- REUTERS/Paulo Whitaker
VIVA.co.id - Ingar mobil nasional kembali santer seantero negeri. Isu nyaring itu dipergunjingkan republik ini setelah pabrikan otomotif besutan Negeri Jiran, Proton Holdings Bhd menandatangani nota kesepahaman dengan PT Adiperkasa Citra Lestari, perusahaan yang dipimpin mantan Kepala Badan Intelijen Negara, Abdullah Mahmud Hendropriyono. Ihwalnya tentang rentetan skema pengembangan dan pembangunan pabrik otomotif di Indonesia. Cikal bakal mobil nasional alias mobnas.
Namun “cikal” ini tak mulus. Banyak kalangan menolaknya. Mulai dari rakyat biasa, DPR, tokoh masyarakat, pengusaha bahkan Walikota Solo FX Hadi Rudiyatmo yang pernah menjadi partner Jokowi di Solo, tidak setuju. Alasannya bermacam. Mulai dari gengsi, politik balas budi, Proton tidak punya kemampuan hingga keinginan mengembangkan Esemka.
Bicara mobnas, Indonesia sebenarnya merupakan negara ASEAN pertama yang merintis proyek mobnas. Dari era mobil MR-90 yang dibesut Soebronto Laras, Texmaco Perkasa yang dikomandoi Marimutu Sinivasan hingga Timor milik Tommy Soeharto. Namun, peruntungan itu gagal. Mungkin jika dibuka selubungnya, hanya Kijang yang diterima baik di masyarakat. Sisanya, hanya tekor di bengkel.
Lalu, bagaimana dengan negara lain. Malaysia. Kita boleh meniru semangatnya mengembangkan mobnas. Fakta, Proton adalah menjadi merek mobil yang dikenal dan bisa “diterima” konsumen. Proton menetas dari gagasan salah satu orang kuat, Mahathir Mohammad, bekas perdana menteri Malaysia yang berambisi mobilnya dapat menguasai pasar otomotif dunia.
Meski penjualannya saat ini sedang seret, namun berhasil membawa Proton dikenal masyarakat dunia sebagai mobilnya orang Malaysia. "Proton adalah sebuah perusahaan otomotif yang saat ini mampu membuat kemajuan dalam penelitian dan pengembangan," ujar Mahathir Mohamad seperti dilansir Bernama.
Jatuh Bangun Proton
Bicara debut Proton, Mahathir mengaku telah melewati masa-masa sulit yang panjang. Seperti banyak negara kebanyakan, mobnas selalu dihadapkan dengan adanya merek asing dan permintaan kendaraan berbanderol murah.
Berdiri sejak 1983, Proton awalnya menggandeng Mitsubishi, Jepang. Lalu, perusahaan ini menggandeng Lotus, Inggris. Mitsubishi dan Lotus memasok mesin, sementara rangka bodi dan desain dikerjakan Proton. Proton sempat meraih angka produksi satu juta unit pada 1996 dan mengakuisisi mayoritas saham dari Grup Lotus.
Bahkan pada 2001, dia menguasai pasar otomotif Malaysia hingga mencapai 53 persen. Tetapi, sejak Januari 2012, Proton di-take over DRB-HicomBerhad, karena kesulitan keuangan. Hal itu terjadi karena kejayaan Proton yang kian memudar. Saat ini, Proton bahkan harus rela berbagi "kue" dengan kendaraan lokal Malaysia lainnya, Perodua.
Namun, masalah yang kerap dijumpainya sama dengan sejumlah mobnas di negara-negara lain. Menurut Mahathir, banyak pemburu kendaraan pasti lebih melirik merek asing yang jauh lebih baik, meskipun harga jualnya jauh lebih mahal. Masalah lain yang dihadapi adalah pemerintah berkuasa dikatakannya lebih suka mengimpor mobil dari luar ketimbang mengekspornya.
"Padahal, ketika Anda mengimpor mobil, uang mengalir keluar dan Anda tidak mendapatkan teknologi apapun dari mereka," ujar Mahathir seperti dilansir Bernama.
Masalah lain yang kerap dijumpainya yakni Proton selalu dicap sebagai mobil murah dengan kualitas rendah. Mereka pun dituntut untuk selalu mengembangkan kendaraan Proton agar lebih baik, namun dengan harga yang terjangkau. Hal itu dirasa sulit baginya.
The Economist dalam Automotive Briefing & Forecast The Economist Intelligence Unit menilai, Proton mengalami kemunduran akibat penurunan laba di saat volume penjualannya meningkat. Mulanya, kondisi Proton diperkirakan akan pulih setelah melalui masa sulit selama krisis keuangan global pada 2008-2009, dan kemudian mencetak untung pada beberapa tahun berikutnya. Ternyata tidak.
Kesalahan terbesar Proton, tulis The Economist, adalah tak banyak inovasi. Proton
bergerak lambat di tengah industri yang butuh kelincahan. "Proton hanya mampu
memperkenalkan sedikit model baru, bahkan banyak terkesan kuno dan tertinggal dari standar produsen lainnya, seperti Toyota, Honda, dan Daihatsu," tulis laporan itu.
"Sekarang kita harus bersaing dengan merek asing. Kami adalah perusahaan kecil yang mencoba untuk bersaing dengan orang-orang seperti Toyota atau Nissan. Mereka menghasilkan jutaan mobil. Jadi, sebenarnya sangat sulit bagi kami untuk bersaing dengan mereka," ujar Mahathir kepada The Edge Malaysia.
"Mereka bisa kehilangan uang di sini dan mencari uang di tempat lain. Tetapi, kita
tidak bisa kehilangan uang di sini, karena kami hanya memproduksi sedikit mobil tiap tahunnya."
Namun, karena merupakan mobnas, Proton sedikit mendapat angin segar. Mereka hanya diwajibkan membayar pajak dengan jumlah yang jauh lebih kecil ketimbang pabrikan mobil asing. Tentunya, hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Proton untuk bernapas.
Dewasa ini, ia pun bertekad untuk kembali memajukan Proton dengan berusaha menghadirkan mobil berkualitas agar dapat bersaing dengan banyak rivalnya. Nantinya, Proton akan mulai menghilangkan julukan mobil murah. Karena, untuk memiliki mobil bagus dibutuhkan dana yang besar, dan Proton mengaku siap dengan konsekuensi itu.
"Orang-orang memiliki persepsi bahwa mobil lokal tidak baik. Jadi, sekarang, kami ingin memproduksi mobil yang bisa dijual di seluruh dunia. Tentu saja, ada biaya di sana, tetapi orang-orang tidak mau membayar, karena mereka berpikir bahwa mobil Proton harus murah karena tidak begitu baik. Tapi ketika Anda membuatnya baik, tentu saja, itu tidak akan murah lagi," katanya.
"Ini adalah untuk massa yang luas, bahwa mobil ini telah dibangun dengan tujuan menjawab kebutuhan transportasi mereka (rakyat), dan itu dimaksudkan untuk memberi mereka sukacita," ujar Adolf Hitler seperti ditulis Popmatters.
Namun, di tengah semangat yang tengah berkobar, Jerman harus menghadapi Perang Dunia ke-II yang membuat Volkswagen berhenti produksi. Seperti dilansir Edmunds, ketika Perang Dunia ke-II mulai, pabrik tersebut digunakan untuk memproduksi kendaraan militer.
Pabrik digunakan untuk tempat memproduksi mobil Type 82 Kubelwagen (Model mobil perang VW yang paling terkenal) dan mobil amfibi Schwimmwagen. Tapi, pertengahan perang, kota KdF-Stadt beserta pabriknya di bom hingga rusak berat.
Setelah perang usai, VW sepenuhnya dikuasai Inggris. Pabrik itu kemudian dibangun kembali dan kemudian memproduksi lagi VW Beetle dan beberapa model lain. Pada 1946, pabrik dapat membuat 1.000 mobil perbulan.
"Tetapi pada 1948, pabrik itu kembali diserahkan pada Jerman, dan menjadi jantung utama ekonomi utama bagi Jerman Barat. Saat itu, produksi Volkswagen kembali menggeliat. Beetle Type-1 misalnya yang berhasil mencapai satu juta unit pada 1955 dan seterusnya. Bahkan, Beetle kemudian diminati banyak negara," ujar Bernhard Rieger, pengamat sejarah dari University College London seperti ditulis History.
Ia mengatakan, meski tubuhnya bulat dan berbentuk lucu, namun banyak orang yang menyatakan jika Beetle nyaman digunakan. "Ada banyak hal yang menarik dari Beetle. Mobil itu dibuat untuk mudah parkir, mengemudi nyaman, ekonomi bahan bakar, keselamatan, dan benar-benar memperhatikan kenyamanan, dan tentunya tidak melupakan pengerjaan," ujar Rieger.
Seiring berjalannya waktu, Volkswagen kemudian bertransformasi menjadi perusahaan otomotif raksasa. Saat ini Grup Volkswagen, induk dari Volkswagen AG, memiliki beberapa perusahaan otomotif lainnya, di antaranya Audi, SEAT, Lamborghini, Bentley, Bugatti, Scania Skoda Auto dan Ducati.
Mobil Termurah di Dunia dari India
Soal mobnas, Negeri Bollywood sepertinya menjadi salah satu negara yang berhasil mewujudkannya. India, bahkan berhasil membuat megaproyek mobil super murah Tata Nano di negaranya. Mobil tersebut, bahkan kini menjadi mobil termurah di dunia.
Seperti dilansir TataMotors.com, perusahaan ini didirikan pada tahun 1945 sebagai produsen lokomotif. Produksi kendaraan komersial Tata Motors dimulai pada tahun 1954, berkolaborasi dengan Daimler-Benz AG, yang dilakukan sampai 1969. Tata Motors kemudian memasuki pasar mobil penumpang pada tahun 1991 dengan peluncuran Tata Sierra, dan berhasil menjadikan India sebagai negara yang dapat memproduksi mobil sendiri.
Bicara Tata Nano, mobil ini merupakan salah satu produk besutan Tata motors. Menurut Hormazd Sorabjee, editor Autocar India, Tata Nano sengaja disediakan Tata Motors agar dapat dijangkau warga miskin di sana. Di India, mobil ini dipasarkan dengan harga Rp25 juta.
Namun, saat ini Tata Nano tengah dihadapi masalah pelik. Sebab, penjualannya kian kemari terus menurun. Menurut laporan GreenCarReports dan Autoblog