- ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang
VIVA – “Selamat datang di jantung Borneo. Tak banyak orang yang bisa sampai di sini. Teman-teman beruntung karena bisa menjangkau wilayah yang sangat jarang didatangi orang”.
Salam selamat datang itu disampaikan oleh Mustarrudin, staf Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan Bidang Teknis Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TNBKDS). Mustarrudin adalah staf yang biasa mengawal siapa saja yang ingin masuk hingga ke tengah hutan tropis Betung Kerihun, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Perjalanan menuju jantung hutan tropis itu memang tak mudah dan wajib didampingi petugas dari pengelola TNBKDS. Jalur tempuh yang direkomendasikan hanya lewat sungai, sebab jika dilakukan lewat darat bisa memakan waktu berhari-hari.
Pemandangan saat perjalanan menuju hutan tropis Betung Kerihun di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. (VIVA/Endah Lismartini)
Tapi, persembahan alam selama menyusuri sungai dengan sampan bermesin 40 PK yang memakan waktu nyaris tiga jam itu luar biasa. Keindahan alam membuat terperangah dan bibir tak henti berdecak kagum.
Di beberapa area, masih terlihat pohon-pohon dengan diameter lebih dari satu meter. Aneka satwa liar, mulai dari monyet, burung enggang, burung elang, berang berang, hingga ular melintas. [Lihat juga Infografik: Data dan Fakta Kerusakan Hutan Indonesia]
Tapi, rasa takut terbayar lunas ketika mata dimanjakan dengan air yang jernih dan warna hijau dedaunan. Udara yang masih bersih dan segar sangat ampuh untuk menghilangkan kepenatan.
Taman Nasional Betung Kerihun memang masih perawan. Tak banyak wisatawan yang sengaja datang ke sana untuk berkunjung. “Selama ini kebanyakan yang datang hanya peneliti, LSM, atau pelajar dan mahasiswa yang minat pada wisata alam liar,” ujar Mustarrudin. [Baca juga: Kebijakan Setengah Hati]
Menyadari potensi wisata yang kuat dengan mengandalkan alam liar membuat pihak Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum, pengelola dua area taman nasional, ingin membuka hutan tersebut untuk kunjungan bebas.
Selanjutnya, Kawasan Konservasi Terluas di Kalimantan
Kawasan Konservasi Terluas di Kalimantan
Hutan Betung Kerihun adalah kawasan konservasi yang berada di bawah naungan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum Pemerintah Daerah Kalimantan Barat. Dikutip dari laman WWF, Kawasan Betung Kerihun disahkan sebagai cagar alam pada 11 Februari 1992 melalui keputusan menteri perhutanan.
Kawasan ini merupakan yang terbesar di Kalimantan Barat dengan luas kurang lebih 816.000 hektare. Kawasan ini memiliki berbagai jenis ekosistem, termasuk hutan dataran rendah, hutan pegunungan, dan hutan lumut.
Ketinggian kawasan terletak antara 300-1.960 meter di atas permukaan laut. Taman Nasional Betung Kerihun bertopografi perbukitan dengan empat aliran sungai (DAS) yang mengelilinginya, yaitu Mendalam, Kapuas, Sibau, dan Embaloh.
Keinginan menjadikan TNBKDS sebagai destinasi ekowisata (ecotourism) untuk turis domestik dan mancanegara muncul setelah pemerintah RI terus menggenjot devisa dari sektor pariwisata. Pemda Kapuas Hulu lalu mengenalkan rencana ini melalui Festival Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum.
Perahu hias Suku Dayak Tamambaloh berlayar melintas di Danau Sentarum pada acara penutupan Festival Danau Sentarum Betung Kerihun di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. (ANTARA FOTO/Timotius)
Festival untuk mengenalkan wisata alam Betung Kerihun dan Danau Sentarum ini diluncurkan pada Mei 2017. Festival ini bukan yang pertama dan sebelumnya sudah beberapa kali diselenggarakan.
Tapi, pelaksanaan tahun ini adalah yang terbesar dan melibatkan banyak pihak termasuk kelompok Non-Governmental Organization (NGO). Pelaksanaan tahun ini juga diniatkan untuk mempromosikan pariwisata Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum secara nasional.
“Betung Kerihun dan Danau Sentarum adalah ikon Kapuas Hulu. Kami ingin mempromosikan potensi wisata yang ada di Kapuas Hulu. Kami juga ingin mengawal program pemerintah untuk mendatangkan sebanyak-banyaknya wisatawan lokal dan mancanegara,” ujar Munawir, kepala bidang TNBKDS.
Munawir juga mengatakan, rencana itu telah melibatkan berbagai pihak, termasuk swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Hal yang akan dijual sebagai daya tarik wisata Betung Kerihun adalah alam liar. “Potensinya adalah petualangan ke alam liar, camping ground, pengamatan satwa liar, dan budaya,” ujar Munawir .
Ia menyebutkan, di antara LSM yang ikut ambil bagian dalam promosi wisata dan pelestarian alam di taman nasional adalah Sintang Centre, yang menjadi mitra untuk pelestarian orang utan, WWF Kalimantan Barat, dan Komunitas Pariwisata Kapuas Hulu (Kompak).
Mereka, bersama pemerintah daerah dan LSM lainnya bekerja sama membangun wisata alam di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mentibat dan Sungai Pari.
Munawir yakin, TNBKDS mampu bersaing dan menjadi destinasi wisata utama seperti Dieng dan Pulau Komodo. Sebab, ujar Munawir, kawasan ini juga memiliki kelebihan dengan ratusan spesies tanaman, satwa liar, dan lokasinya tak terlalu jauh dari kota Putussibau, kota besar di Kapuas Hulu. Hanya sekitar tiga jam perjalanan dari Putussibau menuju pusat hutan tropis itu.
Tapi, pengunjung harus bersiap, ketika perjalanan semakin menuju pelosok, maka sinyal ponsel tak lagi bisa dijangkau. Itu artinya, hubungan dengan dunia luar untuk sementara terputus. Penting bagi pengunjung untuk memberitahu orang atau keluarga terdekat agar mereka tak kebingungan mencari ketika komunikasi benar-benar tak tersambung lagi.
Sebelum mencapai DAS Mentibat dan Sungai Pari, sebagai bagian dari wisata budaya, pengunjung akan diajak singgah ke Rumah Betang Semangkok. Rumah Betang Semangkok adalah rumah khas suku Dayak yang sudah berusia ratusan tahun. Rumah Betang Semangkok didirikan pada 1814.
Kayu jenis ulin yang menjadi penyangganya tak pernah diganti sejak rumah panjang itu berdiri. Ada enam kayu ulin dengan diameter 40-50 sentimeter yang kokoh menyangga rumah itu.
Awal didirikan, tinggi rumah Betang Semangkok dari permukaan tanah mencapai 20 meter. Kini, tingginya hanya sekitar tujuh meter dari permukaan tanah.
Di rumah Betang Semangkok, pengunjung bisa berbincang-bincang dengan warga dari suku Dayak yang masih menghuni rumah tersebut. Pengunjung juga bisa membeli hasil kerajinan mereka, seperti kalung, gelang, atau hasil tenunan dan anyaman.
Setelah dari rumah Betang Semangkok, perjalanan akan dilanjutkan menuju jantung Borneo. Bersampan sambil menikmati pemandangan alam menuju taman nasional hutan Betung Kerihun.
“Wisatawan akan diajak masuk ke dalam kawasan taman nasional. Untuk urusan konservasi alam, kawasan taman nasional memiliki level lebih tinggi dari hutan lindung,” tutur Badrul Arifin, pengendali Ekosistem Hutan Balai Besar TNBKDS.
Badrul menjamin pengunjung kawasan taman nasional Betung Kerihun akan mendapat kesan luar biasa. “Alamnya masih sangat alami, airnya bersih dan bisa langsung diminum. Di tengah hutan, sudah tak ada lagi kehidupan manusia, maka dijamin tak akan ada limbah rumah tangga,” celotehnya sambil mengambil air sungai menggunakan telapak tangan dan langsung meminumnya.
“Jika beruntung, bisa menemukan satwa khas Betung Kerihun,” dia menambahkan.
Badrul benar, karena saat menyusuri sungai, rombongan sempat melihat berang berang di tepian sungai, burung enggang gading, enggang badak, burung elang, kangkareng putih, raja udang, dan monyet ekor panjang.
“Kawasan taman nasional ini berada di perbatasan, beririsan dengan taman nasional Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, jadi satwanya juga bisa saja sama. Tapi jelas tak mudah menemukan satwa itu berkeliaran,” Badrul menjelaskan.
Pria ini menyarankan agar siapa saja yang berminat menjelajah ekowisata Betung Kerihun untuk datang di musim hujan. Karena, kalau musim kemarau debit air sungai menjadi rendah, sehingga perahu sering kesulitan berjalan.
Saran lainnya bagi penikmat wisata alam liar adalah membawa pakaian yang mudah kering. Karena, selain menyusuri sungai, pengunjung bisa trekking ke tempat pos pengamatan hewan liar, mandi di air terjun atau sungai, dan berjaga jika hujan turun di tengah perjalanan.
Selanjutnya, Wisata Alam Merusak Konservasi?
Wisata Alam Merusak Konservasi?
Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun jelas adalah kawasan konservasi hutan. Meski demikian, pengelola TNBKDS yakin, membuka taman nasional sebagai area ekowisata tak akan mengganggu upaya konservasi di kawasan tersebut.
“Ada zonasi dalam sebuah area taman nasional, yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lain. Area yang kami buka adalah zona pemanfaatan. Sedangkan zona inti, adalah area yang sama sekali tak boleh disentuh kecuali untuk penelitian,” ujar Badrul.
Ia menambahkan, pemerintah memang membuka zona pemanfaatan, sehingga area tersebut masih dimungkinkan untuk menjadi lokasi ekowisata. Area zona rimba adalah area untuk mendukung keberadaan zona inti. Di zona rimba, aktivitas masih diperbolehkan, namun sifatnya sangat terbatas.
Pendapat Badrul Arifin juga dikuatkan oleh Munawir. Menurutnya, upaya ekowisata tak bersinggungan dengan konservasi, justru saling menguatkan. “Bagian dari ekowisata adalah kelestarian lingkungan dan edukasi. Juga ada peran serta dan benefit untuk masyarakat yang berada dalam kawasan,” tutur Munawir.
Zona pemanfaatan ini lah yang dieksplorasi untuk menjadi area ekowisata bagi siapa saja yang berminat.
“Kami tak akan menyentuh zona inti. Karena itu adalah jantungnya Borneo. Kami semua sadar, zona inti itu wajib dijaga. Wilayah ini adalah hulu Sungai Kapuas yang menghidupi kota Pontianak," Mustarrudin ikut menambahkan.
Jika hulu rusak, Pontianak juga rusak. Jika hulu hancur, seluruh kota Pontianak juga akan hancur, bahkan seluruh dunia bisa ikut hancur. "Karena sampai sekarang, sebutan Kalimantan sebagai paru-paru dunia masih bertahan,” tutur Mustarrudin.
Kawasan konservasi hutan di Taman Nasional Betung Kerihun, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. (VIVA/Endah Lismartini)
Menyadari potensi wisata dan keinginan untuk tetap menjaga kelestarian kawasan konservasi membuat Pemerintah Daerah Kapuas Hulu aktif melibatkan masyarakat untuk ikut menjaga sekaligus mendapat keuntungan dari taman nasional.
“56 persen dari kawasan Kapuas Hulu adalah kawasan lindung, jadi di dalamnya ada hutan lindung dan taman nasional. Pemerintah daerah tak sanggup mengelola sendiri karena terbatas sumber daya manusia dan dana. Jadi kami mengelola kawasan dengan mengajak masyarakat, NGO, dan pemerintah setempat,” ujar Munawir.
Munawir mengatakan, untuk pengelolaan ini, pengelola sudah bekerja sama dengan 17 mitra. Kesepakatan ditandatangani di pemerintah pusat, dengan klausul yang sudah disepakati.
“Paradigma kami untuk mengelola taman nasional memang harus diperbaiki. Pemerintah dan masyarakat punya peran aktif, sedangkan NGO sifatnya adalah supporting,” ujarnya.
Munawir mengakui, wilayahnya membutuhkan sentuhan dari pemerintah pusat. Bagaimana pun, pengembangan infrastruktur di Kapuas Hulu juga penting untuk menunjang pariwisata.
Ia berharap, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersedia memberi dukungan, karena untuk infrastruktur tak bisa bergantung kepada NGO. Bukan ranah NGO membangun infrastruktur.
Bupati Kapuas Hulu, M Nasir, juga menegaskan hal yang sama. Tak hanya berharap lirikan dari pemerintah pusat, M Nasir juga mengatakan Kapuas Hulu terbuka untuk swasta yang ingin berinvestasi.
“Silakan, kami akan sangat membuka diri pada swasta yang ingin berinvestasi. Misalnya membangun hotel, mengembangkan kawasan untuk memikat wisatawan dan tentu melibatkan masyarakat,” ujarnya.
M Nasir mengakui, pemda perlu mengedukasi masyarakat agar ramah wisatawan. Ia tak ingin warga menjebak turis yang datang dan membuat wisatawan kapok.
“Warga juga perlu diedukasi untuk ikut menjaga kelestarian, dan terbuka kepada wisatawan yang datang sehingga wisatawan bersedia balik lagi,” kata M Nasir, yang ditemui di sela pelaksanaan festival.
Pemerintah Daerah Kapuas Hulu terus berbenah. Destinasi wisata ke jantung Borneo itu memang tak bisa dibilang murah. Transportasi adalah yang termahal dari berbagai komponen untuk mengunjungi taman nasional Betung Kerihun.
Tapi, M Nasir optimistis kunjungan wisatawan ke Kapuas Hulu akan terus meningkat.
Alam dan satwa liar, arus sungai yang mengalir deras, jernihnya air, dan segarnya udara Betung Kerihun menjadi daya tarik bagi penikmat wisata alam liar. Budaya suku Dayak melengkapi keelokannya.
Pengunjung mungkin tak bisa membayangkan seperti apa rasanya membelah jantung Borneo. Tapi, mungkin pengunjung bisa membayangkan, bagaimana rasanya menikmati secangkir kopi panas di pinggir sungai Mentibat yang airnya bening mengalir, lalu membiarkan senja jatuh perlahan dan menyaksikan kunang-kunang berpendar dalam kegelapan. (art)