"Saya Bersyukur Bisa Mempersatukan Dua Tokoh Besar"
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – "Buk," begitu nyaring bunyi dari benturan kaki dengan body protector. Benturan ini malah mendapatkan sambutan meriah dari seisi Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Hampir semua penonton berteriak, menyemangati salah satu pesilat Indonesia yang tampil di laga final kelas C putra (55-60 kilogram) Asian Games pada 29 Agustus 2018, Hanifan Yudani Kusumah.
Dalam kesempatan itu, Hanifan berduel melawan pesilat asal Vietnam, Nguyen Thai Linh. Partai Hanifan kontra Thai Linh berlangsung dramatis.
Satu menit terakhir dipenuhi dengan drama. Berbagai macam aksi teatrikal ditampilkan Thai Linh.
Pun, Hanifan banyak melakukan pelanggaran. Degup jantung penonton meningkat lebih cepat, khawatir Hanifan akan kalah karena banyak melakukan pelanggaran dan poinnya terkuras karena hukuman yang didapatkannya.
Setidaknya, poin yang dikurangi wasit dan juri untuk Hanif mencapai lima angka. Tapi, pada akhirnya Hanif mampu mengunci kemenangan dan menyabet medali emas Asian Games 2018.
Luapan emosi yang begitu besar diperlihatkan Hanif. Dia berlari mengelilingi arena Padepokan Pencak Silat TMII, sambil menyapa para pendukungnya, termasuk dua tokoh nasional, Presiden Joko Widodo, dan Prabowo Subianto selaku Ketua Umum PB IPSI.
Bukan cuma menyapa Jokowi dan Prabowo dari bawah, Hanif juga berlari ke atas, menuju tribun VIP, mendekati kedua tokoh nasional itu.
Tak diduga, Hanif kemudian menyatukan Jokowi dan Prabowo dalam satu pelukan. Sebuah pemandangan yang langsung menjadi viral di jagat media sosial.
Aksi pemuda 20 tahun tersebut memang sarat makna. Monumental, bahasa kerennya. Karena, lewat pelukan Hanif, segala macam ketegangan politik yang sempat terjadi di Indonesia seakan sirna. Bahkan, adem rasanya ketika melihat kedua tokoh nasional yang bersaing di Pilpres 2019 itu berpelukan dengan Hanif.
VIVA mendapat kesempatan untuk mewawancarai Hanif, mengupas berbagai macam sisi pribadi, hingga alasannya menyatukan Jokowi dan Prabowo dalam satu pelukan.
Berikut kutipan wawancaranya:
Bagaimana perkenalan Anda dengan pencak silat?
Sejak kecil, tepatnya kelas 1 Sekolah Dasar, diperkenalkan oleh orangtua lewat pertandingan, latihan.
Dari sana, saya mulai kenal dan tertarik. Ikut berbagai pertandingan, Alhamdulillah bisa juara.
Kenapa lebih memilih jadi pesilat ketimbang jadi atlet sepakbola seperti kakek Anda atau lainnya? Kan bisa lebih terkenal.
Pencak silat bukan sekadar olahraga. Ketika saya mengenalnya, ternyata terkandung banyak hal di dalamnya.
Orangtua saya bisa memperkenalkan makna sebenarnya dari pencak silat yang penuh sopan santun, kuat akan nilai agama, mengajarkan akhlak yang baik, hingga silaturahminya sangat kuat. Beda dengan yang lain, pencak silat memiliki nilai spiritual tinggi.
Terlebih, dengan berbagai perguruan dan aliran, jurus menjadi lebih variatif. Karena itu saya tertarik dengan pencak silat. Mungkin rezekinya di sini.
Ada tidak, momen yang bikin Anda mau berhenti dari pencak silat?
Tidak ada, malah saya kalau bisa, karier atlet saya di pencak silat diperpanjang hingga umur 45 tahun.
Bosan sesaat boleh lah, pasti ada. Tapi, sangat berat untuk hidup saya jika meninggalkan pencak silat.
Seperti apa perasaan Anda saat pertama kali ikut turnamen pencak silat?
Awalnya deg-degan, takut, tapi setelah merasakan pertandingan, oh begini rasanya, jadi ketagihan.
Pertama kali ikut kelas 6 Sekolah Dasar, 2010 tepatnya. Masuk final, tapi kalah bendera, 2-3.
Ayah dan ibu pesilat pula, bisa dibeberkan seperti apa peran mereka saat membentuk Anda? Ada metode khusus?
Orangtua membentuk saya dengan cara yang tidak memaksa. Jika ada pertandingan ikut, perlahan saja. Sudah rejeki, Alhamdulillah setiap pertandingan menang.
Kemudian, saya diajak berpikir, menganalisis setiap pertandingan. Itu sejak kelas 6 SD. Oh ini teknik ini dan lainnya. Baik di kejuaraan nasional maupun internasional. Jadi saya diajarkan semua berjalan saja seperti air mengalir oleh mereka.
Semua kerja keras Anda tak lahir dengan instan. Di kamar, Anda selalu menuliskan kata-kata motivasi. Tujuannya apa? Efektifkah itu?
Menurut saya efektif. Itu merangsang semangat saya. Ketika kita mengalami suatu kegagalan terutama bertanya pada diri sendiri.
Kata-kata motivasi yang selalu saya ingat, "Biarkanlah masa lalumu jadi sejarah dan buatlah sejarah untuk masa depanmu."
Berbagai macam perjuangan itu akhirnya mulai terbayar di Asian Games 2018. Di depan publik sendiri, Anda menyabet medali emas. Rasanya seperti apa?
Alhamdulillah, saya sebagai Warga Negara Indonesia, merasa beruntung bisa memberikan yang terbaik untuk Tanah Air.
Saya ingin mendedikasikan ini untuk Indonesia. Saya memang bukan aparat, tapi saya ingin mempersembahkan sesuatu untuk negeri ini. Saya cinta Indonesia dan NKRI harga mati.
Jalannya laga final begitu menegangkan. Anda beberapa kali melakukan pelanggaran. Pun, kami yang menonton ikut cemas. Bisa diceritakan sedikit jalannya laga?
Di 32 detik terakhir, saya dikurangi lima poin. Kondisinya justru saya berbalik kalah. Ketika itu datang Pak Jokowi, Pak Prabowo, dan tokoh lainnya.
Mereka datang, saya pun berusaha menenangkan diri, pasrah. Artinya, kalau rejeki saya ya sudah terima, tapi kalau bukan dipasrahkan sama Allah.
Saat itu saya berpikir, harus tenang, ini hanya butuh satu tendangan, Alhamdulillah dua tendangan bersih di lima detik terakhir.
Beliau berdua menjadi inspirasi saya, terutama kepada Pak Prabowo selaku Ketua Umum PB IPSI yang sudah mengurus pencak silat. Dia telah memfasilitasi kami, atlet untuk berjuang di Asian Games, pemerintah juga.
Pada akhirnya, Anda berhasil menyabet emas. Puas?
Puas lah, kan bisa mempersembahkan yang terbaik. Apalagi, Asian Games merupakan ajang terbesar se-Asia, setingkat di bawah Olimpiade.
Momen yang paling berkesan adalah ketika Anda menyatukan Jokowi dan Prabowo dalam satu pelukan. Alasannya apa? Anda tahu kan bahwa ada aturan yang membatasi kontak fisik dengan Presiden?
Yang saya tahu, pegang Presiden sebatas jabat tangan. Selebihnya tak boleh.
Tapi, saya berpikir itu adalah amanah dari Allah, negeri ini cinta damai, tidak ada perpecahan. Makanya, secara spontan saya lakukan itu.
Bagaimana perasaan Anda ketika tahu bahwa tindakan itu viral di media sosial?
Ketika saya tahu bahwa aksi itu viral, bagi saya Alhamdulillah respons yang diberikan positif. Saya bersyukur atas nikmat Allah, karena bisa mempersatukan dua tokoh besar untuk masa depan Indonesia.
Apa target Anda selanjutnya?
Ada kejuaraan dunia, yang Insya Allah bisa saya ikuti. Tahun depan di SEA Games, kalau bisa juga tampil di Olimpiade Tokyo, saat ini tengah diupayakan pemerintah dan stakeholder lain.
Ada pesan bagi atlet muda agar bisa sukses?
Kalau ingin sukses, harus rasakan lika-liku kehidupan. Apapun itu, pahit, asam, manis dan semua rintangan hidup.
Harus sabar dan ikhlas, semuanya sudah diatur oleh Allah. Kita tinggal lakukan yang terbaik. (one)
Baca juga berita menarik seputar Hanifan Yudani:
Pesilat Bikin Jokowi dan Prabowo Berpelukan Jadi Viral di Media Sosial
Pesilat yang Bikin Jokowi-Prabowo Pelukan, Cucu Eks Pemain Persib
Garang di Arena, Pesilat Peraih Medali Emas Aslinya Manja
Rencana Mulia Pesilat Peraih Emas, Bonus untuk Haji Orangtua
Sukses Sabet Emas Asian Games, Hanifan Bidik Kejuaraan Dunia
Pesilat yang Bikin Jokowi-Prabowo Pelukan Pimpin Kontingen Indonesia