- VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVAnews - Puluhan remaja berseragam putih biru menggerombol di selasar SMAN 24 Jakarta. Yang lain terlihat meriung di teras mushala dan perpustakaan sekolah.
Teriknya matahari memaksa mereka bertahan di dalam gedung sekolah itu, yang terletak di Jalan Lapangan Tembak, Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat. Sayup terdengar, mereka sedang membicarakan perihal Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang digelar awal Desember ini.
Sebagian dari mereka tampak serius membaca buku dan berdiskusi terkait materi yang akan diujikan. Ada yang mengeluh, materi yang diajarkan terlampau sulit.
Sejumlah siswa mengeluhkan materi kurikulum 2013 yang diajarkan terlampau sulit.
SMAN 24 Jakarta ini merupakan salah satu sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013. Mereka sudah mempraktekkan kurikulum ini sejak 1,5 tahun lalu. "Cukup sulit juga belajarnya," ujar Dini, salah satu siswi kelas XI saat VIVAnews berkunjung ke sekolahnya pada Selasa, 9 Desember 2014 lalu.
Remaja yang mengenakan jilbab ini mengaku kaget dengan keputusan pemerintah yang menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013. Pasalnya, ia sudah terlanjur mencicipi kurikulum tersebut selama tiga semester.
Lain lagi dengan Aditya. Siswa kelas X ini mengaku gembira dengan penghentian Kurikulum 2013. Pasalnya, ia mengaku kesulitan belajar dengan kurikulum peninggalan mantan Menteri Pendidikan Nasional, Muhamad Nuh ini.
"Baguslah dihentikan. Jadi nggak banyak praktek," ujarnya singkat.
Tak hanya siswa, sejumlah orangtua siswa juga mengaku bingung dengan Kurikulum 2013. Metode yang berbeda, membuat mereka kesulitan membantu anaknya menyerap pelajaran di sekolah.
Suwito, misalnya. Orangtua siswa di salah satu SD di Jakarta ini mengatakan, pasca penerapan Kurikulum 2013, ia sulit membantu anaknya mendalami pelajaran.
"Ada praktek-praktek yang saya dulu belum pernah dapatkan. Jadi bingung," ujarnya kepada VIVAnews, Jumat 12 Desember 2014.
Hal yang sama juga dialami Arianti, orangtua siswa yang lain. Ia mengaku kesulitan membantu anaknya belajar di rumah. Ia merasa asing dengan ragam pelajaran anaknya.
Akibatnya, ia kebingungan saat anaknya minta dibantu sewaktu belajar di rumah. "Pelajarannya beda dengan kami dulu. Jadi, saya tidak bisa bantu."
Kurikulum 2013 Dihentikan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 awal Desember ini. Ia menyatakan, dalam pelaksanaan, persiapannya tak berjalan baik.
Akibatnya, saat sekolah menjalankan Kurikulum 2013, mereka kebingungan. Menurut dia, masalahnya bukan pada kurikulum, tapi guru dan sekolah belum tahu persis bagaimana menjalankan kurikulum tersebut.
Proses belajar mengajar akhirnya dinilai menjadi tidak baik. “Bebannya menjadi sangat besar,” ujarnya kepada VIVAnews di Jakarta, Kamis, 11 Desember 2014.
Kurikulum merupakan sesuatu yang vital dalam proses belajar mengajar dan peningkatan kualitas pendidikan.
Mendikbud menjelaskan, kebijakan itu tidak berlaku bagi semua sekolah. Keputusan itu hanya berlaku bagi sekolah yang baru menjalankan kurikulum tersebut selama satu semester.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 secara bertahap dan terbatas telah dilakukan pada Tahun Pelajaran 2013/2014 pada 6.221 sekolah di 295 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Menurut dia, sekolah- sekolah tersebut tetap menjalankan Kurikulum 2013. Namun, di luar sekolah-sekolah itu harus kembali menggunakan Kurikulum 2006.
Mantan ketua Gerakan Indonesia Mengajar ini menjelaskan, ia mengambil keputusan itu berdasarkan fakta di lapangan. Menurut dia, sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan Kurikulum 2013.
Ketidaksiapan itu mulai dari buku, sistem penilaian, penataran guru hingga pendampingan guru dan pelatihan Kepala Sekolah.
Ia mengatakan, evaluasi yang dilakukan merupakan amanat dari menteri sebelumnya. Sebab, dalam salah satu peraturan menteri menyatakan agar Kurikulum 2013 dievaluasi.
Evaluasi yang dimaksud adalah antara ide dengan desain, antara desain dengan dokumen, dokumen dengan buku dan buku dengan pelaksanaan. Menurutnya sejak dilaksanakan, Kurikulum 2013 belum pernah dievaluasi.
“Kita ga bisa kasih anak anak sesuatu yang belum pernah dievaluasi,” ujarnya menjelaskan.
Anies tak menampik, selain pada tataran pelaksanaan, Kurikulum 2013 sendiri masih menyisakan persoalan. Misalnya terkait kebhinekaan.
Menurut dia, UU Sisdiknas mengamanatkan ada ruang bagi kebinekaan dalam pembelajaran di sekolah. Namun, dalam Kurikulum 2013 semuanya seragam, termasuk buku teks.
Untuk itu, ia memerintahkan Pusat Kurikulum dan Perbukuan mengundang kalangan yang mengkritik Kurikulum 2013 guna diminta pendapat terkait perbaikan kurikulum ini.
Banjir Dukungan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendukung keputusan pemerintah ini. Ketua Umum Pengurus Besar, PGRI, Sulistyo mengatakan, penerapan Kurikulum 2013 terkesan dipaksakan.
Ia yakin, jika kurikulum itu terus dilaksanakan tanpa proses koreksi akan membuat polemik di kemudian hari. "Kurikulum 2013 banyak masalah. Mulai dari kesiapan buku yang kedodoran dan kesiapan tenaga pengajar yang belum matang," ujarnya di Jakarta, Kamis 11 Desember 2014.
Ia juga menyoroti distribusi buku ajar yang belum merata. Menurut dia, hal itu akan menyulitkan dalam proses belajar mengajar.
Selain itu, banyak guru yang belum mendapat pelatihan. Ia juga menilai kurikulum baru ini terlampau rumit terkait metode pembelajaran yang diterapkan ke siswa. Selain guru, hal itu juga akan menyulitkan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan.
Dukungan juga datang dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti mengatakan, Kurikulum 2013 terkesan terburu-buru dan tak diimbangi dengan persiapan yang matang.
Menurut dia, penghentian itu setidaknya harus dilakukan selama setahun. Sehingga, ada waktu untuk membenahi kembali fundamental kurikulum, baik dari sisi substansi maupun teknis.
"Fundamental kurikulum ini sudah bermasalah. Karena itu kurikulum ini boleh disebut gagal secara terstruktur dan sistematis," ujarnya kepada VIVAnews, Kamis, 11 Desember 2014.
Retno menambahkan, indikasi kegagalan Kurikulum 2013 telah terlihat. Seperti, belum meratanya distribusi buku ajar ke seluruh Indonesia, juga guru yang belum siap.
Akibatnya, penerapan kurikulum ini menjadi tersendat. "Baiknya kita kembali ke Kurikulum 2006. Setidaknya kita sudah siap," kata Retno.
Dari hasil pantauan FSGI dan aduan dari sejumlah daerah, banyak sekolah yang kesulitan pasca penerapan Kurikulum 2013. Misalnya di sekolah swasta. Dengan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang hanya sebesar Rp19 juta, ada yang terpaksa menggunakan dana BOSnya untuk membeli buku hingga Rp24 juta.
Pun di sekolah negeri. Ada yang mendapatkan dana BOS Rp227 juta, namun harus membeli buku hingga Rp190 juta. Penerapan Kurikulum 2013 juga tak merata, hanya menyasar sekolah yang terakreditasi A dan eks Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
"Namun, terlepas dari semua itu, kurikulum ini memang harus dibenahi secara total. Penghentian kurikulum ini adalah langkah bijak dan patut untuk didukung," kata Retno.
Pihak sekolah juga menyambut gembira keputusan ini. Kepala SDN Palmerah 03 Jakarta Barat, Sarita Siregar mengatakan, banyak guru yang belum terbiasa.
"Guru-guru kami banyak yang menyambut bahagia dengan penghentian Kurikulum 2013. Soalnya banyak yang belum faham dengan metode mengajarnya," kata Sarita kepada VIVANews, Rabu, 10 Desember 2014.
Pakar pendidikan Prof. DR. Sutjipto mengatakan, ada sejumlah kekurangan dalam Kurikulum 2013. Selain itu, tenaga pengajar juga belum dilatih dengan baik.
Untuk itu ia sepakat kurikulum itu perlu dievaluasi. Menurut dia, Kurikulum 2013 itu tematik. Namun, guru tidak disiapkan untuk itu. Makin tinggi makin susah, karena harus makin spesifik.
“Belum tentu semua guru bisa menjalankan Kurikulum 2013. Kebanyakan belum bisa,” ujar Sutjipto, Kamis, 11 Desember 2014.
Menurut dia, pelatihan satu hingga dua pekan tak cukup untuk guru. Sebab, persiapan itu penting. Jika persiapan tak matang, siswa akan jadi korban.
Menurut dia, jika guru hebat, kurikulum apa saja tak masalah. Sama seperti yang lain, ia juga menilai Kurikulum 2013 belum matang.
Selain itu proses pelaksananya juga tergesa. Akibatnya, tak hanya guru yang tak siap, Kepala Sekolah, perlengkapan, buku, akses informas, kepala dinas juga belum siap.
Menteri Tak Bijak
Tak semua senang dengan keputusan Mendikbud terkait penghentian pelaksanaan Kurikulum 2013. Ketua Tim Inti Penyusunan Kurikulum 2013 Prof. DR. Said Hamid Hasan, MA menilai, keputusan itu tak bijaksana.
Menurut dia, pemerintah seharusnya tetap melanjutkan pelaksanaan kurikulum tersebut sambil terus melakukan perbaikan. Sebab menurut dia, keputusan itu akan menyulitkan sekolah dan membingungkan siswa.
“Itu menjadi masalah besar. Karena satu semester pertama menggunakan Kurikulum 2013 dan semester berikutnya menggunakan Kurikulum 2006. Jumlah pelajarannya berbeda, beban kerjanya juga bebeda, bukunya juga berbeda,” ujar Hamid kepada VIVAnews, Rabu, 10 Desember 2014.
Ia mengakui, masih ada guru yang belum siap melaksanakan Kurikulum 2013 karena belum dilatih. Namun menurut dia, itu tidak bisa digeneralisir.
Sebab, faktanya, ada guru yang siap melaksanakan kurikulum tersebut. “Ini kan mengeneralisasi guru-guru yang tidak siap dan mengorbankan guru yang sudah siap menjalankan kurikulum ini,” ujar Hamid.
Pakar kurikulum ini menjelaskan, Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini tak hanya berisi pengetahuan, namun juga memasukkan pelajaran tentang sikap, perilaku dan karakter dalam tiap mata pelajaran dan kegiatan belajar mengajar.
“Sebab kita tidak hanya membutuhkan intelektualitas namun juga karakter dan sikap,” ujarnya menjelaskan.
Hamid bercerita, Kurikulum 2013 sudah mulai disusun sejak 2010. Pada 2012, kurikulum ini sudah selesai dan diuji coba serta mulai melatih guru-guru.
Kurikulum 2013 ini merupakan perbaikan dan penyempurnaan dari Kurikulum 2006. Ini merupakan integrated kurikulum karena pelajaran sikap, perilaku dan karakter tidak dipisahkan dari pelajaran lain. Sikap dan perilaku ini juga dinilai oleh guru.
“Tidak ada kurikulum lain yang seperti K13 ini mulai dari penyusunan hingga implementasinya, termasuk kurikulum 2006.” ujarnya.
Dalam proses penyusunannya, kurikulum ini juga melibatkan banyak kalangan mulai dari guru, Kepala Sekolah, pengamat pendidikan, tokoh masyarakat hingga Bank Indonesia dan Ditjen Pajak.
Menurut Hamid, ada sekitar 300 guru yang terlibat. Selain itu, tim juga menggelar uji publik. Dalam uji publik semua masyarakat bisa memberi masukan dan sumbang saran. “Secara konsep, Kurikulum 2013 sangat kuat dan kokoh.”
Keberatan yang sama disampaikan Musliar Kasim. Mantan wakil menteri pendidikan dan kebudayaan ini mengatakan, Kurikulum 2013 tak salah.
Menurut dia, hanya persiapan implementasinya yang terlambat, misalnya soal pengadaan buku. Namun menurut dia, keterlambatan itu terjadi karena Kemendikbud menggunakan sistem baru dalam pengadaan buku.
Pengadaan buku tak lagi terpusat di Kemendikbud namun diserahkan ke masing-masing sekolah dengan sistem e-catalog. “Hal itu kami lakukan untuk mengindari fitnah kami memanfaatkan Kuriklum 2013 untuk proyek. Karena ini sesuatu yang baru makanya telat,” ujarnya kepada VIVAnews, Rabu, 10 Desember 2014.
Ia menilai, tak sepenuhnya guru belum siap menjalankan Kurikulum 2013. Sebab, faktanya banyak guru yang sudah dilatih dan siap melaksanakan kurikulum ini.
Guru sudah dilatih dan banyak yang sudah mengerti. Menurut Musliar, jika menunggu semua guru siap membutuhkan waktu lama, bisa sampai sepuluh tahun. Sependapat dengan Hamid, kurikulum ini bisa tetap dijalankan sembil terus melakukan perbaikan.
Musliar menjelaskan, ada perbedaan mendasar antara Kurikulum 2013 dan 2006. Menurut dia, Kurikulum 2013 itu aktifitas base. Sementara Kurikulum 2006 kognitif base.
Kurikulum 2013 tidak hanya mengajarkan pengetahuan namun juga sikap, keterampilan dan perilaku. Sementara, Kurikulum 2006 hanya mengajarkan pengetahuan semata. “Jadi ga ada yang salah dengan Kurikulum 2013. Kurikulum ini juga sudah matang dan siap diaplikasikan.”
Gonta Ganti
Indonesia termasuk negara yang hobi gonta ganti dan bongkar pasang kurikulum. Sejak merdeka hingga saat ini, setidaknya sudah ada sepuluh kurikulum yang digunakan.
Kurikulum itu di antaranya, Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran Terurai 1952, Kurikulum Rencana Pendidikan 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013.
Mendikbud mengatakan, kurikulum memang harus berubah. Namun, perubahan itu tidak boleh ekstrim. Untuk itu, evaluasi kurikulum yang ada. Mana yang harus diperbaiki. Ke depan, kurikulum harus dinamis dan mengikuti perkembangan zaman dan tak ada istilah disempurnakan.
Sebab, tidak ada kurikulum yang sempurna karena kehidupan terus berjalan. Untuk itu, harus ada perbaikan dan perubahan.
Namun, menurut dia, kemampuan guru lebih menentukan dibanding kurikulum. Ia mengibaratkan seperti orang yang menembak tapi meleset terus. Sebagus apapun senapan dan pelurunya, jika yang menembak tak dilatih dengan baik maka akan gagal.
Untuk itu, kemampuan guru dan Kepala Sekolah harus dikembangkan. “Kunci keberhasilan pendidikan bukan kurikulum tapi guru yang mumpuni. Menurut dia, guru yang mumpuni diberi kurikulum apapun pasti akan jalan.”
Hal senada disampaikan pakar pendidikan Prof. DR. Sutjipto. Menurut dia, guru yang hebat bisa mengkreasi materi pembelajaran, menjadikan pembelajaran menyenangkan untuk siswa.
Guru yang baik akan mencari bahan ajar dengan kreatif. Menurut dia, mutu pendidikan bukan karena kurikulum. Kebiasaan mengganti kurikulum saat ada masalah dalam pendidikan merupakan sesuatu yang tak tepat.
Meski demikian, kurikulum tetap diperlukan sebagai rambu dalam pendidikan. Namun, kurikulum bukan sesuatu yang sakral dan tak bisa diubah.
Untuk itu semua pemangku kepentingan terkait pendidikan harus diperbaiki secara sistemik. Guru, fasilitas, buku, Kepala Sekolah, dinas semua harus terintegrasi. Ada buku guru tidak dilatih tidak jalan.
Guru bagus sementara pemahaman Kepala Sekolah berbeda juga tidak jalan. Guru bagus, manajeman sekolah bagus tapi fasilitas tidak memadai juga tidak bisa jalan.
Namun, pendapat berbedar disampaikan Prof. DR. Said Hamid Hasan, MA. Bagi dia, kurikulum merupakan sesuatu yang vital dalam proses belajar mengajar dan peningkatan kualitas pendidikan.
Sebab, kurikulum akan mengajarkan anak berfikir kritis. Untuk itu, perubahan kurikulum memiliki landasan mulai dari kondisi masyarakat, teori pendidikan, teknologi, budaya dan aspek lain yang mengharuskan ada penyesuaian.
Selain itu fasilitas pendidikan juga harus bagus. Peran guru juga tak kalah penting. Makanya Kurikulum 2013 melatih guru agar kemampuan mereka dalam implementasi kurikulum tersebut bagus.
Hari menjelang sore. Jarum jam di tangan menunjuk angka dua. Namun, puluhan siswa SMAN 24 Jakarta tersebut masih bertahan, menggerombol di luar kelas.
Mereka menunggu giliran ujian susulan guna memperbaiki nilai. (ren)
Nuvola Gloria turut melaporkan.