- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Hari menjelang petang. Jarum jam menunjuk pukul 15.00 WIB. Sekelompok nelayan duduk santai di pinggir dermaga. Bersenda gurau.
Tak ada pembicaraan serius. Sayup-sayup terdengar tawa canda mereka. Memecah suasana sore itu di dermaga kampung nelayan Muara Angke, Jakarta Utara.
Nelayan-nelayan itu tak lagi melaut. Belakangan, hasil tangkapan makin berkurang. Laut juga mulai tercemar limbah. Mereka memutuskan libur menjaring ikan untuk sementara, setelah tiga pekan melaut.
Salah seorang nelayan itu, Ruslyatmaja (39), mengatakan, minimnya hasil tangkapan ikan, di antaranya terpengaruh proyek reklamasi pantai utara (Pantura) Jakarta.
"Hasil kami berkurang banyak. Kalaupun melaut, kami harus memutar melewati lokasi proyek, lebih jauh. Biaya membengkak mas. Pendapatan drop, karena banyak ikan yang lari," kata pria asal Kuningan, Cirebon, itu kepada VIVA.co.id, Kamis 31 Maret 2016.
Menurut dia, reklamasi tidak perlu dilakukan karena berimbas pada rakyat kecil. Apalagi, proyek pembanguan properti di daerah reklamasi tidak menguntungkan masyarakat sekitar. Bahkan, bisa menyebabkan banjir Jakarta semakin luas.
"Kalau cuma buat apartemen mewah mah sama aja mas, orang kecil lagi yang kena. Paling tidak, kami, nelayan, juga diberikan akses untuk melaut. Bisa ada lapangan kerja baru buat kami. Jadi, yang untung bukan hanya pengusaha," kata nelayan musiman itu.
Reklamasi pantai utara Jakarta merupakan program pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (National Integrated Coastal Development), yang disahkan pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Perda Nomor 8 Tahun 1995.
Proyek reklamasi Pantura adalah proyek penimbunan laut di depan garis pantai Jakarta untuk menghasilkan lahan baru seluas 2.700 hektare. Di samping itu, akan dilakukan pula revitalisasi di atas pantai Jakarta yang lama pada areal seluas 2.500 hektare.
Secara definisi, reklamasi merupakan pemanfaatan daerah yang semula tidak berguna menjadi bermanfaat. Namun, reklamasi ini menimbulkan pertentangan dari masyarakat.
Reklamasi pembuatan 17 pulau ini dikhawatirkan akan menghilangkan mata pencaharian nelayan seperti Ruslyatmaja. Selain itu, pembangunan daratan baru ini juga diyakini mengancam ekosistem laut sekitar dan memperparah banjir rob atau air laut pasang di Jakarta Utara.
Reklamasi pun digadang-gadang hanya akan menguntungkan pengembang properti. Karena, di atas daratan 17 pulau buatan tersebut akan dibangun apartemen dan bangunan mewah. Di kawasan itu akan dibangun perumahan dan apartemen mewah, dan perkantoran.
Kawasan ini juga akan dilengkapi beberapa infrastruktur dasar seperti pelabuhan, bandara, jalan layang di atas laut dari Bekasi-Tangerang yang melintasi pulau buatan, hingga pengolahan limbah dan air limbah di teluk Jakarta.
Masyarakat pun melihat daerah itu hanya menjadi kawasan elite baru di ibu kota dan dikhawatirkan menciptakan kesenjangan sosial.
Para pengembang bahkan sudah mulai memasarkan propertinya untuk pembangunan apartemen dan pusat bisnis di daerah tersebut. Salah satu pengembang bahkan dikabarkan akan menjual rumah tapak di lahan reklamasi senilai Rp4 miliar per unit.
Sejumlah kapal terlihat di lokasi proyek reklamasi Teluk Jakarta di kawasan Pluit, Jakarta. Foto: VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
Selanjutnya...Mereka yang Kebagian Proyek
Siapa Kebagian Proyek?
Lantas, siapa saja pengembang yang terlibat pada megaproyek itu? Tercatat ada 10 pengembang yang mendapat bagian dalam pembangunan 17 pulau buatan, yang diberi nama A sampai Q itu. Yakni, PT Intiland Development, PT Pelindo II, PT Manggala Krida Yudha, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu), PT Jaladri Eka Pasti, PT Taman Harapan Indah, PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro), PT Kawasan Berikat Nusantara, dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Dari sembilan pengembang, baru dua yang mendapat izin pelaksanaan.Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama sudah mengeluarkan izin pengembangan reklamasi Pulau G atau Pluit City kepada PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan Grup Agung Podomoro, pada 2014.
Sebelumnya, PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group, sudah mengantongi izin untuk reklamasi Pulau C, D, dan E pada 2012 di era kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo. Mereka akan menggarap lima pulau buatan.
Sementara itu, pemerintah Kabupaten Tangerang menggandeng Salim Group dan Agung Sedayu Group dalam megaproyek pembangunan Kota Baru Pantura. Dua pengembang raksasa itu akan membangun kawasan reklamasi seluas 9.000 hektare yang nantinya berbentuk pulau-pulau di sepanjang pesisir utara Tangerang dari Pantai Dadap, Kosambi, hingga Kronjo.
Ahok, panggilan akrab Basuki, mengatakan, dari pembuatan 17 pulau baru ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mendapat keuntungan komersial dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan.
Sekitar 45 persen tanah di pulau reklamasi akan dijadikan lahan hijau, dan lima persen akan digunakan oleh Pemprov DKI. "Kita untung," katanya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta, Tuty Kusumawati, mengatakan, konsep reklamasi dibangun dari sebuah pemikiran rasional. Kondisi degradasi lingkungan di pantai utara Jakarta, baik di darat maupun perairan, sudah sangat berat. Kemudian, banyak permukiman tidak tertata dan terkesan kumuh.
"Laut juga tercemar, sehingga biota laut sudah tidak sehat lagi tinggal di situ. Itu sebabnya, kami ingin membuat sebuah perencanaan terpadu yang niatnya ingin membangun sebuah kawasan modern berbentuk water front city dengan melibatkan peran swasta," katanya.
Reklamasi ini telah direncanakan dilakukan dengan konsep subsidi silang. Pengembang swasta dibebankan kewajiban untuk merevitalisasi daratan pantai lama. Mereka akan menyediakan permukiman dan sarana prasarana.
Selanjutnya...Berapa besar nilai investasi?
Investasi Triliunan Rupiah
Reklamasi Pulau G sudah mulai dilakukan pada 2015 dan rencananya selesai pada 2018. Biaya pembuatan Pulau G sebesar Rp4,9 triliun.
Pulau G akan memiliki luas sekitar 160 hektare. Fasilitas Pulau G di antaranya ruko dan vila sebanyak 1.200 unit, apartemen 15.000 unit, hotel, perumahan, pusat belanja, taman seluas delapan hektare, serta outdoor dan indoor plaza seluas enam hektare.
Namun, reklamasi Pulau G ditentang oleh berbagai pihak. Izin reklamasi pun digugat oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada pertengahan September lalu.
Sementara itu, PT Intiland Development Tbk akan membangun megaproyek di pulau H dengan lahan seluas 62 hektare dan nilai investasi mencapai Rp7,5 triliun. Proyek tersebut akan menjadi salah satu proyek yang terintegrasi dan terdiri atas kawasan hunian, perkantoran, dan area komersial. Saat ini, perusahaan sedang menunggu izin dari Pemprov DKI Jakarta.
Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk kepada VIVA.co.id, mengatakan, masterplan pulau masih dalam proses finalisasi, yang dikoordinasikan bersama dengan Pemprov DKI.
"Intiland telah memiliki pengalaman dalam melakukan reklamasi mulai dari tahun 1980-an yaitu reklamasi Pantai Mutiara. Pengalaman yang dimiliki Intiland akan sangat membantu kami dalam mengembangkan pulau baru tersebut," katanya.
Selain permukiman, Ahok berencana membangun Port of Jakarta dengan menggabungkan lima pulau sekaligus. Kelima pulau tersebut adalah Pulau M,N,O,P, dan Q.
Seorang aktivis Solidaritas Perempuan menempelkan kertas penolakan reklamasi saat Deklarasi Gerakan Perempuan Tolak Reklamasi di Jakarta. Foto: ANTARA/M Agung Rajasa
Pembangunan kawasan pelabuhan terpadu di pulau reklamasi Teluk Jakarta (Port of Jakarta) diprediksi menelan investasi Rp134 triliun. Angka tersebut berdasarkan perhitungan Pemprov DKI dan perwakilan dari Port of Rotterdam Belanda saat melakukan pematangan ide-ide untuk merealisasikan proyek Port of Jakarta.
Ahok telah menugaskan PT Jakpro untuk menjadi eksekutor utama pembangunan Port of Jakarta. Sebagai badan usaha milik daerah DKI Jakarta dengan 99 persen saham dimiliki pempro DKI Jakarta, Jakpro turut dilibatkan.
Sekretaris Perusahaan Jakpro, Achmad Hidayat, mengatakan, Jakpro, sebagai perusahaan properti, mendapat amanat secara mandat untuk mengembangkan bisnis di pulau reklamasi. Perusahaan pun sudah diberikan surat izin prinsip untuk membangun di sana.
Jakpro menggandeng PT Pelindo II dan PT Pembangunan Jaya Ancol. "Kami di sini bertindak sebagai pemimpin. Artinya, bicara pengembangannya seperti apa pun, kajian apa pun, Jakpro bisa berkontribusi di situ," ucapnya.
Namun diutarakannya, pembangunan tidak mudah. Selain harus membangun, perusahaan ada kewajiban yang harus diselesaikan, dan dipenuhi oleh Jakpro.
Perusahaan sedang melakukan kajian pengembangan, nilai investasi, yang diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah, termasuk keuntungan yang diperoleh dari pembangunan tersebut.
"Sampai saat ini, kami masih lakukan kajian-kajian dengan mitra-mitra kami, dan sudah melakukan kerja sama dengan yang lain," kata Achmad.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Pelindo II, Banu Astrini, mengatakan Pelindo II berinisiatif untuk membangun fasilitas terminal peti kemas baru di Tanjung Priok mengingat volume penanganan peti kemas akhir 2009, dan tren ke depan yang hampir memenuhi kapasitas eksisting.
Pelindo akan mengembangkan pelabuhan di Pulau N. Sayangnya, Banu menolak untuk mengungkapkan nilai investasi yang dikeluarkan perusahaan.
Dia menjelaskan, pembangunan pelabuhan di pantura Jakarta akan memberi keuntungan, karena mendukung kelancaran arus kapal dan barang melalui penambahan kapasitas di lokasi baru dan dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok yang berkompetisi dengan fasilitas terminal peti kemas eksisting.
"Diharapkan proyek ini akan menguntungkan masyarakat dan Indonesia," ujar Banu.