Program Pemberdayaan Lansia Triwidadi Kikis Stereotip Negatif Lansia
- Desa Triwidadi
Desa Triwidadi, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan daerah pegunungan. Sebagian besar masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani serta buruh harian lepas. Kehidupan masyarakat Desa Triwidadi tergolong makmur, namun masalah mulai timbul ketika usia mereka tak lagi produktif.
Sebagian besar dari masyarakat Desa Triwidadi tak mempunyai keterampilan selain bertani. Sementara menurut data Disdukcapil tahun 2017, ada kurang lebih 1.683 lansia di Desa Triwidadi yang tersebar di 22 dusun. “Saat memasuki usia lanjut, kebanyakan lansia di Desa Triwidadi hanya berladang sekadarnya saja,” ujar Siyem selaku pengelola saat dihubungi tim VIVA.
Untuk memberdayakan masyarakatnya di hari tua, Pemerintah Desa Triwidadi membuat Program Pemberdayaan Lansia yang diharapkan mampu mengurangi rawan sosial. Program ini awalnya dibentuk pada tahun 2016 oleh Kementerian Sosial di mana saat itu Desa Triwidadi mendapatkan kuota untuk program tersebut, namun program ini hanya berlangsung selama 1 tahun.
“Setelah berjalan selama kurang lebih satu tahun, ternyata didapat banyak manfaat dari program tersebut. Kemudian, secara mandiri, Desa Triwidadi melanjutkan program tersebut dan melebarkan sayap untuk beberapa kelompok dengan dana yang digunakan dari Dana Desa,” jelas Siyem.
Pada tahun 2017, kelompok binaan melalui PK (Pendamping Kelompok) mengusulkan kepada desa agar Program Pemberdayaan Lansia tetap dilanjutkan. Usulan tersebut pun dibawa ke Musdus hingga Musdes dan ternyata mendapat sambutan baik dari para pemangku kebijakan.
Selanjutnya, di tahun yang sama, Desa Triwidadi mengeluarkan SK dan mulai menganggarkan dalam APBDes Program Pemberdayaan Lansia sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat. Anggaran tersebut tertuang dalam RKPDes Tahun 2018 sebesar Rp72.727.500 untuk kegiatan pendampingan berupa subsidi pertemuan dan ATK bagi kelompok.
Program Pemberdayaan Lansia Desa Triwidadi
Program Pemberdayaan Lansia ini dibuat berdasarkan kegiatan-kegiatan produktif dalam bidang pertanian, melihat sebagian besar masyarakat merupakan petani, dengan membentuk 3 kelompok lansia produktif. Tiga kelompok ini didampingi oleh pendamping dari desa yang sudah ditunjuk dan dilatih oleh Kementerian Sosial dan diwadahi dalam kelompok besar Werdo Mulyo.
Ketiga kelompok lansia tersebut adalah:
Madu Mulyo (Kelompok Lansia Pengrajin Gula Kelapa)
Kelompok pengrajin gula kelapa dengan jumlah anggota 12 orang ini merupakan lansia produktif dari Dusun Jogonandan. Produk utama dari kelompok ini adalah gula merah dengan bahan baku buah kelapa dan minuman legen dari nira kelapa.
Ngudi Mulyo (Kelompok Lansia Pengrajin Anyaman)
Kelompok ini berada di Dusun Kalisoka dan Ngincep dengan jumlah anggota 9 orang. Produk utama dari kelompok ini adalah kandang ayam jago, tampah, tambir, keranjang, dan wakul.
Tri Mulyo (Kelompok Lansia Pengrajin Emping Garut)
Kelompok pengrajin Emping Garut dapat ditemukan di di Dusun Kalisoka, Ngincep, Jambean dengan jumlah anggota 9 orang. Produk utama dari kelompok ini adalah Emping Garut dan Emping Mlinjo.
“Untuk kegiatan yang dijalankan, yang rutin adalah pertemuan kelompok, biasanya setiap selapan pisan atau setiap 40 hari sekali sesuai kalender Jawa. Sedangkan untuk pelatihan dan pendampingan dilakukan setiap setahun sekali. Adapun relawan yang ada merupakan pendamping yang berasal dari desa, untuk saat ini adalah Ibu Widiastuti,” kata Siyem.
Dengan adanya Program Pemberdayaan Lansia ini, konotasi lansia yang selama ini terkenal “membebani” anak-cucu bisa dihilangkan sedikit demi sedikit karena mereka tetap bisa produktif menghasilkan uang meski fisik mereka tak lagi seperti saat muda. Dengan demikian, salah satu masalah sosial yang dihadapi Desa Triwidadi mulai bisa diselesaikan.
“Mereka senang karena masih diuwongke atau dengan kata lain masih dianggap bukan lagi sebagai beban tanggungan anak-cucu. Lansia di Desa Triwidadi kini menjadi lebih kreatif dan lebih bersemangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Mereka memiliki harapan hidup yang lebih baik karena punya wadah untuk berkumpul serta berbagi ide-ide kreatif, “ pungkas Siyem.