- ANTARA/Nyoman Budhiana
VIVA.co.id - Perawakannya tak seberapa besar. Namun, badannya tinggi, sehingga terlihat jangkung. Kaca mata hitam yang menempel di hidungnya tak mampu menutupi sorot matanya yang tajam.
Pagi itu, ia terlihat sibuk. Kedua tangannya berbagi tugas dengan cekatan. Satu tangan memegang alat untuk mengelas. Sementara itu, tangan lainnya memegang kawat las. Satu demi satu besi yang berserakan di sampingnya, ia sulap menjadi kubus.
Ia tak sendiri. Sejumlah orang tampak memperhatikannya bekerja. Mereka adalah tetangga dan orang-orang yang memesan sesuatu di bengkel yang terletak di Jalan I Gusti Ngurah Tenganan, Desa Nyuh Tebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali ini.
Di kanan kiri pria ini terlihat tumpukan besi. Sementara itu, tak jauh dari tempatnya bekerja, terlihat peralatan elektronik bekas yang berserakan tak tertata.
Bengkel las ini juga disesaki dengan tumpukan kardus, botol minuman kemasan, dan berbagai barang bekas. Maklum, selain bengkel las, tempat seluas dua kali lapangan bulu tangkis ini juga digunakan sebagai gudang penyimpanan barang rongsokan.
Sekilas, tak ada yang aneh dengan penampilan pria bernama lengkap I Wayan Sumardana (31) ini. Pria yang akrab disapa Tawan ini tampak gesit bekerja di bengkel las miliknya.
Namun, jika diperhatikan dengan seksama, tangan kirinya tampak dibungkus rangkaian besi yang terhubung ke rangkaian lain yang menempel di punggungnya. Rangkaian kabel terlihat menjulur menghubungan rangkaian tersebut. Pusat rangkaian berada pada alat berbentuk bulat yang melingkar di kepalanya.
Lampu warna merah, biru, dan hijau tampak berkelap-kelip pada alat yang melingkar di kepala dan punggungnya. "Warna-warni itu sesuai dengan suasana hati saya," ujarnya memulai perbincangan saat VIVA.co.id berkunjung ke bengkelnya, Rabu, 27 Januari 2016.
Ia menjelaskan, perangkat yang dipasang di tubuhnya merupakan alat bantu untuk menggerakkan tangan kirinya yang lumpuh sejak enam bulan lalu. Tawan mengatakan, alat yang ia rakit itu bukan robot seperti yang digembar-gemborkan media.
"Ini hanya alat mekanik yang dapat membantu tangan kiri saya yang lumpuh kembali bisa digerakkan. Ini bukan robot," ujarnya.
I Wayan Sumardana alias Tawan bekerja menggunakan tangan robot buatannya. Foto:
Lumpuh
Semua berawal dari tragedi yang terjadi enam bulan lalu. Pada suatu malam, Tawan tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Ia bangun karena merasakan sakit yang luar biasa di perutnya.
Seiring rasa sakit tersebut, tiba-tiba tangan kiri ayah tiga anak ini tak bisa digerakkan. Tawan pun kaget dan panik. Begitu juga dengan istri dan ketiga anaknya.
Tawan kemudian memeriksakan penyakitnya ke dokter. “Katanya saya mengalami penyumbatan darah. Saya diberi obat untuk melancarkan aliran darah," ujarnya.
Namun, hasilnya nihil. Tangannya tetap tak bisa digerakkan. Tak putus asa. Ia kembali pergi ke dokter yang berbeda. "Katanya saraf saya tidak bekerja. Saya diberi obat perangsang saraf. Namun tidak ada perubahan," dia menambahkan. Dari informasi yang diterimanya, ia kena stroke ringan.
Pengobatan medis tak membuahkan hasil, Tawan kemudian beralih ke pengobatan non-medis. Sedikitnya enam kali ia pergi ke paranormal. Namun, hasilnya sama. "Saya hampir putus asa dengan kondisi ini.”
Istri Tawan, Ni Nengah Sudiartini mengatakan, suaminya divonis kena stroke ringan, sehingga tak bisa bekerja. Berangkat dari kondisi itu, suaminya susah payah mempelajari cara membuat robot siang dan malam. Berbagai percobaan dilakukan.
Sudiartini tak mengetahui persis bagaimana awal mula suaminya memiliki ide membuat tangan robot. Yang pasti, sejak mengalami kelumpuhan, suaminya bertekad agar tangan kirinya bisa digerakkan kembali.
"Waktu itu sih dia bilang kepingin tangannya bisa digerakkan lagi. Itu setelah perekonomian keluarga hancur gara-gara tangannya lumpuh. Kan tidak bisa kerja lagi, tidak bisa ngelas karena tangannya tidak bisa bekerja," ujarnya.
Modal Barang Bekas
Dua pekan Tawan hanya duduk di rumah karena tak bisa bekerja. Akibatnya, tak ada pemasukan untuk keluarganya. Istrinya sering mengeluh tak punya beras dan uang untuk belanja.
Tak hanya itu, ketiga anaknya juga terpaksa "puasa" di sekolah, karena tak dibekali uang jajan. "Dari sana saya bangkit. Anak saya sekolah tidak bisa jajan. Istri tidak punya beras. Saya berpikir bagaimana caranya menggerakkan tangan saya lagi," ujar pria yang hangat ini.
Ia kemudian mencari cara menggerakkan tangan kirinya kembali. Berbekal pengalamannya waktu sekolah di salah satu SMK di Denpasar, Tawan mencoba merakit robot. Guna menambah pengetahuan, ia banyak belajar dari dunia maya.
Akhirnya, berbekal barang rongsokan, ia mulai merakit robot untuk membantu tangannya bekerja. Dua bulan lamanya ia merakit benda tersebut.
Awalnya, ia membuat sketsa robot yang bisa membantunya menggerakkan tangan. Kemudian, ia membuat daftar "suku cadang" yang dibutuhkan. Tawan meminta bantuan istri dan ketiga anaknya untuk membantu mengumpulkan.
Tiap kali dapat benda yang dianggap diperlukan, istri dan ketiga anaknya selalu memberitahunya. "Anak saya yang nomor satu kalau lihat komputer selalu kasih tahu saya. Pak, ini ada komputer," ujarnya.
Sudiartini mendukung langkah suaminya itu. Tiap hari, jika ada orang menjual barang rongsok elektronik, ia selalu memberitahu suaminya. "Kalau ada yang jual barang rongsok elektronik, saya sama anak-anak kasih tahu dia. Misalnya ada yang jual komputer atau printer bekas saya kasih tahu," ujarnya mengenang.
Setelah semua benda terkumpul, Tawan kemudian mulai membuat alat tersebut. Tawan mengaku merakit sendiri benda-benda tersebut. Hanya istri dan ketiga anaknya yang membantunya. Setelah jadi, Tawan langsung mencobanya. Sayang, alat tersebut tak berfungsi.
"Lima kali gagal saya. Pada percobaan keenam baru alatnya berhasil," dia mengenang.
Selanjutnya, Tawan memerlukan alat sensor yang dipakai di kepala untuk menggerakkan alat hasil rakitannya tersebut. "Saya cari di internet. Saya beli online dari Amerika. Harganya Rp4,7 juta," ujarnya.
Sudiartini mengatakan, hampir semua bahan yang digunakan untuk membuat alat itu merupakan barang rongsokan. "Kalau alat yang di kepala itu dibeli baru. Uangnya dari sisa tabungan terakhir. Setelah beli alat itu, tabungannya habis," ucapnya seraya terkekeh.
Tawan menjelaskan cara kerja alat rakitannya menggunakan sensor otak. Perangkat yang ia kenakan di kepala akan mengalirkan apa yang ia inginkan melalui dinamo yang dipasang di punggungnya. Kemudian, aliran itu akan ke tangan kirinya yang lumpuh.
Karena dianggap berhasil menciptakan robot untuk tangannya yang lumpuh, Tawan pun sempat dijuluki "Iron Man dari Bali".
Alat itu mampu kembali menggerakkan tangannya seperti semula. Tawan kembali bisa mengelas, mengangkat beban berat, dan aktivitas lain yang menggunakan tangan kirinya. Sehari-hari, Tawan menggunakan alat tersebut untuk melakukan berbagai aktivitas.
I Wayan Sumardana alias Tawan bekerja menggunakan tangan robot buatannya. Foto:
Diragukan
Sayangnya, meski penemuannya diminati banyak orang, alat tersebut sulit dioperasikan oleh orang lain. "Ada yang pernah mencoba, tapi tak berhasil. Kalau mau coba silakan," ia menawarkan. Namun, sama seperti yang lain, VIVA.co.id juga gagal mengoperasikan alat tersebut.
Lantaran tak bisa dioperasikan oleh orang lain, Tawan sedikit kecewa. "Sayang sekali tak bisa dioperasikan oleh orang lain," ujarnya.
Kondisi itu membuat sejumlah kalangan meragukan alat tersebut dan menuding Tawan menipu. Namun, Tawan bergeming. Ia cuek dengan penilaian orang lain.
"Terserah mereka mau bilang apa. Tapi yang pasti, untuk apa saya berbohong," dia bertanya.
Ia mengaku siap mempertanggungjawabkan hasil karyanya itu di depan publik. Namun, apa pun penilaian orang, yang pasti, alat itu bisa membuat roda ekonominya kembali bergairah.
"Orang mau percaya atau tidak, alat ini bisa membuat saya mencari nafkah lagi,”
tuturnya.
Tetangga Tawan, Ketut Bocel, mengaku tak kaget dengan tangan robot besutan Tawan. Sebab, Tawan memang sosok yang cerdas dalam mengaplikasikan disiplin ilmunya.
Menurut dia, apa yang diciptakan Tawan merupakan karya brilian yang patut diapresiasi. "Ini karya brilian. Harus didukung oleh pemerintah," ujarnya.
Ia mengetahui persis bagaimana Tawan tergolek lemah tak berdaya lantaran lumpuh, hingga akhirnya bisa bergerak lincah dan bisa menggunakan tangan kirinya kembali.
"Jangan sinis terhadap Tawan. Mari buktikan, dukung dan bantu, bukan sebaliknya, mencibir saja tanpa solusi,” kata dia.
Pujian juga datang dari Endra Pitowarno. Dosen Teknik Mekatronika Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ini mengatakan, pengalaman di lapangan yang dimiliki oleh Tawan membuatnya lebih peka terhadap kebutuhannya. Terlebih, latar belakang pendidikannya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
“Rata-rata mereka yang pernah menempuh pendidikan SMK itu akan selalu bisa menciptakan bermacam-macam hal. Apalagi kalau memang Pak Tawan ini memiliki kemampuan programming, jelas masuk akal,” kata Endra kepada VIVA.co.id Rabu, 27 Januari 2016.
Endra menjelaskan, pada dasarnya alat yang diciptakan Tawan memiliki konsep kerja yang sederhana. Yakni, dengan menggunakan sejumlah komponen yang ada pada lie detector, atau alat pendeteksi kebohongan. Menurut dia, Tawan mengadopsi sistem kerja yang ada pada lie detector.
Meski diciptakan dari barang bekas, tangan robot ciptaan Tawan masih memiliki kualitas yang cukup bagus. “Idenya itu sangat unik. Walaupun bahannya bekas, tapi semuanya bermutu, dan tidak sembarangan dalam memilih, karena memang Tawan memiliki dasar pengetahuan yang cukup mumpuni dari sekolahnya dulu,” ujar Endra.
Dosen Teknik Mekatronika Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) yang juga pakar robotika, Endra Pitowarno. Foto: VIVA.co.id/Januar Adi Sagita
Endra melanjutkan, alat seperti itu sebenarnya sudah lazim digunakan dalam dunia kedokteran. Sebab, tangan robot temuan Tawan itu masuk ke dalam kategori medical robotic.
“Di Jepang, itu juga sudah ada. Alatnya semacam itu, tapi bentuknya jaket, dan biasa digunakan untuk membantu para orang tua yang sudah lumpuh,” katanya.
Apresiasi juga datang dari Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB, Ary Setiaji Prihatmanto. “Harusnya kita mengapresiasi Pak Tawan, dengan komponen seperti itu, dia berusaha membangun robot untuk membantunya bekerja,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Kamis, 28 Januari 2016.
Ary mengaku kagum dan memberikan apresiasi kepada Tawan. “Dia harus ngelas dan membutuhkan dua tangan. Saya lihat itu sangat membantunya. Luar biasa,” ia menambahkan.
Ia bahkan berencana berkunjung ke Bali untuk menemui Tawan. Melihat alat yang sudah dibuat Tawan, dan akan menambahkan jika ada kekurangan dalam alat tersebut.
Hari menjelang siang. Namun, Tawan masih sibuk dengan tumpukan besi dan peralatan lasnya. Sesekali, ia berbicara dan bercanda dengan sejumlah orang yang berkunjung ke bengkel lasnya. Meski tenar dengan sebutan "Iron Man dari Bali", Tawan ingin lepas dari tangan robotnya.
"Harapan ke depan, inginnya tangan saya bisa kembali normal, tidak pakai alat ini lagi. Saya mau berobat lagi ke dukun. Saya mau obati lagi tangan saya. Biar normal lagi tangan saya seperti tangan Mas-nya,” tuturnya.