- REUTERS/Stringer
VIVA.co.id – Seorang petani jagung duduk di sebuah ruangan cukup luas. Di hadapannya sederetan ilmuwan dengan pandangan serius. Mereka rupanya tengah menginterogasi si petani bernama Joseph Cooper itu. Dia harus mengungkapkan kenapa bisa sampai menemukan suatu tempat yang menghebohkan.
Cooper berbelit-belit menjelaskannya. Dia mengaku hanya tak sengaja sampai di lokasi itu dalam perjalanan bersama putrinya, Murph Cooper. Mereka akhirnya tersesat hingga ke tempat fasilitas paling rahasia di dunia tersebut. Sang ilmuwan tak percaya, mereka yakin Cooper tahu dan menyembunyikan sesuatu.
"Cooper tolong jujurlah pada mereka (ilmuwan)" kata Profesor Brand menengahi perdebatan.
Sang petani beringsut dan akhirnya melunak, sambil memeluk erat Murphy, dia menjelaskan tersesat di lokasi paling rahasia karena dituntun oleh sebuah anomali. Ilmuwan makin penasaran, mengejar pengakuan Cooper.
"Anomali seperti apa," sela salah satu ilmuwan.
Cooper mencoba menjelaskan dengan berbelit. Ilmuwan tak sabar, memintanya untuk spesifik menjawab, minta langsung ke inti jawaban.
Murphy langsung merespons, mereka mengetahui koordinat lokasi paling rahasia di dunia itu karena adanya anomali gravitasi. Seketika ilmuwan saling beradu pandang, wajah mereka kaget dan terkejut terlihat. Mereka makin penasaran, mengernyitkan alis, terus interogatif, gravitasi semacam apa, di mana anomali itu terjadi.
Cooper merespons. Dia tak akan menjawab lebih terang tanpa sebuah jaminan. Sambil memegang erat kepala anaknya dengan kedua tangan, Cooper ingin begitu mengatakan semuanya dengan jujur, bersama putrinya bisa dibebaskan dari interogasi di ruang paling rahasia di dunia dan segara pulang dari ‘tawanan’ ilmuwan.
Ilmuwan tersenyum melihat reaksi memohon Cooper. Profesor Brand lantas bertanya kepada Cooper, tahukan dia siapa yang menginterogasinya.
"Kau tak tahu siapa kami, Cooper?" ujar profesor Brand. "Tidak profesor," jawab petani dengan wajah lelahnya.
Orang-orang yang menginterogasinya adalah ilmuwan NASA.
"NASA iya, NASA tempat yang sama dulu kamu bekerja," ujar profesor Brand. Cooper merupakan petani yang sebelumnya adalah mantan pilot uji coba NASA.
Sang profesor bangkit dari tempat duduknya dan mengisyaratkan tangan, bersamaan dengan itu dinding kayu ruangan interogasi bergeser otomatis.
Profesor Brand mengajak Cooper ke ruang sebelah, sebuah fasilitas produksi dan operasi rahasia NASA. Berjalan pelan mengikuti Profesor Brand, mata kosong Cooper melepas pandang ruangan operasi. Copper terlihat masih belum sadar dengan apa yang dilihatnya. Di depannya para teknisi dengan seragam khas laboratorium, putih, sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing, mengelas, mengecek komponen mesin roket dan lainnya.
Profesor Brand menjelaskan, NASA sedang menjalankan rahasia untuk mencari solusi krisis pangan yang terjadi di dunia. Selama tujuh tahun sebelumnya, gandum telah susah berkembang, kemudian tanaman Okra menyusul tahun ini, kentang di Irladia mati juga,akibat wabah hawar, sebuahbadai debu menerjang daratan, kata sang profesor. Dunia sedang krisis bahan makanan, tanaman makanan semua nyaris mati akibat wabah tersebut. Tinggal jagung, yang juga menunggu mati juga.
Cooper terpana dengan paparan Profesor Brand. Cooper meyakinkan kepada sang profesor, peradaban manusia pasti punya cara menangani krisis tersebut. Profesor Brand menjelaskan, krisis ini memang akan berdampak, terutama pada generasi anak cucu setelah generasi Cooper.
Cooper akhirnya sadar dengan jalan pikiran Profesor Brand. Dia bertanya apa rencana NASA untuk menyelamatkan dunia. Profesor mengatakan, manusia tak ditakdirkan untuk menyelamatkan dunia, tapi memang digariskan untuk meninggalkan Bumi, mencari tempat selamat. Mata Cooper terpaku pada wahana antariksa di depannya. Dia bertanya apakah benar ilmuwan akan mengirimkan misi ke antariksa untuk mencari rumah baru bagi manusia.
Mengikuti misi Lazarus, kata Profesor Brand membenarkan rasa penasaran Cooper.
Namun Cooper skeptis. Setahunya tak ada planet di Tata Surya yang mampu mendukung kehidupan, bahkan bintang terdekat yang jaraknya 1000 tahun cahaya lamanya, untuk itu dia bertanya ke mana misi Lazarus akan dikirim mencari rumah baru.
Aktivitas Pesawat antariksa nirawak Juno yang dikembangkan NASA saat memasuki orbit planet Jupiter. (NASA/JPL-Caltech/Handout via REUTERS)
Tatapan mata Profesor Brand turun ke bawah, menghela napas. Dia enggan membeberkan detail misi penerus Lazarus, yakni misi Endurance, kecuali dengan satu syarat. Cooper harus setuju menjadi pilot misi Endurance. Cooper menolaknya, dengan alasan dia belum pernah melewati stratosfer bagaimana bisa dia layak untuk menjalankan misi yang jauh di luar angkasa. Misi Endurance ternyata mencari rumah baru, sebuah kelompok planet di galaksi jauh di luar Tata Surya yang belum dikenali ilmuwan.
Cooper setuju tawaran menjadi pilot Misi Endurance. Kemudian dia dijelaskan mengingat tantangan anomali gravitasi ada dua skenario misi. Rencana A, misi akan mengirimkan awak ke galaksi lain dengan wahana antariksa. Rencana B, skema bom populasi, yang akan membawa sel telur yang telah dibuahi yang dibekukan. Kemudian di bawah ke galaksi lain untuk nanti ditumbuhkan dan berkoloni di galaksi lain.
Pada Rencana A, awak akan dikirim ke galaksi lain, memastikan kondisi planet yang dituju. Jika planet tersebut layak huni, awak akan mengirimkan sinyal. Setelahnya awak akan dibuat hibernasi, tidur panjang. Menunggu awak lain menyelamatkan mereka.
Penunjukan Cooper menjadi pilot Misi Enduracne itu merupakan bagian dari film “Interstellar,” yang dirilis 2014.
Selanjutnya...Rumah Baru Manusia
Rumah Baru Manusia
Misi Endurance dalam film tersebut masuk dalam koloni antariksa. Isu koloni keluar dari Bumi sudah mulai mengemuka seiring dengan perkembangan di Bumi yang kian hari kian mengalami masalah lingkungan. Memang banyak argumen yang dimunculkan untuk menguatkan gagasan koloni antariksa, tapi alasan yang paling umum yakni agar peradaban manusia bisa bertahan dari bencana yang melanda Bumi, baik bencana alami maupun bencana akibat ulah manusia.
Pendukung argumen ini adalah fisikawan dan kosmolog terkenal Stephen Hawking. Dia sudah berkali-kali mengingatkan tentang bahaya Bumi dan menyarankan agar manusia segera mencari tempat alternatif keluar dari Bumi.
Fisikawan dan kosmolog terkenal Stephen Hawking. (www.onvsoff.com)
Pada 2001, dikutip dari The Telegraph, Hawking memperkirakan manusia bakal punah dari Bumi dalam ribuan tahun ke depan, kecuali spesies ini berkoloni dan bisa tinggal mapan di antariksa. Lima tahun kemudian, Hawking makin tegas. Dia mengajukan dua opsi kepada manusia, berkoloni ke antariksa dalam dua ratus tahun dan membangun unit basis di planet lain, atau pilihannya manusia akan menghadapi kemungkinan kepunahan jangka panjang.
Setali tiga uang, pada 2005, NASA juga mendukung gagasan koloni. Administrator NASA Michael Griffin mengidentifikasi koloni antariksa sebagai tujuan tertinggi dalam program antariksa.
Griffin kala itu menegaskan tujuan koloni bukan sebatas eksplorasi ilmiah, dan memperluas jangkauan habitat manusia dari Bumi ke Tata Surya. Dia mengatakan, dalam jangka panjang, spesies yang mendiami planet tunggal tak akan bertahan hidup. Senada dengan Hawking, dia menuturkan jika manusia ingin bertahan hidup selama ratusan ribu sampai jutaan tahun, pilihannya memang satu, meninggalkan Bumi.
Griffin mengatakan, teknologi yang ada kala itu nyaris tak mungkin untuk menahan Bumi terhindar dari krisis. Dia mengakui memang tidak menjamin kapan manusia bisa merealiasikan koloni tersebut, tapi dia yakin suatu saat makin banyak manusia yang hidup di luar Bumi.
"Kita mungkin memiliki orang-orang yang tinggal di Bulan, di Jupiter dan planet lain. Kita akan melihat orang-orang yang membuat habitat di asteroid. Saya tahu manusia akan mengkoloni Tata Surya dan suatu hari lebih jauh lagi," ujar Griffin dikutip dari The Washington Post.
Bencana yang diprediksi akan melanda Bumi juga jadi alasan mantan Departemen State Amerika Serikat. Louis J Halle. Dalam tulisannya, koloni antariksa akan melindungi manusia dari bencana global akibat perang nuklir, memang tulisan ini lahir pada musim panas 1980 saat dunia masih khawatir dengan isu nuklir.
Masih banyak pendukung gagasan koloni antariksa karena kekhawatiran kondisi Bumi dari bencana, di antaranya fisikawan Paul Davies, jurnalis Willin E Burrow dan ahli biokimia Robert Shapiro yang mengajukan proyek swasta Alliance to Resque Civilization. Tujuan proyek ini memantapkan peradaban manusia di luar Bumi.
Alasan populer kedua gagasan koloni keluar Bumi, yakni anggapan di luar angkasa masih tersimpan banyak sumber daya kehidupan. Dengan mengeksplorasi sumber daya tersebut, mendukung kemungkinan ekspansi manusia ke antariksa. Gagasan ini berpandangan di antariksa melimpah dengan bahan dan energi untuk mendukung kehidupan. Tak usah jauh-jauh, menurut beberapa perkiraan, di Tata Surya saja sudah cukup berlimpah bahan dan energi untuk mendukung ribuan atau miliaran kali dari populasi manusia Bumi.
Sementara dunia di luar Tata Surya, diperkirakan ada ratusan miliar bintang lain dalam alam semesta yang memungkinkan diamati. Walau perjalanan ke dunia baru itu sangat tidak mudah, butuh wahana antariksa yang canggih dan metode perjalanan misi yang baru seperti menggunakan mesin dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya.
Koloni antariksa juga punya pendukung alasan lainnya, yaitu untuk mencari dunia baru dari ancaman ekspansi manusia dan perkembangan teknologi yang menghasilkan sisi buruk kerusakan lingkungan dan menghancurkan ekosistem kehidupan serta satwa liar. Ada juga yang meyakini koloni sebagai solusi atas masalah kelebihan populasi warga dunia yang membuat Bumi kian sesak. Di sisi lain sumber daya di Bumi akan cepat habis dengan makin meladaknya populasi, sumber daya di antariksa bisa menjadi alternatif keluar dari masalah tersebut.
Bicara misi koloni antariksa, memang sampai saat ini beluma ada yang merealisasikannya. Tapi sudah ada sederetan badan antariksa yang berambisi menjadi yang pertama mewujudkan ‘rumah baru’ bagi manusia. Pada deretan ini ada NASA, SpaceX dan Blue Origin.
Selanjutnya...Ambisi SpaceX
Ambisi SpaceX
SpaceX mewakili ambisi pengusaha dan pendiri perusahaan tersebut, Elon Musk. SpaceX didirikan untuk menekan biaya perjalanan antariksa dan mewujudkan koloni manusia di Planet Mars. SpaceX gencar mengembangkan keluarga roket peluncur Falcon dan wahana antariksa Dragon.
Melalui teknologi sistem reusable lunch, SpaceX bisa mengirimkan peluncur yang mengirimkan wahana ke orbit Bumi dan kemudian bisa kembali ke titik peluncuran secara mandiri. Hal ini merupakan pencapaian bagus, bisa mengefisienkan biaya peluncuran misi ke antariksa.
Musk terlihat serius untuk ambisi koloni ke Mars. Pada September 2016, bos SpaceX itu telah mengungkapkan arsitektur untuk mendukung misi perjalanan antarplanet. Sistem transportasi tersebut dinamakan Interplanetary Transport System (ITS). Pada September tahun lalu, Musk menjelaskan ITS memungkinkan setidaknya mengangkut sejuta orang secara bertahap ke Planet Mars.
Untuk memulai misi itu, SpaceX pertama-tama akan mengirimkan pesawat Red Dragon ke Mars pada 2018 atau paling tidak pada 2020.
Misi pembuka ini akan membuktikan SpaceX bisa bereksperimen reaksi kimia di lingkungan Mars dan menemukan cara terbaik memperoleh metana dan air dari atmosfer Mars. Bahan tersebut disebutkan bisa dimanfaatkan untuk menjadi bahan pembakar.
"Misi Dragon itu awalnya untuk memastikan kami mengetahui bagaimana mendaratkan tanpa melahirkan kawah dan kemudian menemukan cara terbaik mendapatkan air dari metana,” ujar Musk dikutip dari Ars Technica, Senin 24 Oktober 2016.
Bahan yang dihasilkan itu pada akhirnya nanti akan dipakai untuk misi kembali dari Planet Mars.
Setelah misi pembuka itu selesai, SpaceX akan mengirimkan wahana ITS ke Mars. Musk mengatakan, ITS akan diisi dengan peralatan yang lengkap untuk membangun pembangkit bahan pembakar di Mars.
Kemudian, puluhan peserta koloni dalam misi berawak itu akan membawa peralatan tersebut yang dibutuhkan untuk membangun basis persiapan dan menyelesaikan pembangkit bahan pembakar di Planet Merah.
Begitu tahap itu selesai, Musk menuturkan, SpaceX akan mengirimkan misi berawak ke Mars setiap 26 bulan.
Pendiri yang juga CEO SpaceX dan Tesla, Elon Musk saat menghadiri pertemuan di Pulau Rhode, Amerika Serikat. (REUTERS/Brian Snyder)
Visi Musk untuk menjadi yang pertama koloni ke Mars tertuang dalam artikel yang ia tulis dengan judul Making Humans a Multi-Planetary Species pada majalah New Space.
"Saya ingin membuat Mars terlihat mungkin seperti sesuatu yang kita lakukan dalam masa hidup. Ini benar-benar cara yang bisa dilakukan siapa pun jika mereka menginginkan ke sana," tutur Musk.
ITS menarik perhatian pihak yang berambisi untuk koloni di Planet Mars. Salah satunya NASA. Divisi Ames Research Center NASA mengembangkan konsep Red Dragon, misi hemat ke Planet Mars yang akan menggunakan roket Falcon Heavy sebagai peluncur dan kendaraan injeksi trans Mars serta kapsul Dragon untuk memasuki atmosfer Planet Merah itu.
Misi ini akan mengambil sampel dari Mars untuk dikirimkan ke Bumi. Konsep itu awalnya dijadwalkan meluncur pada 2018 dengan nama Misi Discovery, tapi belakangan jadwal mundur sampai 2022. Sayangnya misi ini juga makin tak jelas, saat September 2015 belum mendapatkan sokongan pendanaan.
Nantinya dengan kemampuan SpaceX mengembangkan roket tiap dua tahun, perusahaan itu yakin bisa menjadi basis bagi koloni di Mars setelah peluncuran pada 2024. Musk meyakini setidaknya pada 2035 bakal ada ribuan roket menerbangkan jutaan orang ke Mars.
Bicara soal ITS, sistem transportasi ini nantinya bakal menjadi transportasi antariksa paling besar sepanjang sejarah. Awalnya Musk mengatakan, ITS punya ketinggian 122 meter, didukung dengan mesin roket super, 42 Raptor pada bagian booster dan pesawat yang akan membawa ratusan penumpang ke Planet Mars dengan sembilan mesin roket Raptor. Tapi belakangan dikutip dari Engadget, SpaceX menurunkan spesifikasinya. ITS akan didukung dengan 21 Raptor dengan diameter 9 meter bukan 12 meter sesuai rencana awal.
Sedangkan ITS turun kapasitas penumpangnya dari sebelumnya dirancang bisa mengangkut 100 awak, tapi kini cuma bisa mengangkut setengahnya.
ITS secara umum dibagi menjadi dua bagian, pertama booster dan pesawat yang ada di bagian ujungnya.
Dalam presentasinya, nantinya booster akan mendorong dan memarkir pesawat antariksa di orbit Bumi. Setelah selesai, booster itu akan kembali mendarat di Bumi. Musk mengatakan booster pada ITS merupakan booster yang paling super sepanjang sejarah, baik dari segi ukuran, maupun daya dorongnya.
Hal yang menjadi pembeda dalam booster ini adalah keberadaan mesin roket Raptor.
Soal kemampuan mesin roket Raptor, tiga kali dari Merlin. Merlin merupakan keluarga mesin roket yang dikembangkan SpaceX. Mesin Merlin telah dipakai dalam roket Falcon 1, Falcon 9 dan Falcon Heavy.
"Tujuan produksi Raptor yaitu dorongan spesifik 382 detik dan daya dorong 3 metrik ton pada kondisi 300 bar," tulis Musk.
Untuk mempermudah gambarannya, satu mesin Raptor bisa memproduksi 310 ton dorongan, cukup untuk mengangkut 310 ton, atau 172 kendaraan, atau menerbangkan Boeing 747 ke langit. Sementara dalam booster tersebut terdapat 42 mesin roket Raptor.
Jika ditotal, daya dorongan 42 mesin roket Raptor mampu menghasilkan data 13.033 ton daya dorong, atau cukup untuk mendorong lebih dari 7 ribu mobil atau 50 pesawat besar ke antariksa.
Soal muatan yang bisa dibawa ke Mars ini, Musk mengatakan mesin roket Raptor bisa membawa sampai seribu ton muatan. Jauh dibandingkan dengan kemampuan roket Falcon 9 yang hanya mampu membawa muatan empat ton, sementara roket paling super saat ini, Falcon Heavy, hanya mampu membawa muatan 13 ton saja ke Mars.
Selanjutnya...Nasib NASA
Nasib NASA
Badan pemerintah AS ini juga berambisi untuk mengirim koloni ke Planet Mars, target sudah dicanangkan pada 2030-an. Rencana itu sudah terendus sejak 2010, saat misi NASA ini dikuatkan dengan keluarnya dua UU yakni UU Otorisasi dan UU Kebijakan Antariksa pada 2010.
NASA berpandangan Planet Mars memang jadi target, sebab di masa lalu planet tetangga Bumi ini pernah mendukung kehidupan.
Dengan bekal pengalaman empat dekade dalam eksplorasi antariksa, NASA meyakinkan diri untuk bisa mengirim koloni ke luar Bumi. Pada rencana misi koloni, NASA melakukannya dengan dua tahap, pertama mengirimkan awak ke asteroid dekat Bumi dan tahap kedua menuju ke Mars.
Tahap pertama ini merupakan sebagai uji kemampuan teknologi NASA sebelum mengirim koloni ke Mars. Pada tahap pertama, astronaut NASA akan mengawaki wahana antariksa Orion, mengeksplorasi asteroid sasaran pada 2020-an, kemudian membawa sampel asteroid ke Bumi. Misi ke asteroid ini akan menguji kemampuan Solar Electrical Propultion yang merupakan pengirim kargo.
Astronot dari NASA, Peggy Whitson saat melakukan ekspedisi ke stasiun luar angkasa. (NASA/Handout via REUTERS)
Pada pertengahan 2018, dengan roket supernya, Space Launch System (SLS), NASA akan menunjukkan kemampuannya untuk siap mengangkasa ke Mars. Tapi misi koloni ini akan tergantung pada wahana Orion dan versi terbaru SLS.
Tapi belakangan misi koloni itu terancam. Kendalanya bukan soal teknologi, tapi pendanaan.
Dikutip dari Futurism, Kepala Penerbangan Manusia ke Antariksa NASA, William H. Gerstenmaier, mengumumkan badan antariksa AS tidak bisa mewujudkan ambisi pengiriman awak ke Mars dengan kondisi bujet yang ada saat ini.
"Saya tak bisa menentukan kapan Manusia di Mars, alasannya terkait dengan tingkat bujet yang mengalami kenaikan 2 persen," jelasnya.
Pengembangan roket super SLS dan wahana Orion telah menyedot bujet NASA, sehingga badan antariksa ini tak bisa mulai merancang kendaraan pendarat dan kendaraan pulang dari permukaan Mars.
Dikutip dari Spacenews, bujet NASA untuk misi eksplorasi Planet Mars pada tahun fiskal 2018 yakni US$3,93 miliar dengan rincian untuk SLS US$1,93 miliar, Orion US$1,18 miliar, Ground Systems US$460,4 juta, dan eksplorasi litbang US$350 juta.
Pemerintah AS dan Senat AS dalam rancangan UU malah telah melebihkan alokasi anggaran eksplorasi Mars. Rinciannya, rancangan versi pemerintah AS totalnya, US$4,55 miliar dengan rincian SLS US$2,15 miliar, Orion US$1,35 miliar, Ground Systems US$600 juta, eksplorasi litbang US$450.
Sedangkan versi rancangan Senat AS untuk dana koloni Mars yakni US$4,34 miliar. Rinciannya untuk SLS US$2,15 miliar, Orion US$1,35 miliar, Ground Systems US$545 juta, dan eksplorasi litbang US$350 juta.
Gerstenmaier mengatakan, misi awak ke Mars tergantung dengan dana. Untuk itu, mengingat kendala bujet yang kurang, dia mengindikasikan, NASA bisa menurunkan target dan lebih tertarik untuk menjalankan misi eksplorasi Bulan.
Misi eksplorasi ke Bulan, kata dia, bisa diperluas dibanding misi pembangunan Deep Space Gateway di orbit Bulan. Gerstenmaier menuturkan, Deep Space Gateway bisa dikembangkan untuk lebih mendukung program eksplorasi permukaan Bulan secara lebih luas.
NASA mulai menyadari misi ke Mars bakal lebih realistis dengan kolaborasi entitas lain. Dalam hal ini bisa menggandeng perusahaan antariksa swasta yang juga punya misi mengirimkan awak ke Mars.
Langkah NASA membangun SLS mendapat kritikan dari bekas Kepala Divisi Propulsi dan Power NASA, Gene Grush. Menurutnya langkah NASA mengembangkan SLS adalah jalan yang salah dan memalukan. Sebab dana NASA yang terbatas terkuras untuk mengembangkan SLS.
"Semua uang terbuang sia-sia saja," ujar Grush dikutip dari Digital Trend.
Mantan pentinggi NASA itu mengatakan seharusnya NASA fokus menjalankan apa yang dilakukan perusahaan antariksa swasta, yakni membangun pendarat, sistem wahana berawak dan kendaraan antariksa. Selain itu seharusnya NASA bekerja sama dengan perusahaan antariksa lainnya dibanding berkompetisi dengan SpaceX dan lainnya.
Grush menilai saat ini harapan untuk koloni antariksa ada pada sektor swasta. Dia tak ragu, harapan tersebut ada pada SpaceX dan United Launch Alliance (ULA).
Selanjutnya...Blue Origin, Sang Pesaing
Blue Origin, Sang Pesaing
Tak ketinggalan dengan SpaceX, perusahaan antariksa swasta besutan Jeff Bezos, Blue Origin juga memanaskan persaingan koloni manusia ke luar Bumi.
Bezos yang merupakan pendiri Amazon.com ingin menyaingi pesaingnya, Elon Musk. Dia ingin Blue Origin menyaingi misi SpaceX. Jalan Blue Origin untuk mengirimkan awak ke Mars mirip dengan langkah NASA. Pada tahap awal, Blue Origin akan mengirimkan kargo astronaut ke Bulan. Nantinya dia ingin satelit Bumi itu, akan dijadikan sebagai tempat tinggal permanan untuk pendaratan di Bulan. Misi pengiriman kargo ke Bulan akan dimulai pada pertengahan 2020-an.
Titik pendaratan di Bulan itu, kata Bezos, akan dijadikan sebagai pemukiman permanen manusia.
"Ini waktunya Amerika untuk kembali ke Bulan, ini waktunya untuk tinggal," ujarnya.
Pendiri yang juga CEO SpaceX dan Tesla, Elon Musk saat berbicara di Konferensi Internasional Pengembangan dan Riset Antariksa di Washington, Amerika Serikat. (REUTERS/Aaron P. Bernstein)
Pemilik surat kabar The Washington Post itu menuturkan, untuk membangun pemukiman permanen di Bulan adalah misi yang sulit dan tujuan yang layak. Dia makin semangat dengan misi ini, sebab melihat banyak orang antusias menanti pencapaian Blue Origin.
Segala persiapan dilakukan Blue Origin. Perusahaan swasta ini sudah berkali-kali menguji coba roket super New Glenn. Roket ini merupakan pesaing roket super Falcon Heavy milik SpaceX.
Bicara soal kemampuan, roket New Glenn tak kalah kualitas, sebab mampu mengangkut awal, berfungsi penyuplai sekaligus sebagai wahana di antariksa.
Jika dibandingkan dengan Falcon Heavy, New Glenn lebih panjang, tapi roket Falcon itu punya 30 persen daya dorong lebih banyak.
Roket New Glenn juga punya kemampuan mengirim wahana ke antariksa dan kemudian kembali ke titik pendaratan secara otomatis. Sama persis seperti Falcon Heavy. Roket New Glenn didukung dengan sekelompok motor roket baru, BE-4 yang mampu membawa tingkat dorongan 550 ribu pon. Sebagai perbandingan, kemampuan BE-3 pada roket New Shepard sebelumnya hanya mampu menghasilkan 110 ribu pon tingkat dorongan.
Mesin roket BE-4 laku. Kabarnya ULA bakal menggunakan BE-4 begitu sistem peluncur mereka rampung dibuat.
"Visi kami yakni jutaan orang hidup dan bekerja di antariksa dan New Glenn merupakan tahapan sangat penting. Kami juga menyiapkan roket New Armstrong," ujarnya dalam email.
Dikutip dari Geek Wire, Presiden Blue Origin, Rob Meyerson menegaskan, visi Bezos bukan hanya ingin menciptakan pemukiman permanen di Bulan, tapi ingin menuju tujuan yang lebih jauh yakni ke Mars. Dia mengatakan, untuk bisa sampai koloni di Mars butuh beberapa dekade lagi.
"Mars akan menjadi salah satu dari tujuan itu. Bulan akan menjadi misi yang lain. New Armstrong benar-benar dirancang untuk visi jangka panjang," ujar sang presiden.
Roket New Armstrong disebut punya kemampuan yang sama dengan ITS milik SpaceX. Meyerson menuturkan roket New Armstrong dan New Shepard membawa spesifikasi dasar New Glenn. (ren)