Olah Air Kelapa jadi Kecap, Desa Liwutung Ingin Pasarkan Lebih Luas
VIVA – Air kelapa memang banyak sekali manfaatnya. Selain baik untuk detoks, menjaga kesehatan kulit hingga mampu menurunkan tekanan darah. Lain dari itu ternyata air kelapa juga ,) diolah menjadi sesuatu yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Ide unik pengolahan air kelapa ini muncul dari salah satu desa di Sulawesi Utara. Desa yang bernama Liwutung ini “menyulap” air kelapa menjadi kecap manis. Desa yang tepatnya terletak di Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara ini merupakan salah satu desa penghasil kelapa yang cukup banyak di Indonesia.
Kepala Desa Liwutung Fita Onsu saat diwawancara tim Viva melalui telepon selular menyebutkan, hampir setiap rumah tangga memiliki kebun kelapa. "Setidaknya ada 100 batang pohon kelapa per keluarga. Namun, pemanfaatan air kelapa masih terbatas," ucap Fita.
Namun, pemanfaatan air kelapa yang sudah dikelola jarang dijumpai. Pasalnya, banyak petani yang hanya mengambil sabut kelapa, daging kelapa dan tempurungnya saja. Sedangkan, lanjut Fita, air kelapa selama ini cuma dimanfaatkan untuk es kelapa, tetapi karena terlalu banyaknya pasokan, air kelapa bahkan kerap terbuang.
Hal inilah yang menjadi perhatian masyarakat desa melalui PKK Desa Liwutung II berniat memanfaatkan Air Kelapa yang selama ini dianggap biasa saja, sehingga menjadi produk unggulan untuk pembuatan Kecap Manis. Terlebih desa di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara ini juga terkenal sebagai daerah penghasil kelapa yang cukup besar di Indonesia.
"Melihat hal ini, terbersit keinginan dari kelompok PKK untuk memanfaatkan air kelapa menjadi produk yang tinggi nilai ekonominya. Diputuskanlah untuk membuat kecap dari air kelapa," ujar Fita.
Pertimbangan ini didasarkan tingginya konsumsi kecap oleh masyarakat Indonesia. Gagasan ini menjadi Program Inovasi Desa di Liwutung, yang dilakukan di inisiasi oleh Dirjen PPMD Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ( Kemendes PDTT).
Kelompok PKK Desa Liwutung pun lantas mensosialisasikan rencana itu dan disambut dengan positif. Proses dilanjutkan dengan musyawarah untuk menentukan tim yang mengolah kelapa menjadi kecap manis.
"Tahap berikutnya mengadakan pelatihan teknis untuk membuat kecap dari air kelapa. Setelahnya program ini terealisasi," tutur Fita. Pengolahan air kelapa menjadi kecap dilakukan oleh sebuah komunitas beranggotakan empat orang di Desa Liwutung. Lebih lanjut Fita menjelaskan sebenarnya proses pengolahan air kelapa menjadi kecap relatif sederhana.
Pertama, air kelapa direbus bersama gula aren, lalu dicampur dengan bumbu yang sudah disangrai. Bumbu itu antara lain kedelai, bawang putih, kemiri, dan daun salam. Proses perebusan dilakukan selama 2–3 jam.
"Kedua, kecap yang sudah jadi dikemas di dalam botol-botol kecil dan dipasarkan ke kios-kios sekitar desa. Skala pembuatan kecap selama ini masih menyesuaikan permintaan pasar. Adapun salam satu kali pengolahan, digunakan 10 liter air kelapa dan menghasilkan sekitar 24–25 botol kecap dalam kemasan kecil. Dalam satu bulan biasanya kelompok ini mengolah 30 liter.
“Dalam 1 bulan, kami memproduksi kira-kira 70 botol kecap dan disalurkan di kios-kios makanan di sekitar desa kami. Karena tidak menggunakan bahan pengawet, kecap ini hanya bertahan 3 bulan,” ujar Fita.
Meski masih skala produksi yang belum besar, Fita menjelaskan, kegiatan ini sudah bisa menambah penghasilan keluarga pengolah air kelapa sekitar Rp 200–300 per bulan. Di samping dampak ekonomi, hal ini juga berdampak secara sosial. Kelompok pengolah air kelapa ini menjadi lebih berdaya ketimbang sebelum ada program ini. Sementara itu, dari sisi lingkungan, pemanfaatan sumber daya alam yaitu air kelapa pun menjadi lebih luas.
Melihat dampak positif program inovasi Desa Liwutung, Sulawesi Utara ini, pengelola bersama pendamping desa yang ada di Desa Liwutung terus menggodok pengembangan kelompok pengolah lain.
Langkah itu dilakukan agar dampak sosial dan ekonomi program tersebut semakin luas, begitu juga pemanfaatan hasil kebun warga. Perlu diketahui, pada 2019 ini, desa tersebut mendapatkan dana desa sebesar Rp 15 juta untuk pengembangan usaha pengolahan air kelapa ini.
Untuk pengelolaan, komunitas terkait bekerja sama dengan BUMDes setempat bekerja sama untuk membuat kemasan dan pemasaran produknya.
Fita pun mengatakan, saat ini sedang menyusun perencanaan jalur distribusi yang lebih luas untuk menjangkau pasar yang lebih besar. "Pemanfaatan dana desa diharapkan akan mempercepat terwujudnya rencana ini,"pungkas Fita.