VP Director PT Toyota-Astra Motor, Henry Tanoto

Pasang Surut Jualan Mobil

Henry Tanoto Wakil Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor (TAM)
Sumber :
  • VIVA/Purna Karyanto

VIVA – Puluhan tahun lalu, merek otomotif Toyota merintis bisnisnya di Tanah Air. Saat itu, persaingan di pasar kendaraan bermotor roda empat belum seramai sekarang. Jenis dan model kendaraannya terbatas. Merek otomotif Jepang ini bisa bergerak leluasa.

Cara Hyundai atasi Suramnya Industri Otomotif di 2025

Saat itu, Toyota mengandalkan produk bernama Kijang, sebuah mobil yang menawarkan kapasitas angkut penumpang lebih banyak dari jenis sedan. Kijang mereprensentasikan kebutuhan orang Indonesia, yang senang ngumpul, termasuk saat bepergian memakai mobil.

Seiring berjalan waktu dan teknologi yang terus berkembang, mobil yang dipasarkan beragam. Sebagai pemain lama, Toyota turut ambil bagian mengisi celah yang ada. Sayang, kondisi tak melulu mulus, ada pasang surut mengiringi perjalanan bisnisnya.

Kalah dari Brunei dan Malaysia, Rasio Kepemilikan Mobil di Indonesia Sangat Rendah

Henry Tanoto Wakil Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor (TAM)

Vice President Director PT Toyota Astra Motor, Henry Tanoto, berbagi cerita tentang penjualan sampai dengan rencana masa depan perkembangan otomotif. Di kantornya yang terletak di kawasan Sunter, Jakarta Utara, tim VIVA.co.id, 'RI-2' nya Toyota itu menyambut kami dengan ramah.

Insentif Mobil Hybrid dan Kenaikan Gaji Bisa Dongkrak Penjualan Mobil Baru

Pak Henry, kami penasaran, bagaimana perkembangan Toyota dengan kondisi saat ini, khususnya TAM di Indonesia dari segi sales and marketing?

Kalau bicara merek Toyota, sampai saat ini kami masih bersyukur. Masih jadi market leader. Artinya masih dipercaya masyarakat Indonesia untuk pembelian kendaraan.  Kalau memang ada pasang surut, itu biasa ya.

Dari tahun 2000-an penjualan terus naik, sampai tahun 2012 itu boleh dikatakan agak stagnan sampai sekarang. Tapi kami merasa, Toyota masih dipercaya dan bisa jadi leader di Indonesia.

Anda tadi sempat dibilang tadi market naik turun, jadi lebih susah mana, jualan mobil saat ini atau sebelumnya?

Bicara market kan situasinya beragam ya. Jika kembali ke 10 sampai 15 tahun lalu, marketnya lebih kecil. Tetapi, pemainnya juga lebih sedikit. Dalam konteks persaingan mungkin lebih mudah, marketnya enggak besar.

Sekarang, pasar otomotif bisa dikatakan stagnan, tetapi volume jualannya sudah cukup besar, selalu di atas 1 juta unit setiap tahun. Pemainnya tetapi makin banyak, setiap tahun selalu ada new players coming.

Jika melihat pameran GIIAS tahun ini dan tahun lalu, trennya kendaraan jenis SUV ini mulai menunjukan diri. Ini selera konsumen yang naik kelas dari MPV ke SUV atau bagaimana, menurut pengamatan Anda?

MPV atau SUV kans sebenarnya bukan pembagian kelas customer. Kalau berdasarkan kelas, kesannya ada yang lebih baik, padahal ini hanya kebutuhannya saja. Di MPV maupun SUV, produk kami ada yang levelnya entry sampai premium.

Memang benar kalau dibilang SUV makin berkembang dibandingkan segmen lain, karena memang orang senang desainnya lebih sporty, kemudian seven seater sekarang ada juga di SUV, high ground clearance untuk bikin konsumen tenang juga ada di situ. Akhirnya trennya memang semakin tinggi.
 
Tetapi market di Indonesia memang masih MPV, masih 40 persen, SUV growing jadi sekitar 20 persen. Naik kelas sebenarnya enggak juga, pembeli Innova misalnya, ada yang pindah ke Fortuner ada yang naiknya ke Voxy. Lalu Toyota Rush, ada yang naiknya ke Fortuner ada yang justru pindah ke Innvova.

Menyebut merek Toyota di Indonesia, hampir semua orang kenal. Apapun yang dijual itu pasti laku, dan orang mau beli. Di balik semua itu, ada enggak rasa sulit saat menjual mobil?

Dengan nama Toyota, jualan mobil pasti laku menurut saya enggak begitu lah anggapanya. Begini, Toyota itu bisa seperti sekarang karena history yang panjang. kami selalu membawa produk-produk yang dibutuhkan masyarakat. Mulai dari Kijang, Avanza, dan LCGC, banyak lah, model seven seater-nya juga.

Brand itu penting, tetapi kalau produk yang dibawa enggak sesuai dengan kunci keberhasilan kita, enggak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan market, pasti enggak akan bisa sukses jualannya. Kunci keberhasilannya adalah berusaha mengerti kebutuhan pelanggan di Indonesia. Kalau itu bisa terus dipegang, saya yakin kami bisa menjual mobil dengan baik.

Semua produsen otomotif, termasuk Toyota selalu melihat kebutuhan pelanggan. Apa kira-kira yang dibutuhkan dua sampai tiga tahun ke depan?

Kalau dua sampai tiga tahun terlalu short, perubahan itu bertahap-bertahap dan enggak terasa. Pertama, scustomer kami inginnya style yang lebih sporty and advance, ini dibuktikan dengan melihat di jalanan memang ke arah sana bentuk dan desainnya.

Kedua, masyarakat itu inginnya jangan dipusingkan setelah mereka membeli kendaraan itu. Semua ingin, kalau servis gampang, terus sparepartnya gampang. Lalu yang lainnya adalah resale value, ingin kendaraannya yang desainnya bagus tetapi unsur utama reliability dan durability enggak boleh hilang.

Orang Indonesia mulai banyak suka transmisi matik dibandingkan beberapa tahun lalu. Jenisnya ada berapa dan mana yang lebih laku di pasar Indonesia?

Ya memang, transmisi otomatis maupun manual ini sangat tergantung dengan kebutuhan pelanggan. Dengan terus edukasi, akhirnya matik selalu menigkat, bahkan ke daerah yang dulu jarang sekali matik kini mulai ada.

Kalau bicara riset Toyota selalu ada. Bicara teknologi transmisi otomatis, semua kan ada plus dan minusnya, tergantung kebutuhan pengendaraannya seperti apa. Dari pengalaman kami, keduanya, CVT maupun 4AT cukup diterima oleh masyarakat Indonesia.

Pak, TAM ada andil enggak untuk menentukan haga harga jual mobil bekas, atau diserahkan ke mekanisme pasar?

Enggak ada resep instan. Kalau misalnya saya jadi customer ya, pembeli mobil kedua itu inginnya kondisi masih bagus dan punya mobil ada kebanggan karena mereknya dikenal dan perawatannya mudah. Selain itu, pembeli mobil kedua biasanya sangat peduli soal harga juga. Jadi kalau mau resale value tinggi, kami harus mencapai ke sana.

Toyota konsisten, sehingga akhirnya banyak peminatnnya, lalu mereknya jadi bagus dan akhirnya orang punya keinginan untuk membeli mobil Toyota, ada yang prefensinya mobil baru ada yang mobil second. Untuk preferensi mobil kedua, mereka merasa toyota punya value tinggi, dan mereka ingin memliki itu untuk extra cost, Lalu, durability masih panjang, akhirnya orang yang membeli mobil kedua punya kenyamanan saat membeli mobil toyota, dan akhirnya orang rela memvalue mobil cukup baik. Tetapi ini perlu waktu.

Menarik antara SUV dan MPV itu soal harga pak, sekarang setingannya harga SUV di atas MPV untuk segmen low. Mungkin enggak harganya setara atau bahkan lebih rendah daripada mobil MPV?

Ya kalau bicara mungkin, ya mungkin saja. Contohnya Rush, lebih murah daripada Innova. Sebenarnya, yang menentukan harga itu bukan namanya SUV atau MPV, tetapi ada tax, Spek, cost, dan lain-lain itu.

Semua segmen mobil, ada produk Toyota. Ceruk pasar apa yang saat ini masih ada di Indonesia, dan berusaha diisi?

Ceruk pasar pasti selalu ada, tetapi enggak mesti semua orang melihat dengan jernih saja. Contoh, saat lcgc kami mulai hadirkan, itu terus ada. Dulu, segmen Avanza enggak ada, kami buat, ternyata benar ada pasarnya. Indonesia itu besar banget, jumlah mobilnya masih sedikit. Potensinya kan besar.

Jika cuma terpaku dengan ini, ceruknya masih banyak. Kami memang selalu riset kebutuhan customer, yang sekarang belum semua bisa dipenuhi apa. Untuk produknya, nanti kalau sudah ada diinformasikan.

Deretan mobil Wuling

Penjualan Mobil 2024: Produk Tiongkok Geser Merek Eropa

Industri otomotif Indonesia pada tahun 2024 mengalami dinamika menarik dengan meningkatnya dominasi merek-merek asal Tiongkok.

img_title
VIVA.co.id
12 Desember 2024