SOROT 374

Meruwat Layanan 'Semau Gue'

Trayek Metro Mini Terancam
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Raungan suara sirine terdengar cukup keras. Bersahutan memecah pagi itu di Jalan Tubagus Angke, Jakarta Barat. Beberapa mobil ambulans silih berganti melaju dalam kecepatan tinggi.

Mobil-mobil polisi dan pemadam kebakaran juga tampak memenuhi sekitar perlintasan kereta api listrik kawasan itu. Warga pun menyemut.

Dari balik garis polisi yang terbentang, petugas kepolisian, petugas medis, dan pemadam kebakaran tampak sibuk. Raut wajah mereka serius. Berbekal tandu, bersama petugas berseragam dari berbagi instansi, mereka bahu membahu mengevakuasi korban kecelakaan.

Metromini ditabrak Commuterline di Tubagus Angke
Akibat menerobos palang pintu perlintasan kereta api yang sudah tertutup, bus Metro Mini ini tertabrak rangkaian commuter line.


Tubuh bus terseret sekitar 200 meter dari pintu perlintasan kereta api. Kondisi bus Metro Mini itu hancur di bagian depan. Terjepit lokomotif kereta rel listrik itu.

Beberapa potongan bus bahkan menyerpih menjadi bagian kecil. Ban dan gardan terpisah. Begitu juga dengan pintu dan kursi-kursi penumpang yang tak lagi berada di posisinya.

Petugas evakuasi bangkai Metro Mini yang ditabrak KRL di Angke, Jakut.
Aksi nekat sang sopir membuat dirinya dan 17 penumpang meninggal dunia.


Korban pun berjatuhan. Sebanyak 18 orang meninggal. Termasuk sang sopir, Asmadi. Pria asal Jalan Lingkaran Wage, Kelurahan Purwaningun, Kuningan, Jawa Barat itu meninggal setelah sempat mengalami luka serius.

Menurut polisi, berdasarkan keterangan saksi mata di lapangan, kecelakaan maut itu terjadi karena aksi nekat sang sopir. Beberapa menit sebelum petaka itu terjadi, Metro Mini yang dikemudikan pria 35 tahun itu menerobos palang pintu perlintasan kereta api yang sudah tertutup.

Asmadi tetap menginjak pedal gas Metro Mininya, meskipun sinyal tanda rangkaian kereta akan melintas sudah berbunyi. Dentuman keras seketika terdengar, saat lokomotif kereta menyambar Metro Mini nahas yang gagal melintasi rel itu. Suara besi pun berdecit keras berbaur dengan jeritan penumpang.

"Saat itu, kereta penumpang jurusan Kota menuju Stasiun Duri Tambora tersebut berusaha melintas di lintasan rel kereta api Jalan Tubagus Angke," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mohammad Iqbal.



Masih Jadi Pilihan

Kecelakaan maut yang menelan korban 18 jiwa itu adalah satu dari sekian banyak kasus kecelakaan angkutan umum di ibu kota. Bus Metro Mini dan Kopaja merupakan dua moda transportasi yang sering disorot. Sebagian kecelakaan angkutan umum yang terjadi di Jakarta, banyak yang melibatkan keduanya. (Lihat INFOGRAFIK: )

Namun, bukan perkara mudah bagi masyarakat untuk melepaskan Metro Mini sebagai jasa angkutan untuk beraktivitas. Karena, selama ini, hanya Metro Mini yang memasang tarif murah.

Gadis belia bernama Dhinar ini misalnya. Sejak masih duduk di bangku sekolah menengah, ia menjadi penumpang Metro Mini. Kebiasaan itu pun berlanjut hingga sekarang. Kini, Dhinar sudah melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi di Jakarta Utara.

"Dulu setiap pulang sekolah selalu naik Metro Mini. Armadanya banyak dan relatif murah," kata gadis berusia 22 tahun itu.

Selain tarif, luasnya jangkauan rute dan jumlah armada yang melimpah, menjadi salah satu alasan yang membuat Metro Mini masih menjadi primadona angkutan umum di Jakarta.

Hampir seluruh jalanan di ibu kota dilayani Metro Mini. "Nggak harus cari shelter untuk naik, dan rutenya banyak," kata Hendra, penumpang setia Metro Mini 52 jurusan Kampung Melayu-Cakung.

Bus berciri khas warna oranye itu sudah hadir dan setia mengantar warga Jakarta ke berbagai penjuru kota sejak 1962. Sejak saat itu, nyaris tak ada moda transportasi yang dapat menggantikan posisi Metro Mini sebagai angkutan umum bagi rakyat kecil.

Seiring berjalannya waktu, "sosok" Metro Mini seolah tak pernah tahu siapa pemilik dan ke mana pulangnya. Siang dan malam, di hampir setiap sudut ibu kota, di tepi jalan, lapangan kosong, terminal, hingga area parkir pusat perbelanjaan, tampak kehadiran Metro Mini ini.

Meski begitu, masih saja banyak orang yang tergiur dan mempertahankan usaha angkutan ini sebagai lahan bisnis menggiurkan. Salah satunya adalah Chaniago, pemilik sekaligus pengusaha Metro Mini S640 jurusan Pasar Minggu-Tanah Abang.

Pria beranak tiga itu sudah menjalankan bisnis angkutan massal Metro Mini sejak tahun 1970, dan hingga kini masih setia menekuni bisnis ini.

"Dulunya saya itu kernet, lalu jadi sopir. Karena ada rezeki, sampai sekarang saya jadi pemilik beberapa Metro Mini," Chaniago bercerita kepada VIVA.co.id, Kamis 10 Desember 2015.

Chaniago memulai bisnis Metro Mini dengan modal nol rupiah. Ia bisa memiliki Metro Mini dengan cara mencicil dari pemilik awal.

"Kalau saya bilang, saya itu untung. Saya nggak bawa modal apa-apa dari kampung, tapi kini saya bisa punya rumah, punya Metro Mini," katanya.

Namun, bisnis Metro Mini ternyata tak segemerlap sejak kehadirannya puluhan tahun lalu. Sejak kehadiran berbagai moda transportasi modern dan terintegrasi, perlahan tapi pasti, bisnis Metro Mini menjadi suram.

Banyak sopir Metro Mini yang tak mau lagi menggantungkan hidupnya dari bus-bus tua itu. Karena, jangan kan bisa membawa pulang uang, untuk membeli bahan bakar dan setoran pun kini kadang harus nombok.

"Sebelum ada bus TransJakarta, kami bisa dapat uang lumayan banyak. Tapi, ditambah gojek, kini makin kurang," kata Jiung, sopir Metro Mini 75 jurusan Pasar Minggu-Blok M kepada VIVA.co.id, Kamis 10 Desember 2015.

Jiung menyetor ke pemilik sebesar Rp450 ribu. Sementara itu, untuk bahan bakar membeli sendiri. "Kalau tarikan lagi sepi bisa Rp400 ribu setorannya," ujarnya.

Melintas dengan kecepatan tinggi di jalanan, melaju zig zag, berhenti mendadak atau tiba-tiba menepi tanpa ada aba-aba lampu sein seolah jadi pemandangan biasa bagi Metro Mini.

Bahkan, menerobos lampu merah dan palang pintu perlintasan kereta api, juga masih dilakukan. "Lampu merah dan palang pintu kereta itu senjata untuk bisa jaga jarak," ujar Teguh, mantan sopir Metro Mini ini.

Ugal-ugalan di jalanan bukan sesuatu yang menakutkan ketika pedal gas telah diinjak dalam-dalam. Apalagi, Metro Mini lainnya kian merapat. Teriakan penumpang pun terkadang hanya terdengar sayup, karena terkalahkan deru bising suara mesin.

"Kalau sudah main (sebutan untuk ugal-ugalan) mana terdengar lagi penumpang teriak, kan suara mesinnya bising, apalagi di depan," kata Teguh.

Teguh mengaku, melajukan Metro Mini dengan kencang seolah jadi cara terakhir bagi para sopir Metro Mini untuk dapat mengangkut penumpang sebanyak-banyaknya. "Ya, mau gimana lagi, penumpang harus didapat. Karena setoran juga besar," ujar pria berbadan kurus tinggi itu.

Namun, di balik semua itu, ada sebuah fakta yang mungkin jarang terungkap. Dari sekian banyak moda transportasi yang beroperasi di Jakarta, Metro Mini dirawat setiap hari.

Meskipun berbodi penyok, berkaca plastik, memakai ban gundul, tapi nyaris tak ada Metro Mini yang terbakar di jalanan, seperti moda transportasi kekinian, bus TransJakarta

"Setiap hari pasti dirawat, oli diganti. Sopir Metro Mini sadar diri, karena kan memang mobilnya tua. Kalau tidak dirawat pasti tidak bisa jalan," ujar Teguh.



Solusi Alternatif

Ahok lantik pejabat baru
Melalui berbagai kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Ahok berusaha agar Metro Mini bisa tetap beroperasi.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pun seolah tak bisa berkata-kata saat mengetahui 18 orang menjadi korban dalam kecelakaan Metro Mini pada awal Desember itu.


Geram sudah tentu. Tapi, semua itu diluapkannya dengan mengajak keluarga korban untuk menggugat pengusaha Metro Mini maut tersebut.
Ahok: Orang Jakarta Ketabrak KRL Selalu Salahkan Setan Budeg


Permintaan Terakhir Sochibi Sebelum Tewas di Metromini Maut
"Kami sudah
ngomong
Ini Penampakan Serpihan 'Metromini Maut' di Angke
sama Polda dan Dishub, kami ajak korban untuk gugat saja. Jangan kebiasaan
enggak digugat, karena kecelakaan angkutan umum enggak ada di KUHAP, kita gugat perdata," kata Ahok.

Langkah mengajak keluarga korban menggugat Metro Mini bagai puncak dari kekesalan yang selama dipendam Ahok. Sikap keras pengusaha Metro Mini terkait rencana penggabungan moda transportasi itu dengan PT TransJakarta, yang melandasinya.

"Dari bulan Juni saya sudah tawarkan kepada mereka. Cuma karena masalahnya ini (Metro Mini) kan pemiliknya ada yang perorangan, kami
enggak
ketemu pemiliknya siapa. Perusahaannya juga
ngotot
. Saya tawarkan waktu itu, pemilik Metro Mini perorangan pun tidak akan dirugikan. Anda gabung dengan TransJakarta, kami bayar dengan sistem rupiah per kilometer," ujar Basuki.


Ahok bukan tidak mau memikirkan nasib Metro Mini. Melalui berbagai kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Ahok berusaha agar Metro Mini bisa tetap beroperasi.


Namun, pengoperasiannya lebih terarah dan teratur. Bahkan, juga dapat menghasilkan nilai tambah bagi pemilik dan juga pengemudinya.


"Semua orang itu tahu, Metro Mini jelek, suka
ngetem
karena harus kejar setoran.
Enggak
ada SPM (Standar Pelayanan Minimum), suka ngebut, sopir ada yang
enggak
punya SIM, sering pakai sopir tembak," kata Ahok.


Dengan penggabungan moda transportasi, Ahok ingin nantinya Metro Mini bisa jadi feeder bagi bus TransJakarta.


"Masyarakat bisa beralih. Kalau ada bus yang trayeknya sama, di situ ada Metro Mini, Kopaja, dan Metro Mini yang sudah gabung TransJakarta, mana yang dipilih? Pasti naik yang sudah gabung dengan TransJakarta," tutur Ahok.


Apalagi, jika TransJakarta bisa menyediakan bus dalam jumlah banyak. "Kalian pilih bus kami yang hanya bayar Rp3.500 ke seluruh Jakarta, atau naik Rp7.000 dengan Metro Mini?" tanya Ahok.


Metro Mini yang tadinya tidak punya koperasi dan dilindungi badan hukum apa pun, nantinya bisa bernaung di bawah berbagai operator jasa angkutan yang telah terlebih dahulu bergabung dengan TransJakarta seperti Kopaja dan Kopami.


"Kamu beli atau remajakan bus jadi standar TransJakarta. Setelahnya kami tanggung servis segala macam. Gaji sopir dari sistem pembayaran rupiah per kilometer," kata Ahok.


Kecelakaan Metro Mini maut di perlintasan Tubagus Angke bagai tonggak awal bagi pemegang wewenang transportasi Jakarta untuk bergerak dan menindak.


Sehari setelah tragedi kecelakaan berlalu, seribuan bus Metro Mini terjaring dalam berbagai razia dan operasi yang digelar kepolisian serta Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta.


"Kalau mereka tidak ada KIR, tidak ada izin, ada mekanismenya. Sekali dua kali kami peringatkan, baru cabut trayeknya. Kalau kami main cabut trayek saja bisa digugat di PTUN," kata Kadishub DKI Andri Yansyah.


Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan, kasus-kasus kecelakaan Metro Mini yang terjadi akhir-akhir ini faktornya sangat kompleks. "Ini harus dilihat dari sisi hulu bukan hanya hilir," kata Tulus kepada
VIVA.co.id,
Kamis 10 Desember 2015.

 

Dari sisi hulu, menurut dia, jika persoalannya tidak diselesaikan hulu, Metro Mini akan terus seperti itu kondisinya. Bahkan bisa makin buruk. Bila menuntut Metro Mini untuk memberikan pelayanan yang baik tanpa ada solusi dari hulu itu mustahil.


Untuk itu, dia menjelaskan, yang pertama harus dipikirkan adalah soal badan hukum. Metro Mini tidak mempunyai badan hukum yang jelas. Hanya dimiliki individu.

Akibatnya, tidak ada parameter-parameter, misalnya tentang kelayakan armada, pengemudi, dan sistem pelayanan kepada konsumen. Kalau tidak ada badan hukum atau perusahaan yang permanen, tidak bisa mengharapkan banyak untuk perbaikan pelayanan.

"Akan terus merosot saja pelayanannya, karena memang semau gue dia melayaninya," kata Tulus. Artinya, kalau tidak ada revolusi di hulu, tidak bisa berbuat apa-apa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya