PSSI dan Operator Liga 1 Kini Jadi Satu, Tak Ada Pertentangan
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Liga 1 kembali bergulir pada 15 Mei 2019 ditandai dengan pertandingan PSS Sleman menjamu Arema FC di Stadion Maguwoharjo, Sleman. Kompetisi kasta tertinggi di Indonesia ini memang tidak pernah sepi dari sorotan publik. Bukan cuma soal persaingan antarklub sepanjang musimnya, tapi juga ada sisi gelap, yakni keriuhan di dalam dan luar lapangan.
Di musim ini pula, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mengambil alih operator kompetisi, PT Liga Indonesia Baru (LIB). Mereka menunjuk Gusti Randa sebagai Komisaris, dan Dirk Soplanit menjabat posisi Direktur.
Penunjukan ini dilakukan setelah tidak ada satupun sosok yang mau mengambil kedua jabatan tersebut. Kasus pengaturan skor yang diselidiki Satgas Antimafia Bola disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang membuat orang enggan menduduki jabatan vital dalam sepakbola Indonesia.
Kini, fokus kepada LIB mengarah ke Dirk yang menyandang tugas berat. Sebab, dia harus bisa meneruskan kinerja jajaran direksi sebelumnya yang bisa mendatangkan banyak sponsor. Setiap klub peserta Liga 1 musim lalu mendapat hak komersial masing-masing Rp7,5 miliar.
Sedangkan untuk musim ini, hak komersial yang akan diberikan kepada klub menurun Rp5 miliar. Apa alasan LIB mengambil keputusan tersebut, dan mengapa klub Liga 1 mau menerimanya?
Berikut petikan wawancara VIVA dengan Dirk yang dilakukan usai acara peluncuran Liga 1 di Jakarta, Senin 13 Mei 2019:
Sejauh ini bagaimana persiapan Liga 1 2019? Segala administrasi dan persyaratan dari klub dan pemain sudah rampung?
Persiapan kita sudah harus lengkap, makanya kita bisa launching sekarang ini. Administrasi klub semua sudah. Itu ditandai dengan keluarnya rekomendasi dari BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia). Mereka keluarkan rekomendasi karena kita sudah memenuhi persyaratan. Mulai dari LIB sebagai operator sampai dengan klub.
Verifikasi stadion bagaimana?
Stadion juga sudah kami verifikasi. Tahun ini justru berbeda dengan tahun lalu. Kalau tahun lalu verifikasi hanya dilakukan oleh LIB, tapi kali ini kami juga menyertakan BOPI melakukan verifikasi.
Musim lalu ada beberapa tim yang harus jadi musafir karena lampu stadion tidak layak untuk menggelar pertandingan malam hari. Bagaimana sekarang?
Pada prinsipnya sudah semua (lolos verifikasi), walau ada yang belum sempurna seperti yang kami harapkan. Masalah lampu stadion itulah yang masih belum sempurna. Tapi, masih kami tolerir, tentu dengan catatan harus ditingkatkan sambil berjalan.
Liga 1 kali ini, kick off molor dari biasanya, akibatnya jadwal jadi padat. Tidak sedikit klub yang mengeluh melalui media. Bagaimana cara LIB meredam semua ini?
Saya kira kalau klub yang berbicara (keluhan) saya tidak bisa menerimanya. Karena waktu bergulirnya kompetisi tidak semata-mata ditetapkan LIB. Kita kumpul sampai dua kali, pertama dengan pemimpin klub, kesepakatan kita bangun. Bahkan, ketika kita mundur kick off dari tanggal 8 Mei ke 15 Mei semua setuju.
Kemudian LIB menyiapkan lagi jadwal yang bergeser itu. Kita menunggu juga tanggapan dari klub, lalu buat yang baru dan lakukan managers meeting lagi. Kalau ada klub yang kemudian mengeluh, saya menjadi aneh.
Waktu pertemuan LIB dan klub tidak ada keluhan?
Bukan itu saja. Kami juga presentasikan secara keseluruhan. Ada usulan pula dari klub, dan kita dengarkan. Kalau sekarang begitu ditetapkan, klub masih ada yang bersuara, kan aneh.
Jika melihat jadwal yang sudah dirilis, kalau nanti terjadi penundaan akan sangat sulit pergeserannya. Apa ini sudah ada antisipasi?
Untuk masalah itu, saya dan beberapa teman sudah berbicara langsung ke Mabes Polri, ke Kabagintelkam (Kepala Bagian Intelijen dan Keamanan). Beliau-beliau di kepolisian memberikan sinyal untuk jalan. Kita sampaikan lebih dulu ke Mabes, jika nanti kalau ada masalah di daerah tinggal kita koordinasi lagi untuk sinkronisasi.
Jumlah hak komersial klub menurun dibanding musim lalu. Ini karena jumlah sponsor yang berkurang atau nilai komersial kompetisi kita yang turun?
Ada berbagai macam hal, tapi saya kira naik atau turunnya nilai kompetisi tidak pengaruh juga.
Ada dampak sulitnya mencari sponsor akibat muncul kasus mafia bola?
Ya, itu juga memberi pengaruh. Pertama, PSSI sekarang Ketua Umum sedang tidak pasti, mulai dari Pak Edy Rahmyadi, lalu ke Pak Joko Driyono, lalu belakangan Pak Iwan Budianto. Belum lagi ada beberapa Anggota Komite Eksekutif bermasalah.
Ya namanya juga sponsor, pasti kan memikirkan sentimen pasar. Pengaruhnya tidak besar-besar amat, tetapi ketika kami membangun komunikasi dengan sponsor menjadi sedikit alot.
Belum lagi ketika itu situasinya sedang pemilihan Presiden. Setelah kami pendekatan ke sponsor, mereka minta tunggu untuk melihat kondisi setelah Pilpres. Ya begitulah hambatannya.
Ketika diumumkan penundaan kick off dari 8 ke 15 Mei 2019, bapak bilang akan memanfaatkannya untuk cari sponsor. Mengapa?
Memang betul itu. Pembicaraan tetap kami bangun. Tapi, tetap saja menunggu, bahkan yang sudah sepakat, masih meminta untuk menunggu momentum setelah 17 April 2019. Perencanaan kita kan jadi ikut terganggu.
Lalu mengapa hak komersial menurun menjadi Rp5 miliar, dibanding musim lalu Rp7,5 miliar?
Saya secara prinsip tidak mau banyak janji-janji seperti yang lalu. Musim lalu kan terlalu besar janjinya.
Sebenarnya tidak menurun juga sih, yang lalu memang Rp7,5 miliar, tapi kan dibagi jadi Rp5 miliar untuk hak di Liga 1, dan Rp2,5 miliar untuk akademi dan tim U-16. Sekarang yang Rp2,5 miliar itu malah menjadi beban untuk diselesaikan. Tidak bisa kondisi terus-terusan seperti itu.
Bagaimana proses klub akhirnya mau sepakat hak komersial yang mereka dapatkan jadi turun?
Saya berbicara terus terang kepada teman-teman pemilik klub, inilah kondisi kita. Realistis saja, jangan sampai tidak mau kalah, harus ikut seperti musim lalu. Tapi, nantinya malah tidak terealisasi kan malah repot.
LIB menjamin ketika hanya Rp5 miliar akan lancar pembayarannya ke klub?
Itu yang kita harapkan dengan patokannya Rp5 miliar akan lancar. Kita malah memproyeksikan juga pembayaran utang-utang yang Rp2,5 miliar itu kepada klub.
Sekarang bapak ada di dua bagian, LIB dan PSSI. Musim lalu, komunikasi kedua belah pihak kerap macet. Saling mengeluhkan satu sama lain. Bagaimana langkah bapak mengatasinya?
Terus terang saja, memang kondisi seperti yang disebutkan itu terjadi. Karena memang hubungan antara PSSI dan LIB tidak berjalan lancar. Sehingga permasalahan-permasalahan tidak ada yang nyambung untuk diselesaikan dengan baik.
Sekarang kan sudah berbeda. Komite Eksekutif PSSI ada di LIB juga. Tidak mungkin lagi ada terjadi seperti yang lalu. Persoalan LIB juga sekarang saya bicarakan setiap rapat Komite Eksekutif.
Kadang klub, LIB, dan PSSI punya pendapat berbeda dan jadi ramai di media massa?
Ya, sekarang sudah menjadi satu. Jadi ketika ada persoalan dari aktivitas LIB sebagai operator dengan klub, jadi dibahas juga dalam rapat Komite Eksekutif. Sehingga ketika ada pembicaraan, kita semua menjadi satu suara.
Posisi Bapak dan Gusti Randa sekarang sebagai ad interim. Sudah punya persiapan bagaimana nanti jika terjadi pergantian, memastikan proyeksi yang dibuat untuk musim ini berjalan sebagaimana mestinya?
Sekarang kan proyeksi kita satu tahun kompetisi. Kalau agenda dari PSSI, Kongres Biasa Pemilihan pada Januari 2020, kemungkinan besar tidak akan ada pergantian pengurus. Sehingga masih ada waktu bagi kami untuk menjalankan ini sampai selesai sesuai perencanaan awal. (one)