Inovasi Gapoktan Sungkai: Pupuk Organik dari Urine Kambing dan Sapi
VIVA – Gabungan kelompok tani (gapoktan) Tunggal di Kampung Negeri Sungkai, Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung memiliki konsep unik dalam memanfaatkan urine kambing.
Jika selama ini bank identik dengan transaksi soal keuangan, maka Gapoktan Tunggal ini menjadikan alat transaksi nasabah berupa air kencing atau urine kambing lalu laba atau bunga pokok yang didapat nasabah adalah berupa pupuk organik cair (POC).
Tidak tanggung-tanggung, konsep 'bank urine' ini bahkan berhasil masuk dalam Bursa Inovasi Desa atau menu inovasi nasional yang digarap Kementerian Desa, Pembangunan, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) alih-alih pembuatan POC dari urine kambing itu sendiri.
Ketua Gapoktan Tunggal Eko Basuki mengakui, pengembangan urine kambing menjadi POC sudah banyak dilakukan, khususnya oleh beberapa masyarakat di Lampung dan sudah tersedia di pasaran. Namun, konsep 'bank urine' ini yang membuat juri dari Universitas Lampung (Unila) terpikat saat dipresentasikan.
Eko menceritakan, awal mula membuat urine kambing ini diawali diri sendiri. Semula dirinya mendapat pelatihan dari dinas terkait pada tahun 2017 dan mencoba mengembangkan pupuk organik ini sendiri. Lalu pada tahun 2018 ia merekrut teman-teman gapoktan untuk menggunakan pupuk tersebut.
"Ide membuat bank urine ini kita mulai tahun 2019 dengan merangkul semua peternak di Kampung Negeri Sungkai untuk jadi anggota bank urine. Untuk tertib administrasi di awal 2019, sempat tertatih-tatih dan tidak berjalan lancar, banyak sekali halangan dan lain-lainnya, terutama masalah permodalan," jelasnya kepada tim Viva melalui Whatsapp.
Lebih lanjut Eko menjelaskan, setiap peternak memasang terpal dan jeriken di bawah kandang kambing miliknya sebagai wadah pengumpulan urine. Beberapa peralatan ini juga diterima peternak atas bantuan pemerintah kampung sehingga peternak lebih bersemangat mengikuti kegiatan ini.
Nasabah bank urine sendiri terdiri dari 41 orang anggota Gapoktan dan beberapa masyarakat sekitar. Setiap nasabah yang terdaftar wajib menyetor urine kambing minimal dua minggu sekali.
"Dalam dua minggu bervariasi yang menyetor. Ada yang 15 liter, paling tinggi sampai 22 liter. Kalau 20 liter urine kambing itu dari sekitar 4 sampai 6 kambing," ucapnya.
Untuk pengembangan lebih lanjut, kata Eko, pihaknya ingin memasarkan POC milik Gapoktan ke luar kampung meskipun saat ini terkendala di modal, tempat produksi yang berpindah-pindah, dan izin penjualan. Untuk itu, ia juga telah berkoordinasi dengan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam, sama dengan BUMDes) untuk mengembangkan inovasinya secara bersama-sama.
"Kami akan terus mengembangkan, administrasi akan diperbaiki, dan harapan saya untuk pemerintah, kami ini baru merintis, jadi tentunya banyak sekali kekurangan dan tolong diperhatikan untuk pemasaran dan masalah permodalan," pungkas Eko.
Soal keterlibatan dana desa, Ketua BUMKam Kampung Negeri Sungkai Sohandi mengatakan siap untuk membantu pemasaran POC atau menjadikannya salah satu unit usaha. Menurutnya, selama ini penggunaan modal unit usaha yang didapat dari Dana Desa dilakukan setelah berkomunikasi dengan warga.
BUMKam Kampung Negeri Sungkai telah membeli 6 sapi dari anggaran Dana Desa sebesar Rp 51 juta. Sapi ini dikelola dan digemukkan oleh warga setempat. "Kami selaku BUMKam, minta pendapat sama masyarakat, diarahin ke Sapi. Bahkan kini sapinya sudah ada yang hasil atau hamil," ucapnya.
Dengan inovasi pupuk organik dari urine kambing dan sapi ini, warga warga di Kampung Sungkai yang berprofesi sebagai petani pun kini mampu mendapatkan pendapatan lebih dari hasil penjualan POC ini.
“Harga pupuk cair organik dari urine kambing dan sapi ini jauh lebih murah dibanding pupuk kimia, tentu dengan adanya inovasi pupuk organik ini bisa menjadi tambahan pendapatan bagi petani di Kampung Sungkai,” papar Eko.
Selain itu, sambung Eko warga di Kampung Sungkai pun sangat mendukung dengan kegiatan pengelolaan urine kambing dan sapi ini menjadi pupuk organik cair. “Karena sudah jelas, inovasi ini bisa membantu menyejahterakan warga kampung Sungkai,” ucap Eko.
Adapun Wakil Bupati Way Kanan Edward Antony bersyukur karena dari 20 inovasi desa yang diusulkan ke provinsi, satu inovasi dari Way Kanan bisa jadi menu nasional. Menurutnya, hal ini sesuai dengan upaya pemda yang gencar memproduksi tumbuhan organik dengan pupuk organik dan tidak mengandung pestisida sehingga masyarakat lebih sehat.