- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Isu maraknya tenaga kerja asing asal China kembali meruak. Di berbagai media sosial – bahkan broadcast di group-group obrolan di whatsapp – jumlah tenaga kerja asal China itu bahkan sudah dibumbui dengan kalimat “serbuan.”
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri beberapa kali membetulkan letak kacamatanya, sesekali ia juga menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi. Ia mengaku kesal mengenai berita maraknya tenaga kerja asal China yang menurutnya berlebihan. Sambil berbincang, ia berulangkali membetulkan posisi duduk hingga tegak dan kemudian berbicara dengan keras.
Ia lalu bercerita saat datang ke acara peringatan hari kemerdekaan RI di Hong Kong, yang masih bagian dari China. “Waktu itu saya sama [pedangdut] Inul Daratista datang isi acara di sana, yang datang semua berbahasa Indonesia, dan semua itu hadiri acara itu. Sekitar 30.000 orang yang hadiri dan semuanya orang Indonesia. Acaranya waktu itu di Victoria Park, orang Hong Kongnya asoy geboy aja tuh, itu di Cina tuh,” tuturnya.
Apa yang dideskripsikan oleh Hanif soal Victoria Park yang penuh dengan TKI adalah untuk menunjukkan bagaimana negara tersebut tak mempersoalkan banjirnya tenaga kerja asal Indonesia di negara mereka. Ia membandingkan kenyamanan TKI di Hong Kong yang tenang bekerja tanpa isu serbuan tenaga kerja asing. Sementara di Indonesia, isu tenaga kerja China terus terhembus dan begitu cepat tersebar. Apalagi, isu tersebut juga dibumbui seolah China akan segera menguasai Indonesia dengan kerja sama di berbagai sektor, termasuk menariknya juga ke isu komunisme.
Kepada VIVA.co.id yang datang menemuinya, Hanif begitu bersemangat menceritakan tentang merebaknya berita soal serbuan tenaga kerja China ke Indonesia. Sesekali nada tinggi terdengar. “Saya tahu persis, ini adalah ketiga kalinya isu ini kembali ramai. Pertama di bulan Februari 2015, kedua di bulan April 2016, dan ketiga di bulan Desember 2016,” ujarnya saat ditemui pada Selasa, 3 Januari 2016.
Menurut Hanif, negara lain tak mempermasalahkan kehadiran tenaga kerja asal Indonesia, namun di negara ini, justru kehadiran tenaga kerja asal China menjadi begitu bermasalah. Padahal jumlah mereka juga tak signifikan karena hanya berkisar 21.000 orang.
Menaker yang juga pernah menjadi aktifis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau PMII itu mengatakan, total jumlah tenaga kerja asal Indonesia yang saat ini berada di luar negeri adalah 6,5 juta orang. “Kita itu salah satu negara pengirim tenaga kerja ke luar terbesar di dunia,” katanya.
Hanif yang kini juga menjabat sebagai Sekjen Ikatan Alumni PMII mengatakan, para TKI itu tersebar di berbagai wilayah di seluruh dunia, mulai dari Arab Saudi, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Singapura, bahkan hingga Macau. “Namun negara-negara tersebut tak pernah mempersoalkan banyaknya TKI yang masuk ke negara mereka,” ujarnya menambahkan.
Menteri Hanif Dhakiri saat ditemui oleh VIVA.co.id. (Kemnaker RI)
Menurutnya permasalahan yang kerap terjadi adalah persoalan legalitas tenaga kerja. Hanya itu yang sering kali jadi masalah. Namun bukan asal negara pekerja. Soal tenaga kerja ilegal asal Indonesia paling banyak terjadi di Malaysia dan Timur Tengah.
Menurut data yang dimiliki oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI, sepanjang tahun 2015, jumlah tenaga kerja asal China yang masuk ke Indonesia hanya berjumlah 21.000 orang, dan sedangkan total tenaga kerja asing dari seluruh negara pada tahun 2016 adalah 78.000. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja di negara-negara di Asia.
“Antara TKA dan TKI yaa pasti lebih banyak TKI. Saya kasih contoh yang di kawasan negara-negara ‘mata sipit:’ Taiwan sekitar 249 ribu, Hong Kong 180 ribu, Jepang 18 ribu dan Korsel 42 ribu. Singapura 160 ribu, dan Brunei Darussalam sekitar 80 ribu,” ujar Ketua BNP2TKI, Nusron Wahid, saat diwawancara oleh VIVA.co.id.
Gaji Lebih Besar
Banyaknya tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dimotivasi oleh keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Gaji di negara-negara lain jauh lebih besar dari gaji dengan jenis pekerjaan yang sama di Indonesia.
“Mereka bermigrasi ke negara lain yang memberikan penghasilan lebih tinggi dengan profesi yang sama. Macam-macam, ada domestic worker, hospitality di hotel dan restoran, tenaga kesehatan, konstruksi, perikanan, oil and gas, welder dan manufaktur,” ujar Nusron.
Keinginan mendapat penghasilan yang lebih besar itu yang membuat Nusron menyangsikan adanya serbuan tenaga kerja asal China di Indonesia. “Secara filosofis, migrasi pekerja itu dari kawasan yang gajinya rendah menuju yang gajinya lebih tinggi. Apa ada tukang batu dari Jakarta migrasi ke Blitar? Jelas tak mungkin, karena tujuan migrasi yang dicari pasti pendapatan yang lebih tinggi. Sama halnya tidak mungkin ada migrasi dari China ke Indonesia. Sebab pendapatan di China lebih tinggi dari pada di Indonesia,” ujar Nusron.
Baik Hanif maupun Nusron mencium aroma tak sedap dari kuatnya isu serbuan tenaga kerja tersebut. Keduanya curiga, isu ini memang sengaja dihembuskan “Hanya di Indonesia ini, isu TKA China ini dipolitisasi seolah-olah menjadi ancaman besar,” ujar Hanif. Namun Hanif menolak melanjutkan dugaannya tentang siapa yang mungkin “menggoreng” isu ini. “Itu tugas anda sebagai jurnalis untuk mencari tahu,” katanya.
Para pencari kerja berjalan menuju acara Job Fair di Istora Senayan, Jakarta, Senin, 15 Agustus 2016. (VIVA.co.id/M Ali Wafa)
Sementara Nusron berkomentar lebih tajam. Menurutnya, sebenarnya respon masyarakat terhadap TKA asal China sebenarnya dingin, tapi dipanasin gara-gara media sosial. “Momentumnya bertepatan dengan Ahok, sehingga dihembuskan sentimen anti china,” ujarnya.
Nusron berpendapat, sebenarnya ujung-ujungnya yang ditolak adalah sentiment anti investasi China, karena mereka berminat membangun proyek-proyek di Indonesia. Nusron melihat China lebih agresif dibanding Jepang, Korsel, Eropa, dan Amerika. Selain itu China juga tak mengajukan permintaan yang aneh-aneh dibanding negara lain. “Pasti ada yang marah. Siapa yang marah? yang suka bawa investor selain China. Sebab tidak dapat peranan. Bikinlah isu yang macam-macam,” ujar Nusron.
Hanif meminta agar pembicaraan soal tenaga kerja China tak menerus “digoreng” oleh media. “Sebagai Menteri Tenaga Kerja, saya tahu jumlah Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri jauh lebih banyak dibanding jumlah tenaga kerja China di negara ini,” ujarnya.
(ren)