Manfaatkan Potensi Buruh yang di PHK, Desa Plampahan Dirikan BUMDesa
VIVA – Di PHK dari tempat kerja pasti menyedihkan. Inilah yang terjadi pada sebagian warga Desa Plampahan Kabupaten Sampang. Mereka yang di PHK awalnya bekerja di pabrik sandal dan sepatu. Namun, pulangnya mereka yang di PHK ke desa bukanlah sesuatu yang sepenuhnya buruk.
Hal ini justru dilihat lain oleh pemerintah desa dan warga Desa Plampahan. Pulangnya mereka yang di PHK ke desa justru menjadi potensi tersendiri yang akan bermanfaat bila difasilitasi pengembanganya. Setidaknya itulah yang dikatakan Kepala Desa Plampahan Abdul Latip.
Berawal dari 2018 Desa Plampaan membentuk BUMDesa dengan pemuda sebagai motor penggeraknya. “Namanya BUMDesa Mahardika. BUMDesa ini berfungsi untuk melatih para pengangguran di desa dari kalangan muda dengan keterampilan membuat sandal dan sepatu hingga proses produksi,” jelas Abdul Latip kepada tim Viva melalui aplikasi pesan singkat.
Latip menjelaskan kebanyakan kebanyakan anak muda setelah tamat SLTP memilih pergi merantau bekerja di sektor formal. “Kebanyakan mereka menjadi buruh pabrik atau kuli angkut terminal di kota-kota besar seperti Surabaya, Sidoarjo dan Jakarta,” katanya.
Baru kemudian lanjut Latip di awal hingga pertengahan awal 2015 cukup banyak warga perantau kembali ke Desa Plampahan. “Khususnya yang bekerja sebagai buruh di pabrik sandal dan sepatu dari pabrik-pabrik di Surabaya dan Sidoarjo, karena mereka di PHK dari pabriknya.”
Namun Latip menerangkan bahwa kepulangan warga yang merantau akibat PHK tidak semerta-merta menjadi sebuah kabar buruk bagi dirinya dan warga desa yang lain. Menurut Latip pengetahuan dan keterampilan membuat serta pemasaran sandal dan sepatu yang diperoleh selama menjadi buruh pabrik adalah potensi berharga.
“Kita yakin anak muda perantau yang pernah bekerja di pabrik sendal dan sepatu ini memiliki pengalaman dan keahlian yang masih bermanfaat jika kita bantu pengembangannya,” ujar Latip.
Latip pun melanjutkan keyakinannya dengan mengangkat isu pengangguran anak-anak muda yang di PHK dari tempat kerjanya ke forum perencanaan pembangunan desa. “Baru kemudian kita bentuk BUMDesa berikut juga kepengurusannya yang sebagian besarnya dimotori oleh kelompok muda,” katanya.
Dari rencana pembangunan desa inilah, baru di tahun 2018 terbentuk BUMDesa dan pemerintah memutuskan alokasi Dana Desa dari APBDesa 2018. “Kegiatan pembangunan BUMDesa ini juga dibantu dana desa. Dana desa ini digunakan untuk mendukung pelatihan membuat sandal dan permodalan awal BUMDesa sebesar Rp 51,7 juta,” ujar Latip.
Latip menjelaskan di tahap awal pelaksanaan kegiatan BUMDesa ini, pengurus fokus dalam melaksanakan pelatihan membuat sandal dengan peserta utama anak-anak muda putus sekolah. “Kami menjalankan proses produksi sandal-sepatu. Untuk awalan, produksi difokuskan pada pembuatan sandal untuk memenuhi pasar desa,” katanya.
Meski menurut Latip hasil karya desanya tidak berbasis pada sumber alam, namun dirinya beserta warga desa cukup senang dengan hasil karya dari kreativitas dan keterampilan warga desa. “Kapasitas produksi sandal dalam sehari dengan tenaga kerja 5 orang, rata-rata 30 pasang sandal,” ujarnya.
Perantau yang kembali ke desa pada dasarnya bukan orang yang kalah. Tapi ia adalah orang yang membawa pengetahuan dan keterampilan. Demikian juga buruh pabrik yang di PHK. Mereka adalah sumber pengetahuan dan keterampilan.
Kepedulian desa memfasilitasi mereka sama dengan melestarikan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki demi melanjutkan kehidupan sehingga tetap produktif. Bahkan menularkan manfaat bagi warga desa lainnya.
“Kini BUMDesa Plampahan dapat memenuhi permintaan pasar sandal meski masih sebatas di Sampang dan Pamekasan dan ikut berkontribusi terhadap ketahanan pendapatan warga di sini, terutama mereka yang terkena PHK,” tutup Latip.