Beralih Produksi dari Minuman Keras “Cap Tikus” ke Bio Etanol
- ANTVklik/Indonesia Press
VIVA – Desa Lowatag, Kecamatan Touluaan Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara memiliki kebun pohon aren yang begitu luas. Penduduk setempat pun memanfaatkan olahan air nira pohon aren sebagai sumber pendapatan utama rumah tangga mereka.
Air nira pohon aren yang menjadi bahan baku utama untuk memproduksi gula merah, juga digunakan penduduk untuk membuat minuman. Jenis minuman yang dimaksud adalah minuman beralkohol yang sempat diperdagangkan secara ilegal, yang dikenal dengan nama “Cap Tikus”.
Meski sudah merambah pasar internasional, tapi setelah melihat dampak negatif “Cap Tikus” yang menelan banyak korban jiwa, akhirnya sekelompok petani memberanikan diri beralih memproduksi Bio Etanol yang banyak dibutuhkan di dunia farmasi, yang juga berbahan dasar air nira.
Tahun 2016, warga yang memiliki usaha produksi miras berinisiatif membentuk kelompok tani dengan nama “Kelompok Tani Usaha Bersama” yang beranggotakan 10 orang. Dalam prosesnya, setiap anggota kelompok wajib menyiapkan satu galon air nira dalam seminggu untuk diolah menjadi Bio Etanol. Pengolahan Bio Etanol dilakukan dua kali dalam seminggu.
Yopi Pongayouw selaku Ketua Kelompok mengatakan produksi Bio Etanol berdampak positif bagi lingkungan. “Dari yang semula air nira diolah menjadi minuman yang memabukkan, kini diproduksi menjadi produk yang dibutuhkan di dunia farmasi, yaitu antiseptik. Jadi Bio Etanol membantu kesehatan bagi masyarakat,” ujar Yopi pada Viva saat dihubungi melalui telepon selular.
Produksi Bio Etanol sendiri dilakukan dengan menggunakan alat yang sederhana melalui teknologi destilasi. Dari sana, dalam satu minggu, “Kelompok Tani Usaha Bersama” bisa menghasilkan Bio Etanol dengan kadar alkohol 70% - 80% sebanyak kurang lebih 75 liter. Sebelum dijual, produk ini didaftarkan ke pemerintah terlebih dahulu untuk mendapatkan lisensi atau izin produksi dan dijual-belikan.
Setiap hasil destilasi dikemas ulang ke dalam botol ukuran 60 ml untuk dijual dengan harga Rp10.000 per botol. Pada tahun 2017, “Kelompok Tani Usaha Bersama” sudah berhasil memasarkan produk Bio Etanol yang sudah terdaftar dan memiliki izin perdagangan ini untuk wilayah Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kota Manado.
Melihat hal positif tersebut, pada tahun 2018, Pemerintah Desa Lowatag mengalokasikan Dana Desa sebesar Rp247.660.000 untuk peningkatan infrastruktur penunjang, yaitu pembangunan jalan kebun yang membuka akses transportasi petani ke kebun aren sekaligus memudahkan mengangkut hasil pohon aren.
Melalui inovasi ini, dengan keahlian yang dimiliki para petani secara turun-temurun, akhirnya usaha tersebut berhasil bukan hanya meninggalkan tradisi memproduksi miras, tapi juga meningkatkan pendapatan keluarga, karena harga jual Bio Etanol untuk industri farmasi lebih kompetitif dari air nira, sehingga bisa memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat Desa Lowatag.