Sumber :
- REUTERS/Lucas Jackson
VIVAnews - Debat calon presiden Iran, 7 Juni 2013, itu berlangsung panas. Para kandidat masuk ke tema paling sensitif, soal nuklir. Dua kandidat, Hassan Rohani dan Said Jalili saling tuding. Jalili, dari kubu garis keras konservatif, adalah pendukung kebijakan nuklir bagi Iran.
Tapi, Iran pada hari itu tampaknya punya semangat berbeda. Rohani menangkis. Dia mengatakan, justru berkat kelihaiannya bernegosiasi, Iran lolos dari sanksi dan embargo Barat di Dewan Keamanan PBB. Meskipun negeri itu harus membayar mahal: mengerem pengayaan uranium.
Ucapan Rohani itu seperti memantik kesadaran baru di Iran. Selama ini mereka tersiksa di bawah kepemimpinan Mahmoud Ahmadinejad, yang meningkatkan nuklir semena-mena, menantang kekuatan Barat. Di bawah Ahmadinejad, Iran dihantam empat resolusi PBB yang memuat kecaman dan sanksi.
Rakyat rupanya sudah bosan dengan politik keras itu. "Sanksi memang tidak bisa menghentikan program nuklir Iran atau mengubah rezim. Tapi memperlemah dan mengisolasi Iran. Dan warga Iran sudah muak," kata Bernard Hourcade, direktur peneliti di pusat penelitian ilmiah nasional Prancis (CNRS), seperti dilansir harian Prancis Le Monde.
Akibat sanksi, ekonomi Iran morat-marit. Pada 2012, inflasi mencekik lebih dari 30 persen, dua kali lipat dibanding 2005, saat Ahmadinejad pertama menjabat. Tingkat pengangguran mencapai 25 persen, kebanyakan adalah pemuda.
Mata uang Iran anjlok hingga 80 persen terhadap dollar. Ekspor minyak, salah satu sektor terbesar di Iran, pemasukannya turun hingga 40 persen pada 2012. Produksi minyak turun hingga 700.000 barel per hari pada April 2012, angka terkecil sejak 1979. Padahal, saat terpilih 2005, Ahmadinejad berjanji akan menyalurkan petrodollar pada rakyat Iran. Janji yang tidak pernah terwujud.
Industri Iran juga jadi lunglai. Sektor otomotif, misalnya, termasuk paling terpuruk. Produksinya turun dari 1,5 juta menjadi 1 juta hanya dalam rentang 2011 dan 2012. Diperkirakan tahun ini akan terjun bebas ke angka 500 ribu.
Meski begitu, ada prestasi yang patut dipuji dari Ahmadinedjad, terutama soal pendidikan dan kesehatan. World Bank mencatat indikator sosial Iran cukup tinggi dalam setengah masa periode Ahmadinejad.
"Seluruh anak masuk sekolah dasar pada 2009, dan siswa sekolah menengah meningkat dari 66 persen pada 1995 menjadi 84 persen pada 2009. Hasilnya, tingkat pemuda yang bisa membaca naik dari 77 persen menjadi 99 persen di periode yang sama, terutama bagi wanita," tulis laporan World Bank.
Tapi kemajuan itu tenggelam oleh isu pelanggaran hak asasi manusia. Yang paling kelam, antara lain, upaya aparat menggempur demonstran Gerakan Hijau pimpinan Muhammad Khatami yang menuduh Ahmadinejad mencurangi pemilu 2009. Sedikitnya 72 orang tewas dalam bentrokan itu, 4.000 orang ditahan.
Jumlah tahanan di penjara juga membengkak. Dalam delapan tahun, jumlah napi meningkat dari 145.000 menjadi 217.000. Jumlah wartawan yang ditahan juga meningkat dibanding sebelumnya, yaitu 23 orang. Tanda buruknya kebebasan pers di Iran.
Mereka yang dihukum mati juga meroket jumlahnya. Tahun 2009 adalah yang terbanyak, 388 orang. Lelaki mati digantung dengan alat berat bukan pemandangan aneh lagi di jalan-jalan kota Iran.
"Aktivis mahasiswa, politik, jurnalis, masyarakat sipil, kelompok agama dan etnis minoritas semuanya sangat menderita dalam delapan tahun kepemimpinan Ahmadinejad," kata Hadi Ghaemi, direktur eksekutif International Campaign for Human Rights in Iran dari New York, Amerika Serikat.
Kata Ghaemi, tekanan bagi aktivis kian keras, terutama setelah 2009. Seluruh organisasi HAM ditutup, dan pengacara yang membela mereka ditahan. Aktivis mahasiswa dipecat dari kampus, dan sulit meneruskan pendidikan.
"Hukuman kejam dan tidak berperikemanusiaan seperti pencambukan dan amputasi sering sekali dilakukan di tempat umum. Kebebasan berkumpul, berekspresi, dan berserikat sama sekali tidak ada," ujar Ghaemi.
Pudarnya Ahmadinejad
Ahmadinejad yang awalnya anak emas Khamenei juga kian dikucilkan, baik oleh pemerintahan maupun para mullah. Beberapa kali dia dianggap membangkang pada Khamenei soal pencabutan dan penetapan pejabat negara. Dalam struktur hegemoni Syiah Iran, ini haram.
Ujungnya, calon yang digadang sebagai pengganti Ahmadinejad, yaitu Esfandiar Rahim Mashaie, didiskualifikasi oleh Dewan Pelindung. Ahmadinejad sendiri dilarang menyampaikan pidato pada peringatan kematian Ayatullah Khomeini, 4 Juni lalu.
Parlemen juga mulai mencari-cari celanya. Mereka mempertanyakan dana delapan perjalanan dinasnya, termasuk ke New York untuk menghadiri Sidang Umum Dewan PBB September lalu. Sebanyak 125 anggota delegasinya disewakan kamar hotel yang kisaran harganya US$400, hingga US$700 per malam. Jika Ahmdinejad tak bisa menjawab pertanyaan ini, maka dia akan diseret ke pengadilan.
Berbagai kegagalan Ahmadinejad ini lalu jadi makanan empuk bagi kampanye para kandidat presiden baru. Menyerang kebijakan pendahulu mereka dalam kampanye seakan jadi keharusan.
"Negara kita adalah yang paling kuat di kawasan dan memiliki rudal yang bisa terbang ribuan kilometer, tapi kita kekurangan daging ayam," kata salah satu kandidat, Mohsen Rezaie, menyinggung krisis daging ayam Juli tahun lalu.
Walikota Teheran, Mohammad-Bagher Ghalibaf, salah satu kandidat, menyerang sikap Ahmadinejad yang anti Yahudi. "Kita tidak pernah menentang Yudaisme, itu agama. Apa yang kita tolak adalah Zionisme," kata dia.
Lalu muncullah suara Rohani. Dia mengatakan Iran sudah muak terisolasi dan dibebani sanksi dari komunitas internasional selama delapan tahun. "Kita perlu modernisasi dan rasionalitas. Kita perlu menghindari ekstremisme. Terutama soal kebijakan luar negeri, kita perlu memastikan terjaganya kepentingan dan keamanan nasional negara," kata Rohani tentang target pemerintahannya ke depan, seperti dikutip dari Radio Free Europe.
"Jika kita ingin bersaing dengan negara-negara seperti Turki, Malaysia, dan Korea Selatan, kita perlu menciptakan revolusi sejati pada perekonomian kita," dia menegaskan.
Pria kelahiran 12 November 1948 itu akhirnya keluar sebagai pemenang pemilu dengan suara fantastis, 50,7 persen. Kemenangan mutlak.
Jebolan Inggris
Rekam jejak Rohani tak bisa dianggap enteng. Sebuah artikel di laman Press TV menjabarkan, Rohani lahir di tengah keluarga relijius di Semnan, 13 November 1948. Dia hasil didikan sekolah agama Semnan tahun 1960. Setahun kemudian dia pindah ke Qom (Lihat ).
Tahun 1969, dia kuliah di Universitas Teheran, dan dapat gelar sarjana hukum. Dia melanjutkan pendidikan hukum, dan meraih gelar master serta doktor di Glasgow Caledonian University, Inggris.
Sejak muda, Rohani terlibat dalam perjuangan politik melawan rezim Shah. Saat Ayatullah Khomeini kembali dari pengasingannya di Prancis tahun 1979, Rohani telah aktif berpolitik di Eropa. Dia kerap menggelar sesi tanya-jawab dengan para mahasiswa di Iran dan Prancis.
Pasca Revolusi Islam tahun 1979, Rohani terpilih di parlemen. Dia menjabat selama lima periode sampai tahun 2000. Di parlemen, dia menduduki posisi wakil ketua Majelis (parlemen Iran) dan kepala komite Kebijakan Pertahanan dan Luar Negeri.
Pada awal karirnya, dia menempati berbagai posisi penting di pemerintahan. Saat perang dengan Irak tahun 1980-1988, Rohani bertindak sebagai anggota Dewan Tinggi Pertahanan, komandan Angkatan Udara Iran dan wakil komandan Angkatan Darat. Rohani sempat menjabat posisi sekretaris di Dewan Keamanan Nasional Tinggi (SNSC), sebagai perwakilan titah Khamenei selama 16 tahun hingga 2005.
Rohani juga aktif di Pusat Riset Strategis Iran sejak 1991. Pria yang bisa berbahasa Arab, Inggris dan Persia ini telah menulis hampir 100 buku, atau artikel dan melakukan lebih dari 700 kali riset.
Pria berjenggot lebat ini juga diplomat terbaik yang pernah dimiliki Iran. Inilah karirnya yang paling menonjol. Saat menjabat negosiator nuklir, dia meredam tuduhan terhadap Iran, yang akhirnya mencegah terciptanya opini negatif di Dewan Keamanan.
Demi membangun kepercayaan dan menghindarkan Iran dari sanksi, dia menghentikan beberapa pengaya uranium di negaranya. Inilah yang kemudian membuatnya dijuluki “Syekh Diplomat”.
Ketika Ahmadinejad naik sebagai presiden, Rohani mengundurkan diri sebagai sekretaris SNSC digantikan oleh Ali Larijani. Dari sinilah, Ahmadinejad merusak seluruh pencapaiannya dengan meneruskan program nuklir yang berujung sanksi Barat.
Ancaman bagi Khamenei?
Pria 64 tahun ini adalah salah satu tokoh moderat paling dipercaya kelompok reformis dan Gerakan Hijau di Iran. Menurut Alireza Nader, sebagai seorang moderat, politisi yang juga ulama ini seharusnya jadi ancaman bagi kepemimpinan Khamenei yang konservatif.
Alireza Nader, ahli soal Iran di lembaga think tank Rand Corporation, mengatakan Khamenei bisa saja mendiskualifikasi Rohani dengan berbagai alasan karena pandangannya yang moderat. Namun, latar belakang Rohani yang mampu mengakurkan Iran dan Barat jadi salah satu pertimbangannya.
Selain itu dukungan para reformis untuk dirinya, kata Nader, membuatnya bisa jadi jembatan antara pemerintah Iran dan kelompok aktivis.
"Rezim Khamenei ingin memperbaiki perpecahan di dalam negeri Iran dan menghilangkan tekanan internasional. Rohani punya peluang memperbaiki keduanya, tapi perlu melakukan perubahan menyeluruh pada Republik Islam tersebut," kata Nader.
Lebih dari 18 juta orang dari 36 juta pemilih memberikan suara para Rohani. Fatemeh Haghighatjou, mantan anggota parlemen Iran mengatakan, kemenangan Rohani adalah kejutan besar yang menciptakan win-win solution bagi semua pihak
"Pemimpin tertinggi (Khamenei) menang karena tingginya partisipasi rakyat pada pemilu meningkatkan kekuasaannya dan, untuk pertama kali, dia menyerukan masyarakat oposisi pada rezimnya untuk ikut memilih," ujar Haghighatjou saat berbicara di Stimson Center di Washington.
"Rakyat juga menang, karena suara mereka dihitung dan dirayakan pasca pemilihan. Pemilu menunjukkan Gerakan Hijau masih hidup dan, yang terpenting, rakyat Iran didengar suaranya," dia melanjutkan.
Melawan temperamen tinggi
Kemenangannya tak hanya disambut baik di Iran, khalayak internasional juga berharap banyak pada Rohani (Lihat: ).
Pemerintah Amerika Serikat menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintahan baru Iran guna menyelesaikan isu nuklir. Kepala Staf Gedung Putih, Denis McDonough memandang terpilihnya Rohani sebagai tanda sebuah harapan baru.
Hal yang sama disampaikan oleh perwakilan Uni Eropa dan PBB. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon bahkan menyatakan harapannya agar Iran memainkan peran konstruktif pada permasalahan regional dan internasional.
Hanya Israel yang pesimis atas terpilihnya Rohani. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan Rohani tak akan membawa perubahan apapun. Menurut Netanyahu, kunci perubahan Iran bukan pada presiden, melainkan Khamenei.
Bagi Rohani sendiri, kemenangannya adalah bukti kejayaan moderasi melawan ekstremisme. Sebuah kemenangan yang arif, dan moderat. Kemenangan pertumbuhan. Dan yang lebih penting, “Kemenangan komitmen melawan ekstremisme serta temperamen yang tinggi," ujarnya. (np)
Baca Juga :
PDIP Ungkit Kegagalan Bobby Nasution Bangun Stadion Teladan di Medan: Janji Jangan Pilih Saya Lagi
Calon Gubernur Sumatera Utara nomor urut 1, Bobby Nasution dinilai banyak meninggalkan kegagalan dalam pembangunan, yang belum selesai saat menjadi Wali Kota Medan. Kini,
VIVA.co.id
11 November 2024
Baca Juga :