Mikro Embung Multiguna, Penyelamat Hasil Panen di Desa Sido Mukti

Pembangunan mikro embung di Desa Sido Mukti.
Sumber :

VIVA – Bagi wilayah yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, air menjadi sumber krusial agar hasil tanamnya subur dan berhasil panen dengan baik. Terlebih dengan adanya sistem irigasi, hal ini tentu akan mempermudah proses memanen hasil tani tadi. 

Netizen Soroti Kesalahan Tata Bahasa Surat Menteri Desa yang Viral untuk Kepentingan Pribadi

Namun, apa yang terjadi jika sumber air untuk irigasi yang menjadi salah satu faktor suksesnya hasil tani justru malah bermasalah? 

Hal ini terjadi di Desa Sido Mukti Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Di desa ini ada sekitar 18 kelompok tani yang menggarap sawah seluas lebih dari 500 hektar. Dengan luasan tersebut tentu saja membuat kebutuhan air untuk sawah sangat tinggi. 

Gagas Jabatan Kades 9 Tahun, Gus Halim Bersyukur Dapat Dukungan Luas

Di wilayah ini juga terdapat dua istilah musim tanam yaitu musim rendengan (istilah masa tanam padi di awal musim penghujan (masa tanam pertama) dan musim gadu (istilah masa tanam padi kedua di penghujung musim penghujan). 

Dengan masa tanam dua kali per tahun, para petani di desa ini selalu menghadapi masalah yang sama, yakni terlambat tanam dan terlambat membajak sawah karena minimnya air pada saat musim tanam rendengan dan risiko gagal panen di musim tanam gadu jika musim kemarau datang lebih awal.

Resolusi 2023, Gus Halim: Harus Lebih Fokus, Detail dan Terintegrasi Antar Unit Kerja

Namun, masalah tersebut berhasil dipecahkan oleh Suharno yang juga Ketua Kelompok Tani Penangkar Benih Sidomaju. Suharno berhasil mendulang hasil panen di musim gadu tahun 2015. Keberhasilan Suharno ini tentu tidak terjadi begitu saja. Sejak tahun 2012, Suharno telah membangun mikro embung secara swadaya. 

Dari embung yang dibuat, dia dapat mengatasi persoalan pengairan sawahnya sendiri hingga seluas 6 hektar. Keberhasilan ini ditandai dengan peningkatan hasil panen yang semula hanya 2 sampai 3 ton per hektar dalam satu periode tanam, sekarang bisa meningkat hingga mencapai 4 sampai 4,5 ton per hektarnya dalam periode yang sama. Periode tanampun bisa bertambah, dahulu hanya 2 kali panen dalam satu tahun, kini bisa 3 bahkan 4 kali panen dalam satu tahun.

Setelah langkah inovatif Suharno ini terbukti berhasil dalam mengatasi kekurangan air, temuannya diaplikasikan oleh kelompok-kelompok tani lain di desa yang sama. Sejak tahun 2016 hingga 2017 para kelompok tani di desa Sidomukti ini terus melakukan musyawarah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) agar semua petani mampu membuat embung-embung pribadi dimasing-masing wilayah kelompok taninya secara swadaya.

Menurut Witomo, selaku Sekretaris Gapoktan Tani Makmur meskipun inisiatif Suharno ini banyak diaplikasikan oleh petani lainnya, nyatanya masih banyak juga petani yang belum bersedia membangun mikro embung swadaya di lahan mereka.

“Nyatanya tidak semua petani di sana (desa Sido Mukti) bersedia untuk membangun mikro embung di lahan mereka,” kata Witomo saat dihubungi tim Viva melalui telepon selular. Hal ini lanjut Witomo dikarenakan faktor biaya yang terbilang cukup besar. “Memang, biaya saat itu untuk membangun embung itu juga tidak sedikit, namun saat ini sudah bisa kami lakukan dengan membuat versi mikro yang biayanya jauh lebih rendah,” jelas Witomo. 

Sekarang embung-embung berukuran mikro semakin bertambah. Saat ini teridentifikasi 15 unit embung dengan ukuran bervariatif, penggunaannya pun semakin berkembang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan air disawah dan kebun sayur, melainkan mulai berevolusi menjadi sarana untuk kebutuhan rumah tangga juga untuk MCK.

Kemudian tahun 2017, dalam forum musyawarah dusun, salah satu kelompok tani memberikan usulan supaya pemerintah desa dapat membuat embung dengan kapasitas yang lebih besar. Usulan ini menurut M. Nurul Sukron, Kepala Urusan Umum & Perencanaan Desa kemudian diangkat dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Desa dan masuk dalam prioritas pembangunan, tercatat dalam dokumen RKPDes dan APBDes 2018.

“Setelah musyawarah umum itu, akhirnya di tahun 2018 kita bangun mikro embung dengan ukuran yang lebih besar, yaitu dengan ukuran panjang 55 meter, lebar 15 meter dan kedalaman 4 meter,” jelas Mochtar saat tim Viva hubungi melalui telepon selular.  

Program pembangunan embung mikro dengan ukuran besar ini terealisasi dengan anggaran Dana Desa senilai 102 juta rupiah. Sampai tahun 2018, tercatat ada 14 mikro embung yang telah terbangun dan dimanfaatkan di Desa Sidomukti dengan ukuran yang bervariatif; 13 unit diantaranya dibangun secara swadaya dan mampu membantu mengairi sawah antara 1 sd. 8 hektar sawah. 

Pembangunan mikro embung ini menurut Mochtar juga sangat bermanfaat bagi petani. “Sawah yang dibantu oleh mikro embung, hasilnya bisa meningkat sampai 30% karena proses pertumbuhan tanaman dan pemupukan bisa dimaksimalkan.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya