VIVAnews – Laki-laki 48 tahun itu sangat gesit melayani pembeli. Sesekali dia berlari ke dalam warung, menuju deep fryer. Tiga bakso ditusuk, mirip sate, lalu dimasukkan dalam minyak panas, setelah agak cokelat, tusukan itu diangkat lalu ditiriskan. Seorang karyawan lain menyiramkan saos, dan membungkusnya.
Di depan warung, puluhan anak-anak usia belasan tahun sudah mengantre. Mereka ingin dilayani secepatnya. Tak ada yang mau menunggu lama.
Bakso ikan tusuk itu merupakan salah satu makanan ringan favorit di Haesanmul Gansig, warung penganan ala Korea Selatan. Gerainya khas, serba merah. Semua makanannya dibungkus elegan.
Goenardjoadi Goenawan, nama laki-laki 48 tahun itu. Dia yakin demam Korea bisa membawa untung. Menurutnya, demam Korea buka cuma soal musik, film, gaya hidup, atau fesyen. Makanan juga. "Kalau kami tidak mengikuti kiblat ini, ya tutup warung," kata Goenardjoadi.
Dia merupakan pendiri Haesanmul Gansig. Secara harfiah, Haesanmul Gansig adalah seafood snack. "Itu kalau menurut Google Translate," katanya sambil tertawa.
Tapi, meski bernama Korea, Haesanmul Gansig, 99 persen asli Indonesia. Hanya 1 persen saja yang dari Korea: bumbu tertentu. Ini supaya menjaga rasa tetap seperti asli Korea.
Ide Sederhana Ihwal gerai ini sangat sederhana. Saat bekerja di Lotteria, sebuah restoran Korea, Goenardjoadi mendapat tawaran pesanan jajanan anak-anak dengan harga tak lebih Rp10 ribu. Beberapa tempat makan cepat saji menolak pesanan ini. Lotteria pun tak sanggup membuat makanan siang anak-anak untuk field trip ini.
Goenardjoadi Goenawan, pendiri Haesanmul Gansig
Bagi Goenardjoadi, kebuntuan itu menjadi peluang. Informasi pesanan ini meletupkan ide berbisnis. “Ini kesempatan,” kata lulusan Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor itu.
Setelah itu, dia keliling mencari bahan makanan murah dan sehat, yang memungkinkan diolah tak melebihi angka itu. Pencariannya nyaris buntu. Ayam, daging, dan sayuran, semua mahal, tak mungkin dikemas jadi makanan di bawah Rp10 ribu.
Pikirannya berubah saat tempat pelelangan ikan. Ada ikan yang murah.
Tapi apakah anak-anak suka? Belum tentu. Dia memutar otak lagi. Akhirnya ditemukan bakso ikan dan bakso lain yang berbahan dasar makanan laut. “Ini harganya juga murah, tapi belum begitu terkenal,” katanya.
Kalau dibikin menarik, pasti anak-anak suka. Dia yakin dengan pendiriannya.
Dengan membongkar tabungan yang tak lebih dari Rp50 juta, dia memutuskan berhenti dari Lotteria, banting setir berbisnis sendiri. Dia mendirikan Haesanmul Gansig melalui bendera PT Angsana Dwitunggal. Pada 25 November 2013, gerai pertama pun berdiri di Giant Palem Semi Karawaci.
Sekarang, jualan utama Haesanmul Gansig itu fish balls, crab balls, squid balls, salmon balls, lobster balls, shrimo balls, dan scallop balls. Semua bakso ditusuk lalu digoreng dan dicelupkan ke saus. Selain itu ada juga teriyaki dan juga nasi.
Produk ini tentu ini tidak luar biasa karena sudah banyak camilan ikan goreng, udang goreng, dan cumi goreng asli Indonesia. Namun ada satu yang khas, yaitu saus ala Korea. "Ini yang bikin para konsumen kangen," kata Store Manager Haesanmul Gansig, Yayi Kartika, beberapa waktu lalu.
Menurut Yayi, saus Korea memiliki cita rasa yang berbeda, kombinasi rasa manis dan pedas membuat lidah ingin terus menikmati lagi dan lagi. Jenisnya ada gangjon, Korean chili, saus sambal, dan barbeque. Semua tinggal pilih.
"Pertama kali ketika dicicipi terasa manis kemudian rasa pedas mulai menyengat sesudahnya. Ini yang membuat kangen," katanya.
Harga yang ditawarkan untuk camilan laut ini pun relatif terjangkau mulai dari Rp7.500 sampai Rp9.000. Khusus paket teriyaki, harganya Rp11-15 ribu per pack.
Setelah sukses di geriai pertamanya, Goenardjoadi kemudian membuka lagi di Giant Mutiara Gading Timur Bekasi dan Istana Froggy BSD City Serpong. Setelah itu, pada 2014, Goenardjoadi mulai bekerja sama dengan pihak ketiga dengan skema waralaba.
Kini sudah belasan gerai menyebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Menyusul akan ada beberapa lagi di luar kota, Denpasar dan Purwokerto.
Waralaba Rp150 Juta
Bagi Anda yang ingin memiliki Haesanmul Gansig, Goenardjoadi mematok Rp150 juta. Biaya ini untuk membeli peralatan, perlengkapan, inventori awal, dan
franchise fee
. Persyaratan lain, calon
franchise
harus memiliki lokasi di
foodcourt
ukurannya 15 meter per segi. Lebih diutamakan di sekolah-sekolah maupun kampus.
"Saya yakin dalam 12 bulan sudah BEP," katanya. BEP adalah akronim
break even point
atau titik impas.
Janjinya ini bukan tanpa alasan. Menurut dia, bahan dasar ikan masih murah dan melimpah. Apalagi saat ini pemerintah sangat intens dengan hasil laut kita. Setiap pencuri ikan dari luar nengeri ditangkap, lalu kapalnya ditenggelamkan. “Ini sangat positif,” katanya.
Dengan bahan murah, jika dipadukan dengan tempat yang bagus, dia yakin modal akan cepat kembali.
Menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), sering menjadi momen yang dinanti untuk liburan, baik bersama keluarga maupun kerabat. Bagi yang tidak memiliki kendaraan p
Melalui caption yang ditulis dalam unggahannya itu, Kris mengungkap perasaan bahagia dan bersyukur. Ia menjelaskan bahwa Xarena akan segera memiliki adik.
PT Toyota-Astra Motor (TAM) menawarkan pilihan Hilux Rangga ke dalam versi SUV (Sport Utility Vehicle), dimana awalnya mobil ini diperuntukkan untuk kendaraan niaga atau
Sejumlah artikel Trending menarik perhatian pembaca VIVA, Sabtu 14 Desember 2024. Salah satunya, harta kekayaan keluarga mahasiswa kedokteran yang menganiaya ketua Koas.
Asus menghadirkan teknologi AI canggih pada Zenbook S 14 OLED untuk meningkatkan kualitas video call. Laptop ini mampu memberikan pengalaman meeting online menarik
Smartwatch terbaik untuk olahraga menjadi andalan untuk mendukung gaya hidup sehat. Ini dia smartwatch olahraga terbaik yang bisa memantau aktivitas fisik secara lengkap!
Vivo V40 Lite 4G dan 5G hadir dengan segudang fitur menarik yang siap memanjakan penggunanya. Dengan desain yang elegan dan performa yang kencang, kedua varian ini menja