SOROT 281

WhatsApp, dari Nol ke Triliuner

Pendiri WhatsApp, Jan Koum.
Sumber :
  • REUTERS/Albert Gea
VIVAnews -
1997.  Suatu siang yang cerah di kota San Jose, California, seorang pemuda duduk di sebuah ruang kelas di San Jose University. Jan Koum namanya, dan usianya 21 tahun kala itu. Ia mahasiswa tingkat tiga jurusan
programming
. Mendadak di tengah kuliah, telepon selulernya berdering.


"Kau di mana, Koum?" seorang pria bertanya. Suaranya ketus.


Koum terkejut. Ia mengenal suara itu. Hatinya ciut. Dengan badan setengah menunduk, ia menjawab sambil berbisik: "Saya di dalam kelas".  Lalu suara marah terdengar: "Apa yang kau lakukan di kelas? Kembali ke kantor sekarang juga!" ujar lelaki itu di ujung telepon seluler.


Lelaki yang berang itu adalah David Filo.  Ia tak lain adalah bos Koum di Yahoo. Nama Filo sangat disegani. Tak cuma di kantornya, tetapi juga di kalangan penggiat teknologi. David Filo dan Jerry Yang adalah pendiri portal raksasa Yahoo Inc pada tahun 1995.


Koum melompat dari bangkunya. Ia mengambil tas ranselnya, dan beranjak ke luar kelas, lalu bergegas ke kantor pusat Yahoo. "Ketika itu, Filo benar-benar marah. Beberapa server Yahoo
down
. Sementara saya malah kuliah, dianggap tidak punya tanggung jawab," kisah Koum pada
Forbes
, pekan lalu.


Hari itu, tepat dua pekan Koum direkrut Yahoo sebagai insinyur infrastruktur. Portal raksasa itu baru berusia dua tahun. Masih merintis. Belasan insinyur Yahoo bekerja dalam grup kecil. Jumlah insinyur yang sedikit itu harus bekerja efektif.


Sejak hari "nahas" itu, Koum muda tak pernah kembali ke kampus. Dia lebih serius meniti karir di Yahoo. Pemuda plontos itu dikeluarkan San Jose State University. Ia
drop out.
Di Amerika, langkah Koum itu tergolong nekad. Ia meninggalkan kampus ternama di Pantai Barat Amerika setelah tahun ketiga. Uang dan usia seakan sia-sia.


Tapi, tak ada yang menyangka keputusan nekad itu kelak membuat dunia terperangah. Sekitar 17 tahun kemudian, Koum menjelma jadi seorang kaya raya. Uangnya triliunan. Ia tak mendapatkannya dari Yahoo. Tapi berkat karyanya sendiri: WhatsApp Messenger.


Layanan pesan instan terpopuler di dunia itu, kini resmi diakuisisi Facebook senilai US$16 miliar pada 20 Februari 2014. Koum mendapat berkah. Akuisisi itu membuat brankasnya kian sesak hingga miliaran dolar, alias belasan triliun rupiah.


Anak muda yang putus kuliah itu kini masuk ke dalam daftar orang terkaya di California.
Forbes
memperkirakan Jan Koum, pemilik 45 persen saham WhatsApp, mendapatkan tambahan kekayaan sebesar US$6,8 miliar.


Masa suram


Masa muda Koum berbeda seratus delapan puluh derajat. Masa kecilnya jauh dari kata sejahtera, kaya, apalagi glamor. Dia dibesarkan sebagai anak tunggal di negeri yang jauh dari Amerika Serikat. Pada hari Selasa, 24 Februari 1976, Koum lahir di tanah negeri komunis, Ukraina, tepatnya di Kiev.


Sehari-hari, dia tumbuh dengan kasih sayang seorang ibu rumah tangga. Ayahnya bekerja sebagai seorang manajer konstruksi yang membangun sekolah dan rumah sakit. Walau anak seorang manajer, hidupnya tidak berkecukupan. Di negera beriklim dingin, Koum dan keluarga bahkan tidak pernah merasakan fasilitas air panas. Jangankan air panas, pesawat telepon pun tidak punya untuk berkomunikasi dengan dunia luar.


Pada zaman itu, menurut Koum, mempunyai pesawat telepon di rumah percuma saja. Karena, saat itu rezim yang berkuasa kerap menyadap sambungan telepon semua warganya. Saat tersambung, sering diputus.


Hidup terkekang di rezim otoriter membuat keluarga Koum makin tidak kerasan. Sang ibunda mulai menghitung-hitung tabungan untuk masa depan Koum kelak. Bermodal nekat dan uang tabungan seadanya, dia terbang bersama Koum ke Amerika Serikat. Sebagai orang tua, cita-citanya tidak muluk. Dia hanya ingin masa depan Koum lebih baik.


Kala itu, usia Koum menginjak usia 16 tahun. Sesampai di Negeri Paman Sam, dia dan ibunya menetap di Mountain View, California. Mereka mendapatkan apartemen dengan dua kamar tidur yang sempit. Tempat tinggal itu pun diperoleh karena bantuan pemerintah. Bukan dari buah hasil kerja keras ayahnya.


Sebagai siasat untuk bertahan, ibunda Koum bekerja sebagai pengasuh bayi sementara Koum bekerja sebagai pesuruh di toko kelontong. Namun, skema itu tak berjalan mulus. Ibu Koum menderita kanker. Untuk menunjang kehidupannya, mereka mengandalkan uang tunjangan penyakit dari pemerintah.


Namun, Koum muda terus bangkit. Dia melanjutkan studi ke bangku kuliah, di San Jose State University, kampus negeri ternama di California. Selain sekolah formal, dia mengenyam ilmu seputar teknologi informasi dan
programming
dengan membaca buku.


Ditolak Facebook


Sembilan tahun berkarya di Yahoo, Koum menyaksikan pasang surut penguasa Internet dunia ketika itu. Saat iklan mulai menyerbu, Koum malah kecewa. Dia membenci iklan, yang dianggapnya sebagai pengganggu. Namun, ia justru dipaksa untuk membantu meluncurkan platfrom periklanan Yahoo yang sempat tertunda, Project Panama, pada tahun 2006.


Inspiratif, Nukila Evanty Menjaga Identitas dan Hak Suku Laut di Tengah Arus Modernisasi
"Berurusan dengan iklan sangat menyedihkan. Anda tidak dapat membuat kehidupan seseorang jadi lebih baik dengan membuat iklan," kata dia.
Rajiv DPR Dukung Penghapusan Utang Macet UMKM, tapi Harus Hati-hati

Tak kuat lagi, akhirnya, pada September 2007, Koum dan teman akrabnya, Acton, mengakhiri karirnya di Yahoo. Keduanya lalu sepakat untuk melamar ke Facebook. Kala itu, sekitar tahun 2008, nama Facebook tengah cemerlang, tiba-tiba meroket dan diramalkan sebagai jejaring sosial masa depan.
Mengenal Istilah Silent Majority yang Kini Sedang Ramai


Sayang, pengalaman kerja Koum dan Acton selama bertahun-tahun di Yahoo ternyata tidak cukup membuat Facebook kepincut untuk merekrut keduanya sebagai karyawan. "Kami adalah bagian dari kelompok yang ditolak Facebook," tutur Acton.

Namun, Koum mendapat ilham untuk mengembangkan sebuah aplikasi pesan instan. Ilham itu datang setelah ia membeli iPhone pada Januari 2009. Dia sadar, kios aplikasi Apple App Store yang ketika itu baru berusia tujuh bulan adalah industri masa depan yang menjanjikan.

Melahirkan 'WhatsApp'

Koum lalu mengunjungi Alex Fishman, koleganya asal Rusia yang rutin mengadakan acara kumpul-kumpul bersama komunitas Rusia di rumahnya di West San Jose setiap minggu. Di sana, mereka berbincang lama membahas ide Koum yang ingin membuat aplikasi pesan instan.

Koum saat itu datang dengan semangat yang menggebu. Dia mempresentasikan tentang cikal bakal layanan pesan instan buatannya. Dan, kemudian Koum yang mencetuskan sendiri nama WhatsApp, yang berasal dari kata ' what's up '.

Meski piawai di bidang programming , Koum merasa kesulitan untuk mengembangkan aplikasi di iPhone. Akhirnya, Fishman memperkenalkannya dengan Igor Solomennikov, seorang pengembang asal Rusia yang juga mendirikan situs RentACoder.com.

Semua berjalan mulus. Hingga pada 24 Februari 2009, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-33, Koum meluncurkan WhatsApp Messenger Inc. "Dia sangat gigih dan teliti. Koum langsung menghabiskan hari-harinya dengan menciptakan kode-kode program WhatsApp agar bisa terhubung pada semua iPhone di seluruh dunia," ujar Fishman.

Koum mengatakan, saat WhatsApp muncul, dunia sedang tergila-gila dengan aplikasi pesan instan BlackBerry Messenger, yang hanya berjalan eksklusif pada perangkat BlackBerry. Namun, Koum tidak patah arang dan tetap optimis. Produknya tidak kalah dengan Yahoo Messenger, Google Talk, Skype, meski sama-sama berkerja lintas platform.

"WhatsApp berbeda, karena berbasis pada nomor telepon pengguna. Ini murni multi-platform," cetus Koum.


WhatsApp 2.0


Saat meluncur perdana, Koum menemukan sejumlah kendala. Aplikasi kerap macet dan sering
crash
. Hanya berjalan sukses pada nomor-nomor milik teman Fishman saja. Membenahi sejumlah celah pada aplikasinya itu, Koum kemudian merilis versi lanjutan: WhatsApp 2.0. Ia pun terkejut saat pengguna aktif layanan ini tiba-tiba melesat jadi 250 ribu pengguna.


Melihat denyut WhatsApp mulai menderu-deru, Koum langsung menyambangi rumah sahabatnya, Acton, yang masih menganggur dan mencari-cari ide
start-up.


Keduanya pun duduk bersama di dapur Acton, dan mulai berkirim pesan dengan WhatsApp. Saat itu, tanda cek ganda (penanda pesan sudah terbaca) sudah muncul. Pada titik itu, Acton merasakan pengalaman berkirim pesan yang siap meledak di masa depan.


"Ini lebih dari sekadar MMS (
multi media message
). Kau telah mendapatkan karunia dari Internet," ucap Acton pada Koum.


Derap langkah WhatsApp melaju tambah cepat. Pada Oktober 2009, Acton merekrut lima orang koleganya jebolan Yahoo untuk berinvestasi dana awal di WhatsApp senilai US$250 ribu (setara Rp2,9 miliar). Sebagai imbalan, kelima kolega itu diberikan status pendiri dan pemegang saham WhatsApp.


Acton sendiri resmi bergabung pada 1 November 2009. Jika digabung, dia dan Koum menguasai 60 persen saham kepemilikan WhatsApp. Setelah semakin populer, e-mail Koum dibanjiri pujian dari para pengguna iPhone yang menyanjung aplikasi buatannya dan berterima kasih.


Melihat respons ini, Koum mulai mencari cara untuk menjungkalkan BlackBerry Messenger (BBM), yang saat itu digdaya. Dia pun mempekerjakan kolega lamanya yang tinggal di Los Angeles, Chris Peiffer, untuk membuatkan aplikasi WhatsApp versi BlackBerry.


Saat itu, Peiffer mengaku sempat skeptis dengan masa depan WhatsApp, dan mengatakan orang-orang tidak akan meninggalkan fasilitas SMS.


"SMS sudah membusuk. Teknologi itu segera mati seperti halnya mesin fax. Tinggal tunggu waktunya tiba," kata Koum meyakinkan Peiffer. Melihat semangat yang menggebu-gebu, Peiffer langsung mewujudkan keinginan koleganya itu. WhatsApp versi BlackBerry akhirnya muncul perdana di akhir tahun 2009.


Zuckerberg kepincut


Dua tahun berselang, pada Februari 2013, basis pengguna WhatsApp menyentuh angka 200 juta pengguna aktif dengan staf berjumlah 50 orang. Melihat pertumbuhan itu, Acton sepakat untuk mengadakan pendanaan perusahaan lagi.


Sequoia siap menggelontorkan dana tambahan US$50 juta (Rp580 miliar), lantaran melihat valuasi WhatsApp mencapai US$1,5 miliar (Rp17,4 triliun).


Setahun berselang, WhatsApp makin berjaya. Facebook resmi mengakusisi WhatsApp per 19 Februari 2014. Total akuisisinya mencapai US$16 miliar (Rp188 triliun), dengan pembayaran US$4 miliar secara tunai, dan US$12 miliar berupa saham di Facebook.


Sinyal akuisisi ini sejatinya sudah dimulai sejak musim semi 2012 silam, paska CEO Facebook Mark Zuckerberg dan CEO WhatsApp Jan Koum berkomunikasi untuk pertama kalinya.


Laman
Business Insider
menyebutkan, sebulan setelah komunikasi itu, keduanya pernah terlihat duduk bersama seraya minum kopi di Los Altos, California.


Kabarnya, kala itu Zuckerberg sudah mulai merayu Koum agar WhatsApp mau bergabung dengan Facebook. Namun, saat itu rayuan Zuckerberg ditolak mentah-mentah. Tak ada kesepakatan apa-apa.


Meski begitu, Zuckerberg tidak patah arang. Keduanya tetap menjalin komunikasi. Tetap berhubungan baik. Bahkan tak jarang beberapa kali bertemu untuk sekadar makan malam.


Semakin hari, sang pendiri Facebook semakin kepincut. Pertumbuhan pengguna WhatsAPp membuat Zuckerberg terkesima. Ia memberi kredit pengguna aktif WhatsApp di seluruh dunia yang mencapai 450 juta, yang dicapai dalam empat tahun sejak diluncurkan.


Jika dihitung dalam kurun waktu empat tahun, laju itu mengalahkan laju pertumbuhan Facebook, Instagram, Skype, dan Gmail.


Sinyal kuat akuisisi pun terlihat pada 9 Febuari lalu. Zuckerberg mengundang Koum untuk makan malam di rumah pribadinya. Di tengah perjamuan itu, Zuckerberg mengajukan usulan merger.


"Mari kita menghubungkan dunia bersama-sama. Ini akan menjadi akuisisi yang tidak biasa. Ini akan menjadi kemitraan," ujar Zuckerberg kepada Koum.


Ia pun tak lupa menawari Koum untuk duduk dalam direksi perusahaan jika ia mau merestui akuisisi itu.


Mendengar tawaran Zuckerberg, Koum tak langsung mengiyakannya. Ia meminta waktu untuk memikirkannya dalam beberapa hari.


Kemudian tepat pada hari Valentine atau 14 Februari, Koum tiba-tiba menyambangi rumah Zuckerberg. Ia pun mengganggu makan malam Valentine Zuckerberg dan istrinya, Priscilla.


Kepada Zuckerberg, Koum menjelaskan ia berkunjung untuk membicarakan kesepakatan akuisisi. Tak banyak yang dibicarakan sejak tawaran terakhir, terjadilah kesepakatan akuisisi itu yang ditandai dengan nuansa hari kasih sayang.


Jika sebelumnya Mark Zuckerberg, pendiri Facebook dan Sheryl Sandberg,
chief operating officer
(COO) Facebook mendadak masuk daftar miliarder dunia berkat penawaran umum saham (
initial public offering
/IPO) Facebook, kini giliran pendiri WhatsApp, Jan Koum dan Brian Acton, masuk dalam daftar orang terkaya dunia.


Secara rinci, Facebook menyerahkan 183.865.778 saham biasa kategori A dengan harga per unit US$65,2. Selain itu, Facebook juga memberikan 45.966.444 saham terbatas kepada karyawan WhatsApp dengan harga US$65,2 per unit.


Posisi terakhir, Jan Koum memiliki 45 persen saham di WhatsApp, sedangkan Brian Acton mempunyai lebih dari 20 persen saham. Forbes memperkirakan, Koum mendapatkan tambahan kekayaan sebesar US$6,8 miliar, sedangkan Acton memeroleh US$3 miliar pada penutupan perdagangan Rabu waktu New York.


Kerja keras Koum dan tim akhirnya berbuah hasil. Dia mengakui, akuisisi Facebook terhadap WhatsApp mengubah hidupnya. Dia kini kembali rajin ke gym sambil sesekali istirahat dan membaca pesan dari Acton seputar laporan server WhatsApp.


"Ini adalah prinsip. Saya ingin melakukan satu hal, dan melakukan hal itu dengan baik," ujar dia. (eh/np)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya