SOROT 314

Aman dan Stabil di Bawah SBY

Aksi Aerobatic Jupiter di HUT TNI ke 69
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
- Ledakan keras terdengar dari Selat Madura, Jawa Timur. Sebuah pesawat tempur jenis F-5 milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) menjatuhkan bom, menyerang kapal selam musuh di tengah laut. Setelah itu, muncul pesawat Cassa terbang mendekati sasaran dan menjatuhkan ranjau.

Guna memastikan kondisi musuh, pesawat tanpa awak tampak mendekat. Tak berselang lama, tiga kapal perang diluncurkan guna membabat habis kapal selam musuh dengan menembakkan rudal.

"Perang" ini terjadi pada Selasa siang, 7 Oktober 2014 lalu. Adegan itu merupakan rangkaian peringatan HUT TNI ke – 69 di Dermaga Ujung, Koarmatim, Surabaya.

Ketiga kapal tempur itu adalah KRI Cut Nyak Dien 375, KRI Susanto 337 dan KRI Patiunus 384. Tiga kapal ini merupakan bagian dari alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dipamerkan dalam perayaan ini.

Selain itu, TNI juga memamerkan kapal perang baru, yakni KRI Multi Role Light Frigate (MRLF) buatan Inggris yang diberi nama KRI Bung Tomo-357, KRI Usman Harun-359 dan KRI John Lie-358.

Sementara, TNI AU menampilkan ratusan pesawat tempur di antaranya, Sukhoi Su27/30, F-16 Fighting Falcon, F-5 dan Super Tucano. Tak mau kalah, TNI AD mengerahkan sejumlah peralatan tempur, di antaranya Main Battle Tank (MBT) Leopard.

Ini merupakan kado persembahan SBY untuk rakyat Indonesia di akhir masa jabatanya. Sejumlah alutsista yang dipamerkan itu telah dipesan 1-3 tahun sebelumnya.

Dalam 10 tahun pemerintahannya SBY giat memperkuat pertahanan dengan memoderenisasi alutsista. Pasalnya, dibanding negara lain, Indonesia ketinggalan jauh.

Anies Baswedan Ucapkan Selamat ke Pramono-Rano: Kemenangan Rakyat Jakarta

TNI dan DPR mencanangkan belanja alutsista besar-besaran dengan anggaran Rp150 trilyun untuk masa lima tahun (2010-2014). Program belanja alutsista ini dikenal dengan sebutan MEF (Minimum Essential Force), yakni program pemenuhan alutsista untuk standar minimal yang dipersyaratkan.

Sejumlah alutsista yang sudah dipesan mulai berdatangan. Setelah 18 unit KH179 kemudian 12 Pesawat coin Super Tucano, 8 Jet tempur F16 blok 52, 4 UAV Heron, 2 Pesawat angkut berat Hercules, 5 Pesawat angkut sedang CN295, 6 Helikopter serbu Cougar, 20 Helikopter serbu 412EP.

Bahlil di Depan Prabowo: Di Golkar, Ketua Umum Belum Tentu Jadi Presiden

Ada juga 4 Radar, 11 Heli Anti Kapal Selam, 3 Kapal Korvet Bung Tomo Class, 3 Kapal Cepat Rudal 60m PAL, 3 LST, 2 BCM, 40 Tank Leopard, 40 Tank Marder, 50 Panser Anoa, 36 MLRS Astross II, 37 Artileri Caesar, sejumlah peluru kendali SAM, sejumlah peluru kendali antikapal, Simulator Sukhoi dan sejumlah alutsista lain.

Di darat, TNI berhasil menambah sejumlah alutsista seperti tank Leopard, tank artileri, rudal antitank, helikopter serbu, helikopter angkut maupun helikopter serang jenis Apache. Di laut, Indonesia telah memiliki kapal perang jenis korvet, kapal perusak, kapal cepat rudal, roket multi-laras taktis.

Cegah Konflik, Warga Lampung Selatan Ajak Anak Muda Gelar Pesta Budaya

Sementara di udara, pemerintah telah mendatangkan sejumlah pesawat tempur canggih seperti Sukhoi, pesawat angkut CN 295, pesawat tempur Super Tocano, pesawat angkut Hercules dan sejumlah pesawat tempur lain.

Pemilu Lancar

SBY juga layak berbangga karena penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 berjalan lancar. Sejumlah kalangan menilai, SBY berhasil menciptakan Pemilu yang damai. 

"Harus diakui Presiden SBY menciptakan pemilu damai, meskipun ada riak kecil," ujar pengamat politik asal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro saat dihubungi VIVAnews, Jumat, 17 Oktober 2014.

Pemilu tahun 2009 dan 2014 berlangsung damai, tak terjadi kerusuhan seperti yang dikhawatirkan banyak orang. Selain itu, SBY juga membuat Pilkada secara langsung. Selama 2005 sampai 2014 tercatat ada sekitar 10.027 kali Pilkada di tingkat provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. “Itu luar biasa,” ujarnya menambahkan.

Selain itu, secara umum kondisi keamanan juga membaik. SBY dan jajaran di bawahnya dinilai mampu menciptakan stabilitas keamanan.

SBY mengklaim, dalam era pemerintahannya, konflik Poso dan Aceh bisa diselesaikan. Meski sebagian orang menganggap, Jusuf Kalla (JK) yang berperan besar dalam perdamaian di dua daerah konflik tersebut.  

Hal ini diamini Siti Zuhro. Menurut dia, selama era SBY, konflik tidak mencapai 30 persen. Soal keamanan, di bawah kepemimpinan SBY cukup terjaga.

”Dan itu perlu diapresiasi. Karena keamanan relatif bagus. Dia mencanangkan kerukunan dan politik harmoni.”

Terorisme

Di bawah pemerintahan SBY, Indonesia dinilai berhasil dalam pemberantasan terorisme oleh negara anggota Kerja Sama Ekonomi Indonesia (APEC). Ketua Counter Terrorism Task Force (CTTF), Harry Purwanto, mengatakan Indonesia dinilai berhasil karena menggunakan pendekatan penegakan hukum dalam memberantas terorisme.

"Banyak kasus terorisme terungkap dan dibawa ke pengadilan. Penanganan terorisme di Indonesia juga lebih soft," ujar diplomat yang juga dipercaya sebagai Deputi Kerja Sama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini.

Pemerintah juga mengklaim, sekitar 90 %  kasus terorisme yang terjadi di Indonesia mampu diungkap. Kasus terorisme yang belum terungkap hingga saat ini disebabkan tingkat kesulitan, bukan karena ketidakmampuan polisi.

Keberhasilan Polri mengungkap kasus terorisme mendatangkan apresiasi dari dunia internasional. Akibatnya, banyak kepolisian negara lain yang datang ke Indonesia untuk diskusi dan belajar mengenai penanganan kejahatan terorisme.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, mengakui keberhasilan pemberantasan terorisme di era SBY. Namun ia menyayangkan terjadi pelanggaran HAM dalam proses tersebut.

“Kalau dibilang berhasil itu harus ada penyelesaian yang baik. Seperti kasus pelanggaran HAM dalam proses penanganan terorisme. Tapi ini tidak ada penyelesaian yang baik. SBY tutup mata,” ujarnya kepada VIVAnews, Jumat, 17 Oktober 2014.

Papua

Papua masih menjadi ganjalan hingga menjelang akhir masa pemerintahan SBY. Di wilayah ini sejumlah aksi penembakan masih kerap terjadi. Selain itu, desakan untuk merdeka juga masih terus disuarakan oleh warga Papua.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mendesak pemerintah segera melakukan dialog dengan masyarakat Papua terkait dengan sejumlah kekerasan di daerah tersebut. Mantan Koordinator Kontras, Usman Hamid, menilai pemerintah saat ini terlihat tidak serius untuk mencegah atau mengungkap para pelaku kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.

Penilaian miring juga disampaikan Haris Azhar. Menurutnya, tak ada keberpihakan dari SBY terhadap nasib rakyat Papua. Perlindungan kelompok masyarakat adat semakin dipinggirkan.

Lahan hutan indonesia berkurang terus. Padahal di lahan hutan itu terdapat banyak kelompok adat. Hutan saat ini dikuasai industri untuk membuat perkebunan sawit dan perkebunan lain.

Namun hal ini dibantah Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Syarif Hasan. Ia mengatakan, SBY telah menerapkan pemberdayaan terhadap Papua dengan otonomi daerah khusus.

“Menurut catatan kami, Papua mendapat anggaran paling besar untuk pemberdayaan dan pembangunan infrastruktur,” ujar mantan menteri Koperasi dan UKM era SBY ini kepada VIVAnews, Jumat, 17 Oktober 2014. Menurut dia, Papua selalu mendapat prioritas utama di segala bidang.

Sejumlah program yang berhasil diimplementasikan pada masa pemerintahan SBY di antaranya, PP No 54 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP), pemekaran Kabupaten/Kota dan 33 benih Daerah Otonom Baru (DOB) bagi Papua dan Papu Barat, Perpres Nomor 65 dan 66 Tahun 2011 tentang Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), pembentukan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) serta Undang Undang Pemerintahan Otsus (Otsus Plus).

HAM

KontraS menyatakan, banyak pelanggaran HAM yang dilakukan semasa dua periode Pemerintahan SBY. Dalam catatan KontraS, Pemerintahan SBY kerap bertindak diskriminatif terhadap kelompok minoritas.

Hal itu terlihat bagaimana sikap pemerintah mentolerir kelompok yang melakukan kekerasan. “Masih banyak diskriminasi di era SBY. Bahkan setiap tahun angkanya cenderung meningkat. Setiap tahun angka kekerasan semakin tinggi,” ujar Haris Azhar.

Selain pelanggaran HAM terhadap kelompok minoritas, SBY juga dianggap tidak dapat menangani dengan baik terjadinya pelanggaran HAM di Papua. Dalam catatan KontraS, selama periode SBY, tercatat telah terjadi 264 peristiwa kekerasan dengan jumlah korban tewas mencapai 54 orang, termasuk warga sipil, dan anggota TNI/Polri.

KontraS juga menyoroti proses hukum kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di era SBY. Menurut dia, SBY seolah-olah menganggap persoalan HAM di masa lalu sudah selesai dengan mengalihkan proses penyelesaian kasus HAM berat ke jalur politik.

Pengadilan HAM

Hingga akhir masa pemerintahannya, SBY tak juga meneken Keppres terkait Pengadilan HAM adhoc. Padahal beberapa kali SBY berjanji akan menuntaskan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Ia pernah berjanji akan menjalankan empat rekomendasi Panitia Khusus Peristiwa Penghilangan Orang secara Paksa periode 1997-1998 yang disetujui Sidang Paripurna DPR pada September 2009.

Pansus merekomendasikan agar SBY membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Presiden dan segenap institusi pemerintah serta pihak-pihak terkait juga direkomendasikan segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang dinyatakan hilang.

Namun, sampai saat ini pengadilan HAM adhoc belum terbentuk. “Tidak ada pengadilan HAM adhoc di era SBY. Di era SBY banyak pelanggar HAM yang tidak pernah dibawa ke pengadilan untuk diadili,” ujar Haris Azhar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya