Selain Jaga Debit Air Tanah, Konservasi Bambu Tingkatkan Ekowisata

Desa Sanankerto, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Sumber :

Musim kemarau jadi menyusahkan ketika debit air tanah menjadi kecil atau bahkan tiada. Banyak sektor yang merugi akibat kurangnya debit air tanah, salah satunya sektor pertanian.

Guna mengentaskan permasalahan ketersediaan debit air, Pemerintah mencanangkan program pembangunan seribu cekungan penampung air alias embung di berbagai daerah.

Namun, embung sendiri juga tidak menjamin debit air tanah akan terus stabil. Banyak embung yang mengalami kekeringan akibat beberapa faktor. 

Faktor tersebut antara lain adalah kemarau yang panjang yang menyebabkan sumber air yang mengalir ke dalam embung menjadi kering dan pembuatan embung yang salah.

Untuk itu, dibutuhkan banyak inovasi untuk menjaga ketersediaan air di dalam embung.

Desa Sanankerto yang berada di Kabupaten Malang, Jawa Timur, memiliki cara sendiri dalam menjaga debit air embung yang ada di desa agar tetap stabil, yakni dengan melakukan konservasi bambu secara berkesinambungan.

Menjaga ketersedian debit air dalam Embung Ademan menjadi priorotas Pemerintah Desa Sanankerto karena sebagian besar warga desa mendapatkan pasokan air dari embung yang sudah ada sejak lama ini.

Air embung juga menjadi sumber air utama bagi lahan pertanian masyarakat desa yang sebagian besar menggantungkan hidup pada bercocok tanam.

Tindakan konservasi bambu secara berkesinambungan harus dilakukan pihak desa dan masyarakat Sanankerto karena debit air embung ditunjang oleh keberadaan beberapa sumber mata air di sekitar hutan bambu. 

Pentingnya menjaga keberadaan hutan bambu ini juga didasarkan oleh adanya penebangan bambu liar sehingga dikhawatirkan mengancam keberadaan sumber mata air dan debit air embung.  

Hutan bambu yang telah tumbuh sejak lama dan menjadi penyangga keberadaan sumber mata air di sekitar embung juga belum dikelola dan dijaga dengan baik.

Pembentukan Kelompok Tani

Terkait dengan niat untuk melakukan konservasi bambu, Pemerintah Desa dan warga Sanankerto kemudian mencari informasi dan dukungan terkait konservasi tersebut pada beberapa pihak, termasuk Pemerintah Kabupaten Malang dan BP DAS Brantas.

Pemerintah Desa mengirimkan 30 warga yang terdiri dari perangkat desa, perwakilan BPD, dan tokoh masyarakat desa untuk mengikuti pertemuan dan bimbingan teknis yang diadakan BP DAS Brantas.

Lepas mengikuti bimbingan, 30 warga tersebut mengadakan musyawarah dan merumuskan langkah lebih lanjut mengenai pengelolaan sumber mata air dan hutan bambu di sekitarnya, sampai kemudian tercetus rencana pembentukan Kelompok Tani (Poktan) yang khusus menangani konservasi bambu.

Netizen Soroti Kesalahan Tata Bahasa Surat Menteri Desa yang Viral untuk Kepentingan Pribadi

Kelompok Tani hasil bentukan ini diberi nama Kelompok Tani Boon Pring. Ditetapkan berdasar Surat Keputusan Kepala Desa, kelompok tani ini menjadi pelaku utama konservasi bambu agar bambu dan sumber mata air embung bisa berkelanjutan.

Kelompok Tani ini juga melakukan rencana kerja konservasi bambu dan pembagian tugas pemeliharaan dan perawatan hutan bambu, selain juga bertugas untuk melengkapi fungsi penjaga hutan (waker) yang sudah ada.

Gagas Jabatan Kades 9 Tahun, Gus Halim Bersyukur Dapat Dukungan Luas

Tugas lain dari Kelompok Tani ini adalah melakukan pemetaan lahan yang memotret keberadaan embung, lahan bambu, dan kondisi sekitarnya, serta melakukan penanaman bibit secara bertahap dengan mengacu pada peta lahan yang telah dibuat, juga perawatan bambu yang baru ditanam yang dilakukan secara berkala dan paralel.

Meski hutan bambu di sekitar embung sudah ada, Kelompok Tani dan Pemerintah Desa kemudian membuat dan mengajukan proposal permohonan bantuan bibit bambu ke BP DAS. Hasilnya, desa mendapat bantuan 4.000 bibit bambu pada tahun 2015, serta 4.000 bibit bambu dan 4000 bambu hias pada tahun 2016.

Resolusi 2023, Gus Halim: Harus Lebih Fokus, Detail dan Terintegrasi Antar Unit Kerja

Pemerintah Desa dan Kelompok Tani terus memperkaya dan melengkapi spesies-spesies bambu baru untuk arboretum.

Desa Berbasis Wisata

Inovasi desa berupa konservasi bambu yang digagas Pemerintah Desa dan masyarakat Sanankerto yang dibiayai oleh Dana Desa/APBDes mulai tahun 2016, serta bantuan BP DAS Brantas tahun 2015, membuahkan hasil yang sangat positif.

Sumber mata air embung terjaga sepanjang tahun dengan debit air 700 liter per detik dan mampu mengairi areal sawah seluas 260 hektare, sehingga hasil pertanian relatif stabil.

Berkat rimbunnya tanaman bambu yang ditata dengan apik dan mampu menarik pengunjung untuk berwisata, Desa Sanankerto didaulat sebagai sentra bambu berbasis ekowisata oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Malang dengan koleksi 14.000 pohon bambu dari 60 spesies berbeda.

Ekowisata yang berada di hamparan hutan bambu seluas 36,8 hektare yang dilengkapi dengan sumber mata air alami ini dinamakan Boon Pring, yang artinya ‘anugerah yang turun di hutan bambu’.

Banyak wisatawan mengatakan Boon Pring layaknya ‘serpihan surga di ujung desa’. Lokasi ekowisata yang bisa ditempuh selama 40 menit dari Kota Malang ini bisa menjadi destinasi pilihan para wisatawan yang akan berkunjung ke Malang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya