SOROT 475

Bedil Perampas Jiwa

Petugas kepolisian menunjukan barang bukti sabu-sabu dan senjata api jenis revolver di Polres Metropolitan Tangerang Kota, Tangerang, Banten
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

VIVA – Dokter Ryan Helmi terus menundukkan kepalanya. Dia menutupi wajahnya dengan baju tahanan berwarna oranye. Tersangka kasus pembunuhan terhadap dokter Lety Sultri itu dijaga ketat sejumlah polisi. 

Hari itu, Senin, 13 November 2017, Helmi menjalani prarekonstruksi pembunuhan terhadap Lety yang tak lain istrinya sendiri. Ada 23 adegan yang diperagakan dokter bidang kecantikan itu. Dimulai dari dia memesan ojek online hingga menembak korban.

Penembakan terjadi di Klinik Azzahra Medical Centre, Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, Kamis, 9 November 2017. Kejadian bermula ketika Helmi mendatangi Lety di tempat praktiknya tersebut. 

Helmi hendak berbicara empat mata dengan istrinya, terkait rencana perceraian mereka yang akan diputus pengadilan pada November 2017. “Tetapi korban tidak mau dan akhirnya pelaku mengeluarkan senjata dari tas," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, Jumat, 10 November 2017. (Baca juga: Teror Senjata Api)

Melihat itu, Lety pun langsung berteriak dan berlari ke ruangan administrasi klinik. Dia mengunci pintu ruangan tersebut. Sementara itu, Helmi yang kalap berusaha menendang dan merusak pintu. 

Namun, dia tak berhasil mendobrak pintu. Dia lantas menuju ke tempat loket yang ada di ruang administrasi. Melalui lubang loket itu, pelaku menembak korban. (Baca juga: Petaka di Negeri Bebas Senjata)

Klinik tempat dokter Lety ditembak mati suaminya, dokter Ryan Helmi.

Klinik tempat dokter Lety ditembak mati suaminya, dokter Ryan Helmi. (VIVA/Anwar Sadat)

Dari jarak sekitar dua meter, Helmi melepaskan enam peluru ke arah istrinya. Korban pun tewas seketika. Setelah itu, Helmi pergi dengan menggunakan ojek online. 

Warga dan pengunjung klinik yang menyaksikan kejadian itu tak berani menangkap pelaku. Sebab, pelaku membawa senjata api. Warga khawatir mereka akan jadi sasaran amukan pelaku.

Ternyata, Helmi menyerahkan diri ke polisi. Dia pun langsung ditahan di Polda Metro Jaya. Diduga, Helmi nekat membunuh istrinya karena tidak terima perceraiannya dengan korban. 

Dokter Helmi terindikasi sudah merencanakan pembunuhan terhadap dokter Lety. Hal tersebut terungkap ketika tersangka mencari penjual senjata api usai sang istri menggugat cerai. 

Dari fakta tersebut, penyidik akan menjerat dokter Helmi dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata api.

Dalam kasus ini, polisi menyita dua senjata api yang diduga dipakai Helmi untuk menghabisi Lety. Dua senjata api tersebut merupakan senjata rakitan jenis revolver dan FN. 

Helmi mengakui jika dua senjata itu didapatnya dengan cara dibeli dari dua penjual berbeda, seharga Rp45 juta. Satu pistol FN dibeli melalui transaksi jual beli online dengan pria berinisial S. Satu pistol Revolver dibeli dari seseorang melalui Facebook. 

"Akunnya sudah diserahkan ke kami tapi penjual senpi (senjata api) kan tidak semudah itu. Tidak yang bersangkutan menjual di akun dan langsung menyerahkan begitu, masih kami dalami," kata Kasubdit Jatantas Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Hendy F Kurniawan, Senin, 13 November 2017.

Kasus dokter Helmi itu hanya sebagian kecil dari peristiwa kekerasan dengan senjata api. Maraknya senjata rakitan, misalnya, diduga karena masih bermunculannya home industry pembuat senjata rakitan. Belum lagi, tersedianya penjualan senjata rakitan secara online.   

Soal senjata rakitan yang banyak beredar, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rikwanto tak menampiknya. Jenis senjata tersebut diduga merupakan senjata yang paling banyak digunakan dalam aksi kriminalitas. 

Lantaran itu, petugas pun membidik untuk memberantas senjata rakitan. Beberapa waktu lalu, polisi pun menggerebek home industry senjata di Bandung, Sumedang, Cipacing, Lampung, dan Sulawesi Selatan. 

“Itu sudah kami tangkap-tangkapin. Kalau sekarang ada lagi, berarti ada lagi home industry yang membuat. Ini siapa? Nanti kami telusuri,” ujarnya. 

Jejak Senjata Api

Namun, senjata api seolah masih begitu mudah didapat. Sejumlah pelaku kejahatan disinyalir memakai senjata api rakitan saat beraksi. Kasus perampokan sepeda motor di sebuah rumah di Karawaci, Tangerang, pada 12 Juni 2017, misalnya. 

Saat itu, Italia Chandra Kirana, anak pemilik rumah, memergoki pelaku hendak mengambil sepeda motornya. Pelaku lantas menembak wanita 23 tahun itu hingga tewas.

Komisi III DPR Bakal Evaluasi Penggunaan Senpi Imbas Polisi Tembak Siswa SMK Semarang

Pelaku utama yang menjadi eksekutor penembak Italia, yakni Saiful ditembak mati oleh polisi di tempat persembunyiannya di Lematang, Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, pada 10 Juli 2017 sekira pukul 14.00 WIB. 

Satu hari berselang, tepatnya pada 11 Juli 2017, Sudirman, rekan Saiful, menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya.

Tak Pakai Senpi, Anggota DPR Usul Polisi Hanya Dibekali Tongkat Panjang saat Berpatroli

Penembakan dengan menggunakan senjata rakitan juga terjadi pada seorang pengusaha Davidson Tantono, di sebuah SPBU di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, pada 9 Juni 2017. Korban tewas ditembak perampok saat berusaha mempertahankan tas berisi uang tunai ratusan juta rupiah.  

Uang tunai itu baru saja diambil Davidson dari salah satu bank yang berada tak jauh dari lokasi penembakan. Dia berada di SPBU untuk mengisi angin pada ban mobilnya yang mendadak kempis, diduga lantaran disabotase pelaku. 

Jelang Lengser, Presiden AS Biden Ampuni Putranya Hunter di Kasus Senjata Api dan Pajak

Polisi lantas meringkus tujuh orang pelaku perampokan itu. Dua di antaranya tewas tertembak petugas lantaran melawan saat hendak dibekuk. 

Sorot Senjata Api - Pistol - Senpi

Propam memeriksa senjata api milik jajaran polisi Polres Bogor di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Bukan hanya senjata rakitan, senjata api yang dilengkapi surat resmi pun diduga terlibat tindak kriminalitas. Pada Jumat, 6 Oktober 2017 malam, misalnya. 

Seorang dokter, Anwari, diduga mengancam dan menganiaya juru parkir di parkiran basement Mal Gandaria City. Korban Zuansyah (21) diduga dipukul karena Anwari ogah membayar uang parkir.

"Kalau surat-suratnya ada semua. Surat senjata ada," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Senin, 9 Oktober 2017.

Perketat Izin

Maraknya senjata rakitan untuk aksi kriminalitas menjadi pekerjaan rumah bagi Polri. Meski terus berupaya untuk memberantas peredaran senjata rakitan, Polri juga memperketat izin kepemilikan untuk senjata api legal. 

Sejak reformasi, pemberian izin kepada orang-orang tertentu seperti pejabat tinggi, direktur terkait dengan keuangan dan lain-lain, dievaluasi kembali. 

Polri mengklaim tak gampang untuk mendapatkan senjata api. Menurut Rikwanto, ada sejumlah prosedur yang mesti dilalui untuk mendapatkan senjata api legal. Di antaranya, pemohon mesti lulus tes lebih dulu, seperti tes kesehatan, tes menembak, dan psikotes.

Terdapat tiga kategori senjata yang diatur. Pertama, senjata organik milik TNI dan Polri. Kedua, senjata olahraga, termasuk senjata untuk berburu. 

Ketiga, senjata bela diri yang terdapat tiga jenis pelurunya, yaitu peluru hampa, peluru karet, dan peluru tajam. 

Senjata guna bela diri tersebut pun hanya diberikan kepada orang-orang dengan jabatan dan kedudukan tertentu. Mereka merupakan orang-orang yang memang membutuhkan pengamanan tersebut. 

“Jadi sebenarnya sangat sulit untuk mendapatkan walaupun jalur resmi ya, karena spesifik sekali,” ujar Rikwanto.

Sorot Senjata Api - Pistol - Senpi

Petembak mengikuti Kompetisi Menembak 2017 di Lapangan Tembak Perbakin Senayan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Semua izin senjata api, menurut Humas PB Perbakin, Rocky Roring, baik untuk olahraga, berburu hingga bela diri memang dikeluarkan Polri. 

Untuk senjata bela diri misalnya, diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik Polri/TNI untuk Kepentingan Bela Diri. 

Sementara itu, untuk keperluan olahraga diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api untuk Olahraga. Surat izin senjata tersebut memiliki masa berlaku tertentu. 

Pemilik senjata wajib melaporkan penggunaan senjata tersebut secara rutin, termasuk untuk olahraga. “Jadi tidak sembarangan, semua itu harus dilaporkan dan diizinkan oleh kepolisian, termasuk untuk kepentingan olahraga,” ujar Rocky.

Adanya persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin senjata api diamini seorang pengusaha asal Kalimantan. Pria 47 tahun itu memiliki senjata api untuk bela diri. Itu lantaran profesinya sebagai pengusaha berisiko terhadap tindak kejahatan.

Dia memiliki senjata Handgun jenis FN sejak lima tahun lalu. Ketika mengurus izin, terdapat persyaratan, mulai dari dokumen identitas hingga sejumlah tes. 

Setelah lulus semua persyaratan, baru pemohon dapat mengantongi surat izin. Saat itu, untuk mengurus semua perizinan, dia mengeluarkan dana sekitar Rp15 juta. 

Meski telah mendapat izin, dia tetap harus melakukan pelaporan secara rutin untuk registrasi perizinan tersebut setahun sekali. Kini, senjata itu disimpannya di rumah. 

“Pikir-pikir juga kami bawa-bawanya,” ujarnya pria yang enggan disebut namanya itu.

Senjata yang diperoleh dengan cara legal sesuai dengan perizinan, menurut dia, tidak akan digunakan untuk kekerasan atau melakukan kriminal. Sebab, jika senjata yang terdaftar itu digunakan untuk kejahatan pasti akan mudah dilacak kepemilikannya.

“Mungkin yang harus ditingkatkan adalah pengawasan beredarnya senjata rakitan atau ilegal karena sering digunakan untuk tindak kejahatan kriminal,” ujarnya.

Pengawasan Tak Mudah

Pengawasan senjata rakitan, termasuk yang dijual secara online, bukan perkara mudah. Namun, polisi berjanji akan memperbaiki pengawasan melalui patroli siber yang lebih banyak lagi. 

“Kalau pabrikan masih bisa kami telusuri dari mereknya, dari nomornya, dari jenisnya,” ujar Rikwanto.

Sorot Senjata Api - Pistol - Senpi

Petugas menyusun barang bukti senjata api rakitan (Senpira) saat pemusnahan barang bukti narkotika, obat-obatan ilegal dan senjata api rakitan, di halaman kanton Balai Besar POM di Palembang, Sumatra Selatan. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Anggota Komisi III DPR Irjen Pol (Purn) Eddy Kusuma Wijaya mengakui, pengawasan senjata api memang rumit. Dia mencontohkan, beberapa tahun lalu, gudang polisi di Ambon, dijarah. Hingga saat ini, sekitar 400 pucuk senjata Polri tak diketahui keberadaannya. 

“Jangan-jangan hal seperti ini, seperti (senjata) rakitan itu bisa (dibuat) dari penyerbuan-penyerbuan kantor polisi seperti itu,” ujarnya.

Sementara itu, operasi senjata ilegal yang dilakukan Polri, di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, dinilai Eddy telah membuahkan hasil. Penggunaan dan pembuatan senjata ilegal di wilayah tersebut telah berkurang. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya