- VIVA.co.id/Shintaloka Pradita Sicca
VIVA.co.id – Ruang Rapat Paripurna Kabinet itu mulai dipenuhi sejumlah menteri. Mereka berbincang santai. Tak sedikit yang berdiskusi serius.
Para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan pejabat setingkat menteri, hari itu bersiap menggelar rapat penting. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 dan isu strategis akan jadi bahasan.
Suasana kemudian mulai berangsur hening. Pemimpin rapat memasuki ruangan. Setelah mengatur posisi duduk, sejumlah berkas yang tersusun di meja diperiksa sekilas.
Rapat pun dibuka. Pemimpin rapat saat itu, Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, menyampaikan pengantar singkat. Berbagai isu anggaran negara, ekonomi hingga politik yang berkembang jelang 2014 digulirkan.
Arahan kepada peserta rapat diberikan dengan jelas dan lugas. Intonasinya pas dengan gaya bertutur yang khas.
Di antara isu-isu utama, pemimpin rapat menyinggung juga soal mobil murah. Empat tahun sebelumnya, gagasan itu sudah bergulir. Peserta rapat makin menyimak, mendengarkan dengan seksama.
SBY menyebut, isu mobil murah mulai berkembang 'liar' di masyarakat. Kebijakan mobil murah yang semangatnya untuk memikirkan angkutan pedesaan, di publik malah melebar dari gagasan awal.
"Rupanya sudah banyak bias, atau sebutlah distorsi dari apa yang pernah saya sampaikan. Mobil murah yang dimaksud adalah untuk angkutan pedesaan, bukan mobil-mobil pribadi," kata pemimpin rapat dengan nada setengah kecewa di Istana Kepresidenan, 14 November 2013.
Presiden melanjutkan, gagasan mobil murah untuk angkutan pedesaan yang berkembang bias di masyarakat itu juga mendapat perhatian Dewan Pimpinan Daerah. DPD mengajukan hak bertanya ke Presiden terkait alasan pemerintah menggulirkan gagasan itu.
SBY mengajak peserta rapat untuk mengingat sejenak konsep mobil murah yang digagas sejak 2010 itu. Gagasan yang kemudian masuk dalam program peningkatan kehidupan masyarakat pinggir perkotaan, dan ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat.
Program ini merupakan bagian dari klaster keempat, yang di dalamnya terdapat program rumah murah hingga mobil murah pedesaan. Sebelumnya, klaster satu sampai ketiga program pro-rakyat itu, pemerintah melahirkan program bantuan sosial hingga kredit usaha rakyat.
Demi mobil untuk pedesaan itu, SBY bahkan menyempatkan studi banding ke India. Presiden ingin melihat bagaimana penerapan angkutan pedesaan di negeri Bollywood itu.
Niat SBY itu untuk mendapatkan perbandingan, apa yang bisa diterapkan bagi angkutan pedesaan di Indonesia. Dalam pandangan SBY, mobil murah pedesaan bisa memakai teknologi dengan bahan bakar ramah lingkungan, seperti listrik atau hybrid.
Selanjutnya, Tergusur LCGC
***
Tergusur LCGC
Namun, maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. Gagasan mobil murah untuk pedesaan itu meredup. Malah yang menggaung di publik adalah mobil murah untuk komersial.
Tiga tahun lalu, mobil murah komersial itu tenar dengan sebutan low cost green car (LCGC). Mobil LCGC memang masih menjalankan semangat gagasan SBY, mobil yang ramah lingkungan. Namun, jauh dari niatan awal untuk menyediakan mobil itu untuk masyarakat pedesaan.
Kehadiran mobil LCGC dipayungi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Aturan yang diterbitkan 23 Mei 2013 itu berisi beberapa pasal mengenai mobil yang menjadi cikal bakal mobil LCGC. Belakangan, mobil LCGC ini menjadi incaran bagi pengguna mobil pertama kaum perkotaan hingga calon pemilik kendaraan roda empat yang hemat kantong.
Sebab, harganya saat itu di kisaran Rp90-120an juta. Setidaknya cukup ringan di kantong.
Di tengah kritik yang kencang berhembus, angin penolakan nyaris kalah dengan larisnya mobil LCGC. (VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar)
Mobil LCGC memang menyedot perhatian publik sejak kelahirannya. Di tengah kritik yang kencang berembus, angin penolakan nyaris kalah dengan larisnya mobil LCGC.
Arena Indonesia Convention Exhibition (ICE), Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, pertengahan Agustus lalu, dibanjiri pengunjung. Ribuan mata tertuju pada kedua mobil murah ramah lingkungan Toyota dan Daihatsu, Calya dan Sigra.
Banyak alasan produk tersebut menyita perhatian publik kala itu. Selain memiliki kabin yang luas, mobil tersebut juga dilengkapi dengan fitur mumpuni seperti dual airbag dan sistem pengereman anti-brake lock system (ABS).
Antusiasme publik itu berbanding lurus dengan volume penjualan. Hingga Januari 2014, atau belum genap setahun lahirnya LCGC, mobil murah ini sudah mendongkrak penjualan otomotif nasional.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), dari total penjualan pabrik ke diler atau wholesales secara nasional jumlahnya mencapai 1,22 juta unit per Januari 2014. Angka ini disebutkan melebih target Gaikindo saat itu yang diprediksi hanya 1,2 juta unit.
Segmen LCGC di pasar otomotif nasional ternyata sanggup mencapai 51.180 unit. Artinya, jika LCGC tak ada, kemungkinan penjualan mobil pada 2013 tidak akan mencapai angka yang ditargetkan.
Kondisi tersebut karena daya tarik LCGC, yakni dengan harga lebih terjangkau.
Selanjutnya, Sesunyi Pedesaan
***
Sesunyi Pedesaan
Membiasnya program mobil pedesaan menjadi LGCG memang menjadi isu menarik. Gagasan dan pembahasan mobil pedesaan pun kian sunyi.
Kementerian Perindustrian saat itu berdalih mobil murah pedesaan beda dengan mobil industri atau mobil murah komersial. Kementerian itu menyatakan, mobil murah yang dikembangkan ada yang diperuntukkan bagi individu dan ada yang diposisikan bagi angkutan pedesaan.
Untuk mobil pedesaan, Kemenperin mengakui, saat itu tak berjalan lantaran dari sisi komersial belum ada industri yang bersedia mendanai.
Kemenperin memang sempat mendapat anggaran untuk riset dan ditugasi membangun mobil pedesaan. Tapi, program mobil pedesaan memang tak ada yang tertarik mendanai. Kemenperin kemudian memutar otak dan menggandeng PT Inka untuk pengembangan mobil pedesaan.
Namun, belakangan tugas itu diserahkan ke Kementerian Riset dan Teknologi. PT Inka diminta oleh menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk fokus pada bisnis intinya.
Ikhwal polemik mobil murah beberapa tahun lalu, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan, mengatakan, saat itu tidak ada program kendaraan untuk masyarakat desa.
Tapi, saat itu digagas program mobil untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Makanya, ujar I Gusti, program saat itu dinamakan Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau tenar dengan LCGC.
I Gusti berdalih, tujuan program KBH2 waktu itu adalah memberi kesempatan kepada masyarakat penghasilan rendah, yang bukan hanya untuk masyarakat desa.
"Masyarakat desa itu kan juga banyak yang berpenghasilan tinggi kan," ujar I Gusti di kantornya, Jumat 17 Maret 2017.
Konsep mobil pedesaan dan mobil LCGC memang berbeda. Baginya jelas, LGCG adalah untuk masyarakat perkotaan. (ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya)
Pengamat otomotif, Bebin Djuanda menilai, konsep mobil pedesaan dan mobil LCGC memang berbeda. Baginya jelas, LGCG adalah untuk masyarakat perkotaan.
Soal surutnya program mobil pedesaan, menurut dia, karena konsep yang tidak jelas serta tidak ada dukungan ekosistem maupun industri untuk menggarapnya. Malah, dia menyangsikan konsep mobil pedesaan yang digagas pemerintahan SBY.
"Rasanya belum ada yang serius mempelajari kebutuhan market ini," kata dia, Rabu 15 Maret 2017.
Bebin mengatakan, kendala proyek mobil pedesaan sudah nyata, yakni belum ada yang melihat potensi pasar atas kebutuhan tersebut. Pantas saja, proyek itu tak berkembang.
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) mengakui, tidak banyak mendengar konsep mobil pedesaan yang muncul sejak 2010. Executive General Manager PT Toyota Astra Manufacturing, Fransiscus Soerjopranoto menjelaskan, tak paham awal mula mobil pedesaan kalah tergusur oleh mobil LCGC.
Seingatnya, tiga tahun lalu, dia hanya mendengar proyek kendaraan harga terjangkau dan ramah lingkungan yang ditawarkan oleh Menteri Perindustrian, MS Hidayat.
Menurut Soerjopranoto, LCGC muncul untuk merespons permintaan mobil yang harganya makin naik, tapi tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat tiap tahunnya. Seiring sejalan, LCGC juga sesuai dengan fokus pemerintah saat itu untuk menekan polusi.
"Akhirnya Pak Hidayat ngobrol dan intinya kalau ada green car, hemat bahan bakar, ramah lingkungan, harga terjangkau dengan batas tertentu yang tidak boleh lebih dari yang ditentukan itu, beliau mau. Akhirnya muncul LCGC," ujar Soerjopranoto, Kamis 16 Maret 2017.
Selanjutnya, Muncul Lagi karena Gerandong
***
Muncul Lagi karena Gerandong
Setelah lenyap ditelan booming mobil LCGC empat tahun lalu, Kemenperin kembali memunculkan program mobil pedesaan pada pertengahan 2016.
Tengah tahun ini, Kemenperin sepertinya akan lebih serius untuk mengegolkan program mobil pedesaan. Bersama Institut Otomotif Indonesia (IOI) mengkaji syarat dan spesifikasi, plus regulasinya untuk memuluskan mobil pedesaan ini.
I Gusti Putu mengatakan, gagasan memunculkan kembali mobil pedesaan untuk menyingkirkan keberadaan kendaraan desa yang dinamakan gerandong.
Kendaraan rakitan warga desa ini dinilai tak memenuhi standar kelayakan jalan. I Gusti berujar, populasi gerandong terbilang lumayan besar.
Data Kemenperin, ada 20 ribuan gerandong di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pemerintah pun tak ingin diam dengan maraknya gerandong, meski kendaraan itu membantu mobilitas desa.
Saat ini, Kemenperin telah memperoleh purwarupa mobil pedesaan itu hasil dari sayembara. Purwarupa mobil desa itu akan dipamerkan ke publik memperingati HUT ke-71 RI. Kemenperin memastikan sebagai pihak yang memegang lisensi untuk produksi mobil pedesaan itu.
Konsep kendaraan pedesaan ini adalah gabungan antara kendaraan dengan peralatan kerja masyarakat di pedesaan yang berbasis pertanian, perkebunan hingga perikanan.
"Jadi, kendaraan itu harus siap dikombinasikan, misalnya dengan penggilingan padi, terus mungkin juga penggilingan kopi, atau untuk mengangkut alat memproses sampah menjadi pupuk misalnya," ujar I Gusti.
Mengingat untuk aktivitas warga desa, mobil ini akan mempunyai karakteristik khusus yang sederhana. Di antaranya mesin diesel di bawah 1000 cc, kecepatan maksimalnya kurang dari 50 kilometer per jam, dan harganya dipatok kurang dari Rp60 juta.
Untuk tahap produksi, I Gusti mengatakan, pembicaraan belum sampai sejauh itu. Tapi, Kemenperin sudah menyurati Gaikindo untuk ikut berpartisipasi dan menyukseskan program mobil pedesaan tersebut.
Kemenperin menggandeng Gaikindo, sebab anggota asosiasi itu sudah sukses dengan program Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau beberapa tahun lalu.
I Gusti mengatakan, dalam konteks mobil pedesaan ini, Gaikindo memang bukan diposisikan untuk mencari untung. Sebab, setengah pendanaan program ini bersifat amal atau charity dari Gaikindo.
"Jadi, misalnya mereka yang sudah ikut di program KBH2 dan berhasil, ya kita minta kontribusinya lah membantu program ini. Bukan untuk cari untung, tapi membantu masyarakat di pedesaan," kata dia.
Dia menegaskan, program mobil pedesaan ini tak akan 'kisruh' seperti mobil murah beberapa tahun lalu. Menurut I Gusti, mobil pedesaan lain hal dengan LCGC, beda konsep, sasaran, dan orientasinya.
LCGC merupakan kendaraan penumpang yang dikerjakan oleh ATPM. Sementara itu, mobil pedesaan bisa dimodifikasi untuk aktivitas warga desa.
I Gusti tak memungkiri, nantinya mobil pedesaan bisa dimodifikasi untuk menjadi mobil penumpang, namun itu akan dibatasi dengan persyaratan atau kapasitasnya. Aturannya menyusul.
Dia meyakini, mobil pedesaan tak akan bisa dan menjadi 'LCGC' kedua. Sebab, mobil bagi warga desa dirancang tak begitu canggih, kecepatannya di bawah mobil penumpang pada umumnya, tapi punya daya angkut yang bagus.
Secara konsep, mobil pedesaan juga beda dengan LCGC. Mobil penumpang ramah lingkungan bertujuan membangkitkan industri komponen dalam negeri, sehingga bisa menambah jumlah industri penunjang otomotif. Ujung-ujungnya menaikkan volume penjualan otomotif.
Sementara itu, tujuan mobil pedesaan, cakupannya lebih kecil, yakni menyalurkan kerativitas orang pedesaan dalam membuat angkutan lokal dan menyelesaikan masalah mobilitas mereka di desa.
"Jadi, itu latar belakangnya, jangan dicampur aduk antara LCGC dan yang di sini (mobil pedesaan)" ujarnya.
Menristek Mohamad Nasir mengatakan institusinya kebagian meriset sistem ball joint untuk penggandeng antarroda. Kedua, adalah pembuatan sasis. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Kemenristek mengakui terlibat dalam proyek mobil pedesaan. Menristek Mohamad Nasir mengatakan, institusinya kebagian meriset sistem ball joint untuk penggandeng antarroda. Kedua, adalah pembuatan sasis.
"80 persen buatan kita, 20 persen seperti aki kering masing impor. Jadi semua lead-nya Kemenperin," ujar Nasir.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto meyakini kehadiran mobil pedesaan di Tanah Air tak akan mengganggu pasar mobil komersial para agen pemegang merek. Sebab, menurut dia, belum ada pasar mobil pedesaan.
Sementara itu, Head of Communication Nissan Motor Indonesia (NMI), Hana Maharani, mengatakan, Nissan belum tahu seperti apa konkretnya dari rencana mobil desa itu. Namun, bila melihat dari penjelasan yang muncul di media, Hanna menilai ini sebagai salah satu potensi untuk menggairahkan ekonomi industri otomotif.
Presiden IOI, I Made Dana Tangkas mengatakan, pengembangan dan desain alat angkut ini tidak hanya diarahkan untuk meningkatkan mobilitas hasil produk ekonomi pedesaan. Namun, juga sekaligus untuk meningkatkan produktivitas.
Untuk itu, menurut Made, desain kendaraan pedesaan nantinya akan disesuaikan dengan kondisi geografis dan karakter perekonomian masing-masing daerah. Desain fleksibel bisa angkut hasil dan alat peternakan maupun pertanian.
Mobil desa ini juga punya kemandirian tinggi, dalam artian kandungan lokalnya besar, porsinya dan komponennya dipastikan dari industri dalam negeri.
I Gusti mengatakan, pemerintah tak ingin mengulang polemik mobil murah beberapa tahun lalu. Untuk itu, tantangan untuk merealisasikan program mobil pedesaan ini adalah keterlibatan sebanyak mungkin partisipan.
Banyaknya pihak yang terlibat, menurut dia, akan bermanfaat untuk pengembangan mobil pedesaan ke depan. Paling tidak, partisipan bisa memberikan masukan, sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah atau tempat.
Misi merangkul mitra untuk produksi mobil pedesaan diakui memang tidak mudah dan sederhana. Sebab, program ini orientasinya bukan keuntungan besar. Untuk itu, Kemenperin akan terus berusaha mendekati mitra yang ada.
"Mengumpulkan peminat untuk memproduksi ini kan juga tidak sederhana, karena semua kan pasti akan melihat dari sisi bisnisnya, ini untungnya buat saya apa? Mereka selalu melihatnya seperti itu," katanya. (art)