menjadi STC, sustainable tourism certification. Kemenpar bahkan sudah mengeluarkan Keputusan Menteri No 14/2016 tentang Pedoman Tujuan Wisata berkelanjutan. UNWTOÂ Â langsung setuju, karena itu adalah concern dunia.
Di markas UNWTO Madrid, delegasi Kemenpar RI yang mendampingi Menpar Arief Yahya adalah Yuli Mumpuni Widarso, Dubes RI untuk Spanyol yang juga perwakilan RI di UNWTO, Don Kardono, Stafsus Menpar Bidang Media, Giri Adnyani, Sesdep Pemasaran Mancanegara Kemenpar, Nia Niacaya, Asdep Pengembangan Pemasaran Wilayah Eropa Timur Tengah, Afrika dan Amerika, Ronald Pantun Mariso, Setmenpar dan Kurniawan, Staf KBRI Madrid. (webtorial)