SOROT 445

Mengabdi Lewat Startup untuk Rakyat

Co-Founder Binar Academy, Alamanda Shantika Santoso.
Sumber :
  • www.alamandashantika.com

VIVA.co.id – Sosok perempuan berkacamata itu muncul di depan layar besar di auditorium. Melalui sambungan Skype, perempuan muda itu bicara di depan ribuan orang. 

Saat mulai bicara, ribuan pasang mata khusyuk menyimaknya. Dari Balikpapan, perempuan itu berbagi pengalaman bagaimana membangun aplikasi Gojek dari nol sejak Mei 2014. 

Buah visi dan karyanya, kini aplikasi Gojek sudah terasa manfaatnya bagi pengguna dan 250 ribu mitra pengemudi. Sukses membesut aplikasi Gojek, membuat perempuan itu memetik pelajaran berharga. 

Bukan materi dan ketenaran, tapi kebahagiaan sederhana. Yaitu bahagia karyanya melahirkan kebahagiaan ratusan ribu mitra pengemudi dan jutaan pengguna.

Tepuk tangan menggema riuh di auditorium. Menggelorakan semangat hadirin civitas akademika Binus University Jakarta.

Perempuan itu, Alamanda Shantika Santoso kembali melanjutkan pengalamannya. Dia merasakan bahagia melihat orang lain bahagia. 

"Sekarang saya mikirnya bagaimana membantu orang lain di luar sana serta berkontribusi untuk negara ini," ujar Alamanda dalam tampilan video teleconference di Balai Sidang Jakarta Convention Center Jakarta.

Ribuan hadirin itu bersemangat, yang mayoritas mahasiswa Binus University. Nama Alamanda bagai bintang yang makin terang di jagad startup Tanah Air. Sukses membesut aplikasi Gojek yang bermanfaat bagi masyarakat.

Setelah makin terkenal di bawah bendera Gojek yang makin berjaya, tak lantas membuat alumnus Binus University itu berpuas diri. 

Pada Oktober 2016, dia memutuskan hengkang dari Gojek yang melejitkan namanya. Vice President Gojek Indonesia itu memutuskan untuk hijrah menjadi pendidik atau mentor di Kibar Kreasi Indonesia, sebagai Chief Activist di FemaleDev. Alamanda juga bergabung menjadi penasihat kurikulum dan program Gerakan Nasional 1000 Startup Digital yang digelorakan pemerintah.

Motivasinya jelas bukan materi. Alamanda ingin berbagi ilmu yang dia dapatkan di Gojek ke lebih banyak orang lain di luar sana. 

"Sayang, ilmu yang saya dapatkan di Gojek hanya dikembangkan di Gojek saja," tegasnya.

Baginya, startup bisa menjadi jalan untuk kebangkitan Indonesia dan lebih penting lagi jalan untuk anak muda Indonesia berkontribusi bagi bangsa.

Dia melihat, sejak Gojek muncul dan menjadi tren, pola pikir anak muda Indonesia dalam membidani startup bukan hanya untuk menghasilkan uang saja, tapi mulai muncul tren membuat startup untuk membantu menyelesaikan problem pemerintahan.

"Peran Gojek sadarkan orang enggak usah complain doing, tapi lakukan sesuatu," ujar dia.

Salah satu wujud inovasi teknologi yang berdampak dan bermanfaat bagi masyarakat, menurutnya, yakni aplikasi Qlue yang dipakai Pemprov DKI Jakarta. Anak muda turun tangan untuk membantu problem masyarakat.

Selama menjadi pendidik dan penasihat di berbagai wadah teknologi itu, Alamanda makin melihat potensi sejumlah anak muda dalam industri kreatif dan startup. Sudah banyak dia menemui beragam ide untuk pengembangan startup, namun dia menyimak masih ada sejumlah kekurangan. Banyak ide muncul, namun susah untuk mengeksekusi beberapa gagasan di kepala para pengagas startup

Menurutnya, percuma ide startup atau inovasi teknologi sebagus apa pun, tapi hanya sebatas gagasan. Saat masuk ke tahap eksekusi ide itu, kandas.

Selanjutnya, Startup Area Terpencil

Semangat Kartini, Kesetaraan dan Pemberdayaan Perempuan Terus Didorong

Startup Area Terpencil
Untuk itu, dia memutar otak, bagaimana ide yang muncul dari para peminat startup itu bisa mudah bisa dieksekusi. Akhirnya dia menemukan jalan, yakni dengan mendirikan Binar Academy. 

Wadah ini merupakan sekolah programmer gratis bagi yang ingin mengasah dan meningkatkan keahlian dalam dunia pemrograman komputer.

Maknai Semangat RA Kartini, Shandy Purnamasari: Perempuan Tak Cuma Jadi Istri dan Ibu

Sekolah programmer ini, Alamanda membuka anak bangsa di seluruh Indonesia untuk mendaftar untuk diseleksi ketat. Nantinya peserta dalam sekolah ini begitu lulus akan disalurkan ke talent pool jaringan Binar Academy. 

"Lulusannya nanti kami pertemukan dengan startup dan korporasi supaya mereka tahu talent lulusannya," ujarnya.

Kasus DBD Naik, PPDI Minta Perempuan RI Ikut Donor Darah

Alamanda Shantika Santoko

Alamanda Shantika Santoso ingin anak Indonesia bisa maju bersama kotanya melalui inovasi dan teknologi. (www.alamandashantika.com)

Dalam Binar Academy itu, Alamanda juga membangun hackerspace, wadah para penggiat startup bisa saling bekerja sama dan saling berbagi ilmu, berkolaborasi. Lewat Binar Academy ini, misi besar yang dibawa Alamanda yaitu ingin anak Indonesia bisa membangun kotanya masing-masing dengan karya inovasi teknologi mereka.

"Yang akhirnya perekonomian kota di Indonesia bisa berkembang dan bisa membuka lapangan kerja baru," ujarnya.

Misinya mendirikan Binar Academy tak disadari Alamanda merupakan jalan untuk mewujudkan pesan sang ibunda. Sang ibu berpesan agar Alamanda tak hanya membangun ekosistem startup di kota besar saja, namun diminta pikirkan daerah terpencil.
 
Niatan itu sudah ada di kepalanya. Namun, dia mengakui harus dilakukan secara bertahap. Dia saat ini mengawali Binar Academy di dua kota, Jakarta dan Yogyakarta dan akan diteruskan ke kota di seluruh Indonesia sebelum menyentuh sampai ke daerah terpencil. Tahun depan akan membangun Binar Academy di Malang.

"Masih banyak yang timpang antara knowledge teknologi di Jakarta dan Medan, itu masih jauh. Makanya fokus kota besar, terus ke kota terpencil," kata perempuan belum genap 30 tahun itu.

Selanjutnya, Dominasi Maskulin

Dominasi Maskulin 
Alamanda mengakui saat ini peran perempuan dalam bidang teknologi memang masih kalah dominan dibanding kaum adam. 

Di dunia programmer, dia mengatakan, lebih lekat dengan dunia maskulin. Menurut pengalamannya masih susah untuk menemukan pasukan programmer dari kaum hawa. 

Saat dia menukangi aplikasi Gojek, porsi programmer perempuan hanya 10 persen. Begitu pula saat dia kuliah, satu kelas, programmer perempuan hanya 10 persen saja, sisanya kaum adam. 

"Jadi memang kesannya coding itu cowok banget, maskulin," ujarnya.

Dia mengatakan, isu kesenjangan jumlah perempuan yang terjun di bidang teknologi tak hanya melanda di Indonesia, problem ini juga terjadi di global termasuk di perusahaan teknologi dunia.

Aktivis digital Kibar, Alamanda Shantika Santoso.

Sikap mental dari kaum hawa menjadi salah satu faktor sedikitnya perempuan terjun ke dunia teknologi. (VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto)

Alamada kurang tahu apa sebabnya perempuan sedikit yang terjun ke dunia teknologi. Namun menurutnya ada pengaruh dari sikap mental dari sang kaum hawa. Dia melihat mental yang lebih mengalah dari pria membuat tekad ingin menjadi terdepan dalam diri kaum hawa menjadi rendah.

"Di tim saya dulu, kan memang sedikit ceweknya dan mereka  makin enggak ada sense of leadership-nya. Kurang pede. Saat diminta naik level sedikit saja, mereka ngeluh 'aduh saya bisa enggak ya'," kata dia.
 
Alamanda menilai, sikap mental itu terbawa dari kultur umum di Indonesia yang masih mengonstruksikan batasan ruang bagi perempuan. Masih ada pemikiran perempuan harusnya di rumah saja, setelah berkarier dan bekerja perempuan menikah dan mengikuti suami. Hal itu menurutnya membuat perempuan terbatas dan menjadi kurang independen.

"Jadi enggak punya goal dan mimpi besar. Enggak ada goal, menikah, sudah. Kurang lebih begitu," ujarnya.

Alamanda merasakan bedanya pengaruh tumbuh dalam kultur barat. Dia dididik oleh orang tuanya dengan kultur independen ala barat. Saat dia memasuki umur 18 tahun, Alamanda harus hidup berpisah dengan orang tuanya.

Dia merasakan bagaimana kerasnya berjuang hidup tanpa uluran sang orang tua. Ibundanya juga terus berpesan kepadanya saat menikah, tetap harus mampu mandiri, berdiri di atas kaki sendiri.

Saat hidup lepas dari orang tua, Alamanda untungnya punya bekal keahlian teknologi, yang dia kenal dan sukai sejak dia umur 14 tahun. Berbekal pengetahuan karya coding sampai berjualan tutorial coding lewat DVD. Perempuan enerjik ini juga tak malu untuk berjuang hidup dengan mengajar privat anak sekolah.

"Saya lebih menghargai uang, hargai kita, harus strugling dalam hidup ini, di western di kultur itu sudah ada pada mereka," ujarnya.

Untuk mengatasi 'belenggu' kultur tersebut. Menurutnya, kuncinya ada pada diri masing-masing perempuan Indonesia, yakni harus mengubah pola pikir.

Hal itu penting, sebab menurutnya, perempuan cenderung berpikir inferior dari kaum adam. Dengan sikap mental dan pola pikir yang selalu rendah di bawah pria, maka akan terus membelenggu kaum hawa.

"Ceweknya harus dibalik, bagaimana cewek berpengaruh pada dunia, bukan kok lebih rendah dari cowok," katanya.

Alamanda ingin gagasannya terus berdampak luas bagi masyarakat, sampai dia memimpikan diri suatu saat menjadi menteri pendidikan. Sebab dengan menjabat sebagai petinggi negara, dia bisa mengelola dan memberikan dampak yang lebih luas bagi masyarakat.

"Saya mikirnya sukses itu seberapa besar impact kita ke orang bukan materi, bukan jabatan," kata dia.

Alam pikiran Alamanda itu tampaknya sejalan dengan pemikiran tokoh sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, yang menyatakan duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya. (adi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya