- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id – Gundukan tanah merah dan cor-coran semen basah masih terlihat di jalan sepanjang 110 kilometer dari Kaligangsa Brebes hingga Gringsing Batang Jawa Tengah. Saat itu, Minggu 11 Juni 2017, pukul 08.00 WIB sejumlah pekerja bekerja ekstra keras menggarap jalan tol fungsional yang akan digunakan pemudik mengurai kemacetan jalan di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura).
Ibarat “Pohon Silsilah Keluarga”, jaringan proyek infrastruktur baru itu turunan terkini dari moyangnya, Jalan Raya Pos – yang sudah berusia ratusan tahun. Bisa jadi, warisan kolonial Belanda ini adalah jalan raya tertua yang menghubungkan ujung barat dan timur di kawasan utara Pulau Jawa.
Dulu, Jalan Raya Pos ini dibangun semasa kepemimpinan tangan besi Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels di awal abad ke-19 demi memperlancar komunikasi dan mobilisasi militer untuk menghadapi ancaman serangan militer dari Inggris. Sepanjang kurang lebih 1000 Km, Jalan Raya Pos membentang dari Anyer hingga Panarukan.
Ratusan tahun kemudian, peran jalan raya yang juga populer disebut Jalan Daendels itu justru bertambah penting, yakni sebagai denyut nadi perekonomian dan transportasi di Pulau Jawa. Bahkan, setiap musim mudik Lebaran, jalan itu masih dipandang sebagai rute favorit banyak orang. [Baca juga: 'Jalan Darah' Membawa Berkah]
Namun, seiring bertambahnya populasi dan aktivitas ekonomi, sangat memprihatinkan bila Jalan Raya Pos masih saja jadi andalan satu-satunya bagi penghubung antar-kota dan antar-provinsi di Pulau Jawa. Sudah puluhan tahun negara ini berdiri, pertanda pembangunan tidak bakal maju-maju bila minim masih prasarana jalan-jalan baru.
Maka, perlu dibangun banyak rangkaian jalan baru yang lebih lebar dan moderen, seperti jalan tol fungsional ini. Namun, Jalan Raya Pos peninggalan Daendels tetap menjadi salah satu inspirasi bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia. [Lihat Sejarah Jalan Raya di Indonesia]
Masih dalam tahap pembangunan, jalan tol fungsional itu baru memiliki dua lajur dengan lantai semen setebal 10 sentimeter. Jalan itu juga belum memiliki pembatas jalur dan hanya dipasangi tolo-tolo (tongkat sementara pembatas lajur) dengan sejumlah reflektor yang terbatas.
Jalan yang berada di tengah-tengah lahan persawahan dan kebun tebu ini nantinya bisa menempuh waktu tiga jam dari Brebes hingga Kendal secara normal dengan kecepatan rata-rata 40 km per jam, atau memangkas waktu maksimal satu jam lebih cepat dibandingkan melalui jalan nasional pantura.
"Jalan tol fungsional ini memiliki enam pintu exit, yaitu dua pintu menuju ke jalur Pantura dan empat exit menuju ke jalur selatan. Jalur ini akan dibuka 24 jam pada H-10 Lebaran 2017, sehingga akan terurai kemacetannya," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono kepada VIVA.co.id, Sabtu 10 Juni 2017.
Ia mengungkapkan, dengan adanya pembangunan jalan tol fungsional ini maka menambah panjang jalan tol trans Jawa yang ada saat ini. Sehingga diharapkan pada 2018 nanti seluruh jalan tol trans Jawa akan terhubung dari Merak sampai Pasuruan.
"Jalan tol fungsional ini proses pengerjaannya sudah 99 persen, namun masih ada jembatan yang dibangun, salah satunya adalah jembatan kali Sambong di Kandeman Batang, sepanjang 110 meter dan dalam tujuh hari selesai," ujarnya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono (kiri) berdialog dengan wartawan saat meninjau lokasi tol di pintu keluar Tol Kandeman, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)
Basuki mengungkapkan, sejumlah upaya untuk mempercepat proses pengerjaan proyek jalan tol ini pun dilakukan Kementerian PUPR. Bahkan, material semen untuk jembatan di tol pun direkayasa dengan meningkatkan beton dari K350 menjadi K500, sehingga waktu kering semen tidak perlu satu minggu baru bisa dilalui.
Dengan adanya pembangunan jalan tol baru ini, maka peristiwa memilukan yang terjadi pada Mudik Lebaran tahun lalu yaitu Kemacetan Parah di exit tol Brebes Timur tidak terjadi lagi. Bahkan, tahun ini sejumlah fasilitas mudik yang disiapkan lebih lengkap dan lebih melayani masyarakat.
Basuki menambahkan, proyek pembangunan jalan tol fungsional sepanjang 110 kilometer ini menelan investasi sebesar Rp90 miliar. Dana tersebut dikeluarkan oleh PT Jasa Marga (persero) sebagai investor dan operator jalan tol ini ke depannya.
Berdasarkan data Kementerian PUPR dalam tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo tambahan panjang jalan tol yang terbangun hingga akhir 2017 mencapai 568 kilometer dan jalan tol yang sudah beroperasi sepanjang 176 kilometer.
Angka panjang jalan tol tersebut tentunya sangat besar jika dibandingkan pemerintahan sebelumnya, seperti era Presiden Soeharto dalam 20 tahun hanya mencapai 490 kilometer, Habibie 7,2 kilometer, Gus Dur 5,5 kilometer, Megawati 34 kilometer dan SBY yang 10 tahun memerintah hanya sepanjang 212 kilometer.
Selanjutnya… Perawatan Rutin
Perawatan Rutin
Di luar pembangunan jalan tol baru, sejumlah jalan nasional utama yang berada di sampingnya yaitu jalur raya pos atau jalan Daendels dan sekarang lebih dikenal sebagai Jalan Pantai Utara (Pantura) Jawa terus dilakukan perawatan secara rutin.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Arie Setiadi Moerwanto mengatakan jalan-jalan peninggalan Daendels masih terus dioperasikan dan secara bertahap dilakukan perbaikan. Bahkan, di saat Lebaran bisa dipastikan tak ada lagi lubang di jalan.
Dia mengatakan, jalan-jalan peninggalan Belanda tersebut terus mengalami perkembangan, sehingga beban jalan yang dilewati ikut meningkat. Untuk itu, agar bebannya berkurang pemerintah membangun jalan tol di sisinya.
"Jalan Daendels itu kan Pantura dan terus juga ada Pantai Selatan Jawa yang selusuri pantai. Ini bebannya tinggi sekali, sehingga dibangun Jalan tol untuk kurangi itu dan menambah jalur baru," tegas Arie kepada VIVA.co.id.
Dia mengungkapkan, meningkatnya beban jalan nasional Pantura juga didorong oleh sikap pengguna jalan itu sendiri. Di mana sejumlah angkutan barang nyatanya masih lebih senang melewati jalan non tol dengan beban berat dan tidak keluarkan banyak biaya.
Hal itupun terlihat dari pola pengguna jalan yang hanya beralih sebesar 15 persen ke jalan tol setelah operasional Tol Cikampek-Palimanan. Sejumlah angkutan barang pun ternyata sedikit yang dari Jakarta hingga Surabaya maupun sebaliknya.
Angkutan barang yang disurvei tersebut ternyata hanya melintas Jakarta ke Cirebon sehingga mereka biasanya lebih memilih jalan non tol atau Pantura. Sedangkan, yang menggunakan tol hanya pengiriman baja dari Krakatau Steel hingga Surabaya.
"Pergerakan logistik kita 94 persen masih menggunakan angkutan darat dan 90 persen penumpang lalui darat. Ini buat overload dan akhirnya jalan menjadi cepat rusak, sehingga perlu dukungan Kementerian Perhubungan disiplinkan jembatan timbang," tegasnya.
Senada dengan Dirjen Bina Marga, Kepada Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Herry Trisaputra Zuna mengatakan dibangunnya sejumlah jalan tol di sisi jalan nasional adalah sebagai backbone (tulang punggung) jika jalan seperti Pantura kelebihan beban.
Sejumlah mobil melintasi ruas Bawen-Salatiga jalan tol Semarang-Solo di Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
Menurut dia, saat ini backbone untuk jalan Pantura ini tinggal tiga ruas saja yang belum tersambung yaitu sedikit di Semarang-Solo dan ruas Solo-Ngawi-Kertosono. Semua ruas tersebut akan selesai pada 2018 nanti.
Selain jalur Pantura, guna mengatasi beban yang berlebih di jalur nasional, Jalan tol di sisi jalur pantai selatan juga akan dibangun. Ruas itu akan tersambung dari Bandung arah Yogyakarta hingga Solo.
"Jadi nanti masyarakat bisa memilih, karena backbonenya akan ada dua di Utara dan Selatan. Selain itu jalan penghubungnya juga akan dibangun. Untuk Jalon tol yang selatan kajian sudah disiapkan dan Jasa Marga mungkin akan masuk ke sana," ujar Herry kepada VIVA.co.id.
Sementara, berdasarkan pantauan VIVA.co.id sepanjang jalur Pantura dari Cikampek hingga Palimanan, kondisi permukaan jalan bisa dikatakan cukup mulus untuk dilalui. Dan hanya beberapa titik bergelombang akibat tambalan-tambalan lubang.
Jalan Pantura yang memiliki dua lajur tersebut bahkan dapat ditempuh kendaraan roda empat dengan kecepatan cukup tinggi. Dan hanya dibeberapa titik pula mengalami hambatan lalu lintas akibat adanya aktivitas pasar tumpah.
Sedangkan jalan Pantura lainnya seperti jalan Raya Porong, Sidoarjo saat ini mulai sedikit rata karena baru dilakukan pengaspalan. Kondisi tersebut bisa dirasakan pengguna jalan hingga pertigaan Porong-Pasuruan dan Porong-Malang.
Kemudian, untuk jalan lintas selatan yang juga bagian dari peninggalan Daendels yaitu Probolinggo-Lumajang-Jember-Banyuwangi kondisi jalan akan sedikit menyempit ketika melintas Gunung Gumitir, terlebih jalan berkelok dengan tanjakan ekstrem.
Selanjutnya… Dongkrak Ekonomi Nasional
Dongkrak Ekonomi Nasional
Sesuai dengan visi misi Presiden Jokowi, upaya pembangunan infrastruktur nasional terus menjadi perhatian pada awal pemerintah hingga saat ini. Upaya itu dilakukan dengan tidak fokus pada pembangunan infrastruktur di Jawa saja melainkan hingga ke perbatasan.
Bahkan, dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada 17 Agustus 2016 lalu menyebutkan, dalam dua tahun pemerintahan, telah membangun jalan nasional sepanjang 2.225 kilometer dan jembatan yang dibangun sepanjang 16.246 kilometer atau 160 jembatan baru.
Arie mengungkapkan, dengan melihat visi misi pemerintah pemerintah terus mengembangkan sejumlah jalan dan tidak hanya terfokus di pulau Jawa. Untuk Sumatera saja, pemerintah terus membenahi jalur lintas timur dan memperbaiki lintas barat Bengkulu-Padang-Sibolga.
Seluruh jalan nasional tersebut, lanjut Arie dilakukan pelebaran secara bertahap. Terlebih kondisi itu perlu dilakukan karena terbatasnya kondisi permukaan jalan dan geometri yang ada. Kondisi itu pula yang sampai dengan saat ini terus membuat jalan-jalan nasional di wilayah itu rusak.
"Untuk di Sumatera pengembangannya harus dilakukan bertahap, kenapa? Karena lintas timur Sumatera itu melewati bukit barisan ya, jadi tinggi sekali, dan geometrinya masalah dan ada juga masalah geologi jadi jalan rusak terus," katanya.
Sedangkan untuk penambahan jalur baru di Kalimantan, Kementerian PUPR akan terus fokus pada pembangunan jalur perbatasan seperti di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Pembangunan jalan tersebut akan dibuat melingkar dan membuat sejumlah penghubung-penghubungnya. Upaya itu penting, agar semua pergerakan ekonomi di wilayah Kalimantan akan terhubung dengan pelabuhan di dalam negeri dan tidak lari ke negara tetangga Malaysia.
Kemudian, untuk perbatasan Timor Leste, pemerintah akan fokus pada jalan sabuk merah. Di mana upaya itu dilakukan untuk menghubungkan daerah-daerah perbatasan dengan ekonomi yang ada di dalam negeri.
Kendaraan melintas di ruas Jalur Trans Papua Wamena-Batas Batu. (ANTARA FOTO/Iwan Adisaputra)
Sementara, untuk trans Papua, Arie mengakui pihaknya fokus di jalan tengah pulau yaitu Wamena ke Jayapura. Langkah itu tetap memiliki tujuan adalah membuka akses ekonomi masyarakat pedalaman dan menurunkan biaya logistik.
"Wamena itu ada di pegunungan, nanti dengan ada jalan nasional ini semen dan bahan bakar tidak lagi diangkut menggunakan pesawat, tapi menggunakan angkutan darat dan biayanya bisa lebih murah," jelasnya. (ren)