SOROT 403

Mencicip Rujak Cingur Langganan Presiden

Warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz ini sudah berdiri sejak 46 tahun lalu.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id – Berkunjung ke Surabaya, rasanya tidak lengkap jika tak mencicipi makanan khas daerah tersebut. Rujak Cngur adalah salah satu makanan khas yang terkenal. Memang tidak sulit mencari rumah makan atau restoran yang menjual rujak cingur. Tapi sedikit yang terkenal dan menjadi langganan orang berkelas, seperti presiden dan kalangan artis.

Mengapa Konsep All You Can Eat Membuat Pengalaman Dimsum Semakin Spesial?

Salah satu warung rujak cingur terkenal di Surabaya ialah Warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz. Sesuai namanya, warung ini terletak di Jalan Ahmad Jaiz Nomor 40, Surabaya, Jawa Timur. Warung rujak ini sudah lama berdiri, sejak 46 tahun lalu.

Lokasi warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz sedikit susah ditemukan, terutama bagi pelancong luar Surabaya. Lokasinya tepat di seberang Gedung Cak Durasim di Jalan Raya Genteng Kali. Dipisah sungai, menuju ke warung (jika dari arah Blauran) harus berputar di jembatan Genteng, lalu ke kiri menyusuri pinggir sungai Jalan Ahmad Jaiz.

Rumah Kuliner Berkonsep Nyaman Hadir di Pameran Makanan Internasional

Ketika VIVA.co.id berkunjung ke warung tersebut pada Kamis siang, 9 Juni 2016, tidak ada plang atau papan nama bertulisan Warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz. Butuh bertanya dulu ke tukang becak untuk menemukan warung tersebut.

"Rujak cingur yang mahal atau yang murah? Kalau yang murah dekat sini ada, rujak rombong. Kalau yang mahal itu di sana, rumah besar lantai tiga. Di situ ada warung rujak cingur," kata seorang tukang becak menunjuk lokasi warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz.

Asian Food Festival Digelar! Makanan Viral dari Singapura, Thailand Hingga Jepang Ada di Sini

sorot rujak cingur

Bentuk warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz jauh dari kesan rumah makan atau restoran.

Memang, bentuk warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz jauh dari kesan rumah makan atau restoran. Tempat makan yang cukup terkenal itu berada di ruangan seperti garasi yang berada di bagian kiri bangunan rumah besar bergaya Eropa. Rumah bercat putih pucat itu berlantai tiga. Halaman parkirnya lapang, seluas lapangan bulu tangkis.

Di dalam warung, tiga deret meja panjang dengan kursi sederhana berjajar. Etalase kusam berisi bahan utama rujak berdiri di atas meja. Sejumlah foto memperlihatkan beberapa pejabat dan artis menempel di dinding. Tidak ada kesan mewah laiknya restoran warung rujak cingur terkenal.

Suasana rumah makan itu tampak sepi, belum ada pelanggan. Yang bisa ditemui hanya pemilik warung, Sioe Sin, generasi ketiga pemilik warung, dan ibunya, Ng Giok Cu. Baru satu jam kemudian beberapa pelanggan berdatangan. "Warung rujak ini usaha keluarga. Makanya tempatnya di rumah sendiri," kata Sioe membuka obrolan.

Sejarah Berdirinya

Warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz didirikan oleh seorang ibu rumah tangga keturunan Tionghoa bernama Lim Sian Neo pada tahun 1970. Ceritanya, waktu itu keluarga Lim sering didatangi seorang penjual cingur (daging sapi bagian mulut atau bibir) keliling asal Madura. Si penjual cingur kebetulan cacat mata atau tunanetra.

"Setiap hari penjual cingur buta itu berkeliling jalan kaki menawarkan cingur. Kalau jualan dia selalu bersama istri dan anaknya," kata Sioe Sin, pemilik warung generasi ketiga. Waktu itu, dia mengaku masih kecil.

Karena kasihan, Lim selalu membeli cingur yang ditawarkan penjual tersebut. "Tapi nenek saya kemudian bingung, mau dibuat apa cingur-cingur yang dibeli itu," ujar Sioe.

Dari situlah kemudian muncul ide untuk berjualan. Pilihan Lim ialah penganan khas Surabaya, rujak cingur. Warung sederhana pun di buka di rumahnya yang ditinggali keluarga besarnya sampai sekarang di Jalan Ahmad Jaiz. "Jadi ceritanya buka warung rujak cingur ya asal-asalan saja," tutur Sioe.

Awalnya, terang dia, sedikit pembeli yang menghampiri warung Lim. Meski harga yang dibanderol untuk satu porsi sama dengan harga warung rujak lainnya, Rp25. "Namanya jualan kan tidak langsung ramai. Butuh waktu," ungkap Sioe.

Pada tahun 1972, Lim mengalami musibah. Tangannya patah karena terjatuh. Ia tak bisa lagi menggunakan tangannya untuk mengulek bumbu rujak cingur. "Usaha ini lalu digantikan Mama saya (anak Lim), Ng Giok Cu," ucap Sioe.

Sejak diganti Giok Cu, pelanggan warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz makin ramai. Meski tidak memakai papan nama, banyak penggemar rujak cingur yang datang ke warung ini. "Banyak pejabat di Surabaya juga sering ke sini," papar Sioe.

Ia juga menceritakan hampir semua presiden pernah mencicipi rujak ulekan keluarganya. "Pak Harto, Gus Dur, Mbak Mega, pernah makan rujak cingur kami. Tapi tidak datang langsung. Biasanya kalau ke Surabaya suruhannya yang membelikan, dibungkus," kata Sioe.

sorot rujak cingur

Sejumlah pejabat dan artis yang pernah mampir dipajang di dinding warung.

Pengamatan VIVA.co.id, ada foto beberapa pejabat dan artis yang pernah mampir terpajang di dinding warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz. Di antaranya Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purnawirawan) Sutiyoso. Artis yang pernah berkunjung ke warung ini, di antaranya, Ashanty, istri Anang Hermansyah, dan lainnya.

"Anaknya Gus Dur, Mbak Alissa, ada Piyu Padi, juga pernah ke sini. Itu fotonya ada. Kalau pejabat-pejabat dulu yang pernah datang tidak saya foto. Karena dulu kan tidak seperti sekarang, jarang punya kamera dulu," ungkap Sioe.

Ciri Khas

Harga rujak cingur di warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz terbilang mahal jika dibandingkan di warung-warung serupa di Surabaya. Satu porsi Rp60 ribu. Itu dua kali lipat harga rujak cingur pada umumnya di Surabaya yang hanya Rp20-Rp40 ribu per porsi.

sorot rujak cingur

Sioe mengklaim rujak buatannya juga lebih tahan lama dari pada rujak di warung lain.

Kendati mahal, tapi pelanggan tetap warung rujak cingur tersebut, meski pun warung-warung rujak cingur makin banyak berdiri. "Memang mahal, tapi kami kan menjaga kualitasnya dari generasi pertama sampai sekarang," kata Sioe.

Ia menjelaskan, pada dasarnya rujak olahannya tidak jauh berbeda dengan rujak di warung lain. Bahan utamanya ialah sayur, tahu-tempe, bakmi, dan buah-buahan (timun, bengkoang, dan mangga), dan cingur. "Bumbunya dan bahan utamanya juga sama, kacang dan petis," kata Sioe.

Sioe enggan membuka rahasia utama resepnya. Tapi dia sedikit membuka apa yang membedakan dengan rujak di warung lain. Kata Sioe, tempe di rujaknya lebih krispi. "Kalau bumbunya, lebih enak karena cara nguleknya. Kami tahu cara mengulek sehingga bumbunya enak," ucapnya.

Sioe mengklaim rujak buatannya juga lebih tahan lama dari pada rujak di warung lain. Bahkan bisa dibungkus dan dibawa pulang pelancong ke luar negeri. "Dibawa ke luar negeri tidak akan bau. Tahan enam jam," klaim dia.

Sioe tak ingin berbagi cerita berapa penghasilannya setiap bulan dari bisnis kuliner rujak cingurnya itu. Tapi melihat rumah megah yang juga jadi warung itu, bisa dikira-kira keuntungan besar diperoleh dari bisnis keluarga turun-temurun tersebut. "Omzet rahasia perusahaan," ucapnya tertawa.

Gurun, warga setempat yang menjadi tukang parkir di warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz, menuturkan, warung tersebut mulanya berdiri di rumah kecil yang berada di samping bangunan sekarang. Lama-lama rumah besar berlantai tiga dibangun si pemilik rumah sekaligus dijadikan warung di garasinya.

"Warung rujak ini sudah lama. Dulu di rumah kecil itu (sambil menunjuk rumah kuna di samping rumah besar lokasi warung sekarang). Baru setelah itu dibangun rumah besar ini," ujar Gurun.

Cerita Pelanggan

Ketika VIVA.co.id mengunjungi warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz, kursi-kursi masih tampak kosong. Pelanggan belum ada. Yang bisa ditemui hanyalah pemilik warung generasi kedua, Ng Giok Cu, dan anaknya, generasi ketiga, Sioe Sin.

Sioe Sin mengatakan, meski bulan Ramadan, ia tetap membuka warungnya seperti hari-hari biasa, dari pukul 11.00 siang sampai 17.00 sore. Tentu saja, jika Ramadan, pembelinya kebanyakan nonmuslim atau pelancong (musafir). "Kalau rujak kan memang enaknya dimakan siang hari," katanya memberi alasan.

Jelang buka puasa, lanjut dia, biasanya pembeli memesan rujuk dan dibungkus untuk disantap di rumah. Ia menuturkan, saat puasa pembeli memang lebih sepi. Lebih ramai saat jelang buka, tapi tidak dimakan di tempat. "Biasanya bungkus, pakai jasa GoJek," ucap Sioe.

Benarlah apa yang diutarakan Sioe. Satu jam setelah VIVA.co.id di warungnya, satu dua pelanggan datang. Mereka sebagian banyak orang suruhan, memesan rujak cingur tapi dibungkus. "Disuruh ibu beli rujak cingur di sini," kata salah seorang pembeli.

Ada juga tiga mobil taksi mengantarkan pelanggannya membeli rujak di warung Sioe. Di antaranya keluarga Andre, warga Solo, yang tengah berwisata di Surabaya. Ia berkunjung ke warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz bersama istri, anak, dan ibunya. "Saya pengen rujak cingur dan diantarkan sopir taksi ke sini," ucapnya.

Andre menjelaskan, seperti di Surabaya, di Solo juga ada rujak cingur. Penampilan dan bahannya juga sama. Tahu-tempe dan buah-buahan dilumuri bumbu rujak berwarna gelap. "Yang beda, rujak cingur di Solo manis, kalau rujak cingur Jawa Timur-an lebih asin bumbunya," ungkapnya.

Andre mengaku Rujak Cingur Ahmad Jaiz enak. Tapi dia tidak sepakat dengan harganya. Menurutnya, meski enak tapi tidak sebanding dengan harganya yang menurutnya terlalu mahal. "Enak. Tapi saya tidak sepakat dengan harganya. Di Solo satu porsi Rp25 ribu, di sini Rp60 ribu," ucapnya.

Bagaimana pun, warung Rujak Cingung Ahmad Jaiz sudah kadung terkenal. Cobalah mencari di internet dengan kata kunci 'Rujak Cingur di Surabaya', nama warung ini berada di deretan teratas. Banyak sopir taksi juga mengarahkan pelanggannya ke warung tersebut jika minta diantar ke warung rujak cingur.

"Kalau ada tamu minta carikan rujak cingur, biasanya saya antarkan ke warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz ini. Mereka rata-rata bilang enak. Kalau tutup biasanya ke warung rujak cingur di Genteng Durasim," kata Rony, sopir taksi saat mengantarkan tamunya ke warung Rujak Cingur Ahmad Jaiz.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya